Rabu, 03 Agustus 2016

Mengetik dengan Cepat dan Benar

Cara-Cara Mengetik dengan Cepat dan Benar

    Saat ini, kita hidup di era globalisasi, dimana informasi dan teknologi berkembang demikian pesatnya tanpa mengenal orang, jarak, waktu, dan wilayah. Begitu cepatnya perkembangan teknologi dan informasi itu merupakan hal yang tak bisa dicegah karena saat ini bukan lagi menjadi pilihan, namun prioritas. Informasi memang telah berkembang sejak zaman sebelum teknologi belum berkembang secara signifikan seperti sekarang ini. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa informasi dan teknologi merupakan hal yang sejalan dan tak dapat dipisahkan. Informasi ditunjang oleh perkembangan teknologi. Begitu juga dengan teknologi juga dikembangkan melalui informasi.

    Mengenai teknologi, komputer merupakan salah satu teknologi yang berkembang dengan pesat saat ini. Mulai dari perkembangan bentuknya, program maupun aplikasi yang ada didalamnya, hingga dapat mengakses informasi dengan cepat dan mudah melalui internet. Ada banyak manfaat dari adanya teknologi komputer, diantaranya membantu menyelesaikan tugas-tugas kantor ataupun instansi tertentu serta para pelajar dan mahasiswa secara mudah, rapi, efektif, dan efisien.

    Mengetik merupakan salah satu kerja yang dilakukan pada komputer. Dalam menyelesaikan tugas-tugas tentunya menggunakan angka-angka dan huruf-huruf serta symbol-simbol lain yang tersedia di keyboard komputer, walaupun juga tersedia di bagian menu bar seperti di Ms. Word, Ms. Excel, dan Ms. Office lainnya.

Nah, dalam mengetik ini, banyak orang yang masih mengikuti sebagian ‘tradisi’ lama yang memang tidak perlu dilakukan. Dalam mengetik sebenarnya telah ada aturan yang disebut ‘mengetik sepuluh jari’. Saat komputer belum berkembang seperti saat ini, orang cenderung menggunakan mesin ketik manual yang memang memiliki papan ketik yang keras sehingga mereka mengetik dengan ‘dua jari’ atau ‘sebelas jari’. Padahal, saat itu juga sebenarnya tidak dianjurkan mengetik dengan sebelas jari. Aturan yang benar adalah mengetik dengan sepuluh jari. Apalagi komputer yang digunakan saat ini tersedia fasilitas keyboard yang lebih ‘lunak’.

Memang, ada yang mengatakan dua jari, ada juga yang mengatakan sebelas jari. Disebut dua jari, karena mengetik menggunakan dua telunjuk saja. Dan disebut sebelas jari karena dua telunjuk itu membentuk angka sebelas. Namun yang lazim disebut adalah mengetik sebelas jari.

Lalu permasalahan muncul, banyak orang yang mengatakan bahwa mengetik sebelas jari lebih mudah dan lebih cepat. (Then the problem arises, many people said that typing with eleven fingers is easier and faster). Pertanyaannya adalah, mana yang lebih mudah dan cepat, mengetik sebuah kalimat dengan sepuluh jari atau dua jari telunjuk saja ? (The question is, “which one is easier and faster, typing a sentence with ten fingers or two index fingers only ?”)

Masing-masing mungkin akan menjawab sesuai kemampuan yang dimiliki, mengetik sepuluh jari atau sebelas jari. Anda sendiri tentu bisa membedakan efek yang dirasakan mengetik sepuluh jari atau sebelas jari pada jari-jari ditangan anda. Rasanya akan lebih pegal menggunakan sebelas jari (bagi saya). Mungkin karena pengetikan hanya bertumpu pada dua jari yang dipaksa menekan huruf-huruf di keyboard secara bergiliran disemua tempat.

Nah, kalau ini belum terasa buruk dampaknya, oke. Tidak masalah. Tangan anda. Jari anda. Tapi tidak bisa diabaikan pada saat akan melamar pekerjaan di suatu instansi dengan pekerjaan tertentu yang ditawarkan berkenaan dengan pengetikan, seperti sekretaris atau bahkan pekerjaan lain yang berkaitan dengan masalah administrasi kantor. Anda yang biasa sebelas jari, bagaimana ? Tidak masalah bagi instansi tertentu, dan akan menjadi nilai minus bagi instansi yang mewajibkan itu. Hidup penuh aturan, kan untuk meneraturkan hidup itu sendiri ?

Lalu bagaimana agar dapat mengetik sepuluh jari dengan baik dan benar serta tidak kalah cepat dengan sebelas jari yang dianggap ‘lebih cepat’ itu ?

Saya mungkin bukan orang yang memiliki kemampuan mengetik tercepat di dunia sehingga bisa menulis cara-cara ini, namun saya mencoba untuk berbagi cara yang saya ciptakan menurut sedikit pengalaman pribadi saya sendiri yang kemudian saya simpulkan, bagaimana mengetik sepuluh jari dengan cepat. Mungkin ada yang kemampuan mengetiknya lebih cepat dari saya, namun bukan itu persoalannya. Kita harus berusaha bagaimana mengetik tanpa melihat lagi huruf-huruf yang ada di keyboard sehingga pekerjaan yang berhubungan dengan mengetik bisa diselesaikan dengan aturan mengetik yang benar, ditambah bonus mengerjakan cepat dan tepat kata. Tidak ada salahnya mencoba, kan ?

Langsung saja, langkah-langkahnya adalah (These are the steps ) :

   - Mulailah dengan Membaca Basmallah

Sebagai pribadi yang beragama, kita perlu menyertakan Allah dalam setiap permulaan. Harapan tentunya agar cara dan jalan kita diridhoi-Nya, sehingga dapat terlaksana dengan mudah dan lancar.

   - Memperhatikan posisi sepuluh jari di keyboard melalui visual (gambar)

Mengetik dengan Cepat dan Benar




    Hal ini merupakan langkah kedua, penting untuk mengetahui posisi letak jari-jari tangan beserta fungsinya dalam menekan huruf-huruf, sehingga setiap huruf ditekan oleh jari-jari yang bertugas ke atasnya. Mengapa harus visual ? Karena biasanya otak juga akan mudah menangkap hal-hal yang berhubungan dengan gambar.
Mudah menangkap,  dan  mudah mengingatnya.

   - Mempraktekkan apa yang ada digambar

Jika sudah mendapatkan gambar mengetik sepuluh jari, maka selanjutnya adalah menempatkan jari-jari kita di atas keyboard seperti yang ada di gambar. Kemudian mulailah mengetik kata perkata dengan memainkan jari-jari ke arah huruf bagian atas dan bawah. Mulailah menekan huruf-huruf atas mulai dari Q sampai P atau [ dan huruf-huruf bawah mulai Z sampai /. Tekanlah huruf-huruf tersebut dengan jari yang terdekat dengannya. Misalnya, ketika posisi ke delapan jari anda ada pada posisi tengah, yaitu dari A (posisi kelingking kiri) sampai ; (posisi kelingking kanan) dan dua ibu jari pada posisi spasi, maka saat akan mengetik huruf U, telunjuk kanan diarahkan ke huruf U. Huruf V, telunjuk kiri diarahkan ke huruf V. Atau Q, kelingking kiri diarahkan ke huruf Q tanpa memindahkan posisi pertama jari sebelum mulai mengetik. Jika anda ragu, anda bisa membuka catatan atau mencari literatur mengenai fungsi masing-masing jari dalam mengetik huruf di keyboard. Namun diharapkan tidak menghafal, karena dalam hal ini, menghafal bukan cara yang efektif. Karena persoalan pokok di sini adalah intensitas latihan yang dilakukan.

    -Latihan mengetik di rumah sebelum mulai mengetik yang sebenarnya

Ini adalah hal yang paling jarang dilakukan oleh orang banyak, dengan alasan di rumah tidak ada komputer, sibuk, tidak ada waktu, dan lain sebagainya. Bagaimanapun, sesering apapun anda menghafal posisi jari di keyboard, jika tidak di iringi dengan latihan yang banyak, maka anda tidak akan bisa mengetik cepat dan tepat seperti yang anda inginkan. Ini adalah masalah utama banyak orang yang notabene-nya memang malas untuk latihan mengetik di luar jam pekerjaan. Jari yang terlatih walaupun masih belum mengetik sepuluh jari dengan sempurna, setidaknya membiasakan diri melakukan pekerjaan sesuai fungsi jari. Sehingga lama-kelamaan akan menjadi kebiasaan dan andapun tidak perlu melihat lagi ke keyboard ketika akan mengetik. Pada tahap ini, selain latihan mengetik biasa dengan buku atau tulisan lain sebagai bahan ketikan latihan, anda bisa memanfaatkan aplikasi di komputer sebagai latihan mengetik sepuluh jari, seperti Rapid Typing, Typer Shark, dan beberapa aplikasi lainnya. Jika tidak ada, anda bisa mendownloadnya di internet.

   - Mengingat dan merasakan setiap letak huruf dan posisi jari

Maksudnya adalah ketika anda mulai terbiasa mengetik sepuluh jari namun belum mampu mengalihkan pandangan ke layar monitor, anda bisa menerapkan langkah ini, yaitu mengingat dan merasakan setiap letak huruf dan posisi jari di keyboard. Sekali lagi bukan menghafal, namun mengingat saja juga tidak cukup. Anda perlu merasakan kehadiran huruf-huruf itu pada jari anda. Kasus yang saya alami, saya tidak begitu ingat posisi huruf pada keyboard, namun saya bisa merasakan dan menentukan dimana saya harus meletakkan jari saya ketika ingin mengetik huruf tertentu. Nah, ketika anda sudah mulai bisa merasakan setiap letak huruf dan posisi jari, mulailah untuk sesekali mengalihkan pandangan ke layar monitor. Kunci yang sama : latihanlah sesering mungkin.

  - Tidak berputus asa dan berdo’a

Ini adalah cara terakhir yang saya perlu cantumkan agar semangat dan tekad terus tertanam kuat dalam diri kita untuk terus mengusahakan sesuatu yang kita inginkan. Teruslah berlatih, bagaimanapun caranya. Namun esensinya tetap sama, kita tidak boleh berputus asa dan tidak boleh berhenti berdo’a. Ketika di awal kita sudah menyertakan Allah untuk meridhoi usaha kita, maka di akhir kita juga perlu menyertakan Allah untuk mengabulkan do’a kita.

Nah, itu dia langkah-langkah untuk mengetik sepuluh jari dengan cepat dan tepat, tanpa melihat keyboard dan hanya berfokus pada bahan yang diketik sambil mengoreksi ketikan di layar monitor. Moga bermanfaat. Selamat mencoba.mata tajam jiri lisik.....

Selasa, 02 Agustus 2016

Kode Perintah autocad 2007


Mengetik autocad 2007
Kode Perintah keyboard pada autocad 2007
Bagi anda pemula dan ingin belajar autocad ada beberapa yang harus anda ketahui dan mengenal perintah-perintah autocad 2007, ada beberapa perintah pada autocad 2007 atau yang disebut juga kode pada autocad 2007. beberapa daftar perintah tersebut adalahasebagai berikut:

mungkin anda bingung dengan tulisan di bawah nah akan saya jelaskan terlebih dahulu bagaimana cara melakukan membuat gambar hanya dengan kode perintah misalnya kita akan memmbuat garis, kita tidak perlu mengklik tools line yang ada pada menu kita cukup menekan L pada keyboard lalu tekan ENTER atau spasi pada keyboard. maka anda bisa membuat garis yang akan anda buat, cara ini untuk mempermudah kita dalam menggambar objek yang akan kita olah/buat tanpa perlu ribe lagi kita megklik tools yang tersedia pada autocad 2007, nah sekian penjelasan dasar saya anda bisa melihat daftar kode perintah keyboard pada autocad 2007, silakan diperaktekan di komputer anda. demikian penjelasan singkat ini dari saya. semoga anda yang membaca lebih bermanfaat dan menambah ilmu anda dalam memparktekan pada komputer anda.

L ===> LINE : Untuk membuat garis

S ===> STRETCH : Untuk memperpanjang/memperpendek object(gambar)

PL ===> PLINE : Untuk membuat garis satuan

C ===> CIRCLE : Untuk membuat lingkaran

EL ===> ELLIPSE : Untuk membuat bulat telur/lingkaran lonjong/oval

F ===> FILLET : Untuk membuat lengkungan dgn di ketahui radiusnya

A ===> ARC : Untuk membuat lengkungan dgn tdk di ketauhui radiusnya/sembarang

CHA ===> CHAMFER : Untuk membuat garis miring antara dua garis horizontal dan vertical

DT ===> DTEXT : Untuk membuat text

TR ===> TRIM : Untuk memotong garis dgn garis Bantu

EX ===> EXTEND : Untuk memperpanjang garis dgn garis Bantu

BR ===> BREAK : Untuk memotong garis dgn tidak beraturan

CO ===> COPY : Untuk memperbanyak gambar

M ===> MOVE : Untuk memindah gambar

MI ===> MIRROR : Untuk membuat cerminan gambar

RO ===> ROTATE : Untuk memutar gambar

AR ===> ARRAY : Untuk membuat jari-jari lingkaran

O ===> OFFSET : Untuk memperbanyak garis dgn di ketahui jaraknya

POL ===> POLYGON : Untuk membuat segi banyak

E ===> ERASE : Untuk menghapus gambar

DIV ===> DIVIDE : Untuk membagi garis dgn beberapa bagian dgn jarak yang sama

ED ===> DDEDIT : Untuk mengubah taxt

DDATTE : Untuk mengubah text atribut

CHANGE : Untuk mengubah text, height text, style text, ltype, layer, dan color atau bisa juga memakai perintah DDMODIFY

DO ===> DONUT : Untuk membuat donat/lingkaran padat/bolong tengah

WBLOCK : Untuk membuat block

INSERT : Untuk memanggil block

EXPLODE : Untuk memecah block atau atribut

DIM : Untuk membuat dimensi

LAYER : Untuk membuat layer

PEDIT : Untuk menebalkan dan menyatukan garis

SOLID : Untuk membuat solid/aksiran padat

HATCH : Untuk membuat aksiran

CLOUD : Untuk membuat cloud/awan

SCALE : Untuk membesarkan/mengecilkan gambar

ZOOM : Untuk membesarkan/mengecilkan tampilan gambar

PAN : Untuk menarik layar

PLOT : Untuk mencitak gambar

UNDO : Untuk membatalkan perintah/command

REDO : Untuk membatalkan undo

SAVE : Untuk menyimpan gambar

OPEN : Untuk membuka gambar

NEW : Untuk membuka autocad baru



Selamat belajar semoga kode ini dapat bermanfaat bagi anda yang baru belajar...

Senin, 01 Agustus 2016

Sejarah Sang Khalik Shaik Abuya Muda Waly Shulthan Ulama Aceh

Sejarah Alm. Abuya Muda Wali Al-Khalidy

Alm. Abuya Muda Wali Al-Khalidy,PP. Darussalam, Blang Poroh, labuhan Haji, Aceh Selatan

       Setelah beberapa tahun belajar di Bustanul Huda, beliau mengungkapkan niatnya untuk melanjutkan pendidikannya kepesantren di Aceh Besar kepada ayahnya, Syekh H.Muhammad Salim. Ayah beliau sangat senang mendengarkan niat beliau. Apalagi Syekh H.Muhammad Salim telah mengetahui bahwa putranya ini telah menamatkan kitab-kitab agama yang dipelajari di Pesantren Bustanul Huda. Sebagai bekal dalam perjalanan beliau dari Labuhan Haji, ayahanda beliau memberikan sebuah kalung emas milik kakak kandung beliau, yaitu Ummi Kalsum. Beliau diantar oleh ayahanda beliau dari desanya sampai ke kecamatan Manggeng. Setelah sampai ke Manggeng, ayahanda beliau berkata”Biarkan aku antarkan engkau sampai ke Blang Pidie”. Sesampainya di Blang Pidie, Syekh Muhammad Salim berkata kepada putranya, Syekh Muda Waly”biarkan aku antarkan engkau sampai ke Lama Inong”. Pada kali yang ketiga ini Syekh Muda Waly merasa keberatan, karena seolah olah beliau seperti tidak rela melepaskan anaknya merantau jauh untuk menuntut ilmu. Syekh Muda Waly berangkat ke Aceh Besar ditemani seorang temannya yang juga merupakan tamatan dari pesantren Busranul Huda, namanya Teungku Salim, beliau merupakan seorang yang cerdas dan mampu membaca kitab-kitab agama dengan cepat dan lancar. Sesampainya di Banda Aceh, beliau berniat memasuki Pesantren di Krueng Kale yang dipimpin oleh Syekh H.Hasan Krueng Kale,ayahanda dari Syekh H.Marhaban, menteri muda pertanian Indonesia pada masa Sukarno. Beliau sampai di Pesantren Krueng kale pada pagi hari, pada saat syekh Hasan Krueng Kale sedang mengajar kitab-kitab agama. Diantara kitab yang dibacakan adalah kitab Jauhar Maknun. Syekh Muda Waly mengikuti pengajian tersebut. Sebelum Dhuhur selesailah pembacaan kitab tersebut, dengan kalimat terakhir “Wa huwa hasbi wa ni`mal wakil”. Setelah selesai pengajian Syekh Muda Waly merasa bahwa syarahan syarahan yang diberikan oleh Syekh Hasan Krueng Kale tidak lebih dari pengetahuan yang beliau miliki dan apabila beliau membacakan kitab tersebut maka beliau juga akan sanggup menjelaskan seperti syarahan yang dipaparkan oleh Syekh Hasan Krueng Kale. Walaupun demikian beliau tetang menganggap Syekh Hasan Krueng Kale sebagai guru beliau karena guru beliau Syekh Mahmud Blang Pidie adalah seorang alumnus Pesantren Kuerng Kale. Syekh Muda Waly hanya satu hari di Pesantren krueng Kale. Beliau bersama Tengku Salim mencari pesantren lain untuk menambah ilmu. Akhirnya merekapun berpisah. Pada saat itu ada seorang ulama lain di Banda Aceh yaitu Syekh Hasballah Indrapuri, beliau memiliki sebuah Dayah di Indrapuri. pesantren ini lebih menonjol dalam ilmu Al-Qur an yang berkaitan dengan qiraat dan lainnya. Syekh Muda Waly merasakan bahwa pengetahuan beliau tentang ilmu Al –Quran masih kurang.
inilah yang mendorong beliau untuk memasuki Pesantren Indrapuri. Pesantren Indrapuri tersebut dalam simtem belajar sudah mempergunakan bangku, satu hal yang baru untuk kala itu. Pada saat mengikuti pelajaran, kebetulan ada seorang guru yang membacakan kitab kuning, Syekh Muda Waly tunjuk tangan dan mengatakan bahwa ada kesalahan pada bacaan dan syarahannya, maka beliau meluruskan bacaan yang benar beserta syarahannya. Dari situlah Ustad dan murid-murid kelas itu mulai mengenal anak muda yang baru datang kepesantren itu dan memiliki pengetahuan yang luas. Maka ustad tersebut mengajak beliau kerumahnya dan memerintahkan kepada pengurus pesantren untuk mempersiapakan asrama temapat tinggal untuk beliau, kebetulan sekali pada saat itu perbekalan yang dibawa Syekh Muda Waly sudah habis, maka dengan adanya sambutan dari pengurus pesantren tersebut beliau tidak susah lagi memikirkan belanja. Pimpinan Pesantren Indrapuri tersebut, Teungku Syekh Hasballah Indrapuri sepakat untuk mengangkat Syekh Muda Waly sebagai salah satu guru senior di Pesantren tersebut. Semenjak saat itu Syekh muda Waly mengajar di pesantren tersebut tanpa mengenal waktu. Pagi, siang, sore dan malam semua waktunya dihabiskan untuk mengajar. Tinggallah sisa waktu luang hanya antara jam dua malam sampai subuh. Waktu waktu itupun tetap diminta oleh sebagian santri untuk mengajar. Selama tiga bulan beliau mengajar di Dayah tersebut. Karena padatnya jadwal beliau dan beliau kelihatan kurus, tetapi alhamdulillah walaupun demikian beliau tidak sakit. Setelah sekian lamanya di Pesantren Indrapuri, datanglah tawaran dari salah seorang pemimpin masyarakat yaitu Teuku Hasan Glumpang payung kepada Syekh Muda Waly untuk belajar ke sebuah perguruan di Padang, Normal Islam School yang didirikan oleh seorang ulama tamatan Al-Azhar Mesir Ustad Mahmud Yunus. Teuku Hasan tersebut setelah memperhatikan pribadi syekh Muda Waly, timbullah niat dalam hatinya bahwa pemuda ini perlu dikirim ke Al-Azhar, Mesir. Tetapi karena di Sumatra Barat sudah terkenal ada seorang Ulama yang telah menamatkan pendidikannya di Al Azhar dan Darul Ulum di Cairo Mesir yang bernama Ustad Mamud Yunus yang telah mendirikan sebuah perguruan di Padang yang bernama “Normal Islam School” yang sudah terkenal kala itu melebihi perguruan perguruan sebelumnya seperti Sumatra Thawalib. Oleh sebab itu Teuku Hasan mengirimkan Syekh Muda Waly ke pesantren tersebut sebagai jenjang atau pendahuluan sebelum melanjutkanke al Azhar. Berangkatlah Syekh Muda Waly menuju Sumatra barat dengan kapal laut.Beliau sama sekali tidak mengetahui tentang Sumatra Barat sedikit pun,dimana letak Normal Islam School dan kemana beliau harus singgah.tiba tiba saja ada seorang penumpang yang telah lama memperhatikan tingkah laku dan gerak gerik Syekh Muda Waly selama di kapal bersedia membantu Syekh Muda Waly untuk bisa sampai ketempat yang beliau tuju. Setelah sampai di Normal Islambeliau segera mendaftarkan diri di Sekolah tersebut. Lebih kurang tiga bulan beliau di Normal Islam dan akhirnya beliau mengundurkan diri dan keluar dengan hormat dari Lembaga pendidikan tersebut.Hal ini beliau lakukan dengan beberapa alasan : 1. Cita-cita melanjutkan pendidikan kemana saja termasuk ke Normal Islam dengan tujuan memperdalm ilmu agama, karena cita-cita beliau mudah-mudahan beliau menjadi seorang ulama sperti ulama ulam besar lainnya.Tetapi rupanya ilmu agama yang diajarkan di normal Islam amat sedikit.Sehingga seolah olah para pelajar disitu sudah dicukupkan ilmu agamanya dengan ilmu yang didapati sebelum memasuki pesantren tersebut. 2. Di normal Islam pelajaran umum lebih banyak diajarkan ketimbang pelajaran agama. Disana diajarkan ilmu matematika,kimia,biologi,ekonomi,ilmu falak,sejarah Indonesia,bahasa inggris.bahasa belanda,ilmu khat dan pelajaran olahraga. 3. Di normal Islam beliau harus menyesuaikan diri dengan peraturan peraturan di lembaga tersebut, disitu para pelajar diwajibkan memakai celana, memakai dasi, ikut olah raga disamping juga mengikuti pelajaran umum diatas. Menurut hemat Syekh Muda Waly, kalau begini, lebih baik beliau pulang ke Aceh mengamalkan dan mengembangkan ilmu yang telah beliau miliki daripada menghabiskan waktu dan usia di Sumatra Barat. Setelah beliau keluar dari Normal Islam, beliau bertemu dengan salah seorang pelajar yang juga berasal dari Aceh dan sudah lama di Padang yaitu Ismail Ya`qub, penerjemah Ihya `ulumuddin .Bapak Ismail Ya`qub menyampaikan kepada Syekh Muda Waly supaya jangan cepat cepat pulang ke Aceh, tetapi menetaplah dulu di Padang, barangkali ada manfaatnya. Pada suatu sore beliau mampir untuk berjamaah maghrib di sebuah surau yaitu di Surau Kampung Jao.Setelah shalat maghrib kebiasaan disurau itu diadakan pengajian dan seorang ustaz mengajar dengan membaca kitab berhadapan dengan para jamaah.rupanya apa yang di baca oleh ustaz itu beserta syarahan yang di sampaikan menurut Syekh Muda Waly tidak tepat, maka beliau membetulkan.sehingga ustaz itu dapat menerima, sedangkan jamaah para hadirin bertanya-tanya tentang anak muda yang berani bertanya dan membetulkan pendapat ustaz itu. Akhirnya para jamaah beserta ustaz tersebut meminta beliau supaya datang kesurau itu untuk menjadi imam shalat dan mengajarkan ilmu agama . Begitulah dari hari ke hari beliau mulai dikenal dari satu surau ke surau yang lain , dan dari satu mesjid ke mesjid yang lain. Apalagi beliau bukan orang padang, tetapi dari daerah Aceh dan nama Aceh sangat harum dalam pandangan ummat islam Sumatra barat. Dan yang lebih mengagumkan lagi ialah kemahiran beliau dalam ilmi fiqh, tasawwuf, nahu dan lain. Barulah sejak itu beliau dipangil oleh masyarakat dengan Angku Mudo atau Angku Aceh. Pada masa itu pula sedang hangat-hangatnya di Sumatra Barat tentang masalah- masalah keagamaan yang sifatnya adalah sunat-sunat seperti masalah usalli, masalah hisab dalam memulai puasa Ramadan,hari raya ‘Id al –fitr dan lain lain.Terjadilah perdebatan antara kelompok kaum tua dengan kelompok kaum muda. Syekh Muda Waly berasal dari Aceh dalam kelahiran,dan pendidikannyai,tentu saja berpendirian dalam semua masalah masalah itu seperti pendirian para ulama Aceh sejak zaman dahulu,karena semua ulama Aceh khususnya dalam bidang syari’at dan fiqh islam tidak ada bertentangan antara yang satu dengan yang lain.Apalagi ulama ulama Aceh zaman dahulu seperti syeikh Nuruddin al-Raniri,Syeikh Abdul Rauf al-fansuri al-singkili [Syiahkuala], Syeikh Hamzah Fansuri,Syekh Syamsuddin Sumatrani dan lain lain.Semuanya bermazhab Syafi`I dan antara mereka tidak terjadi pertentangaan dalam syari`at dan fiqh Islam kecuali hamya perbedaan pendapat dalam masalah tauhid yang pelik dan sangat mendalam ,yaitu masalah Wahdah al-Wujud, juga masalah hukum Islam yang berkaitan dengan politik,seperti masalah wanita menjadi raja. Karena itulah maka semua masalah masalah kecil di atas sangat dikuasai oleh Syekh Muda Waly dalil dalil hukum dan alasan alasannya ,al Qur’an dan hadist ,dan juga dari kitab kitab kuning. Karena itulah ,maka terkenallah beliau di kota padang dan mulai dikenal pula oleh seorang ulama besar di kota padang itu,yaitu syeikh Haji Khatib Ali,ayahandanya Prof.Drs.H. Amura. Syeikh Khatib Ali ulama besar ahli al-sunnah wa al-jama’ah dipadang .Murid daripada Syeikh Ahmad Khatib di Mekkah Al- Mukarramah, beliu mendapat ijazah ilmu agama dari Syeikh Ahmad Khatib dan mendapat pula ijazah Tariqat Naqsyabandiyah dari pada Syeikh Ustman Fauzi Jabal Qubais Mekkah al-mukarramah.Yang menjadikan beliu terkenal di padang karena kegigihannya mempertankan `aqidah ahli al-sunnah wa al-jama`ah dan mazhab syafi`i, di samping pula beliu adalah menantu seorang ulama besar dalam ilmu syari`at dan tariqat,yaitu Syeikh sa`ad Mungka, Syekh Khatib Ali sangat tertarik kepada Syekh muda Waly sehingga beliau menjodohkan Syekh Muda Waly dengan seorang family beliau yaitu Hajjah Rasimah,yang akhirnya melahirkan Syekh prof.Muhibbuddin Waly.Sejak itulah kemasyhuran Syekh Muda Wali semakin meningkat dan terus ditarik oleh ulama-ulama besar lainnya dalam kelompok para ulama kaum tua,tetapi beliau secara tidak langsung juga mengambil hal-hal hal yang baik dari ulama-ulama lainnya, seperti orang tuanya Buya Hamka, Haji rasul. Kemudian Syekh Muda waly juga berkenalan dengan Syekh Muhammad Jamil Jaho. Maka beliau mengikuti pengajian yang diberikan oleh Ulama besar Padang tersebut. Hubungan beliau dengan Syekh Muda Waliy pada mulanya hanya sekadar guru dan murid. Syekh Jamil Jaho adalah seorang Ulama Minangkabau, murid Syekh Ahmad Khatib. Beliau diakui kealimannya oleh ulama lainnya terutama dalam ilmu bahasa arab. Di Pesantren jaho itulah Syekh Muhammad Jamil Jaho mengumpulkan murid muridnya yang pintar untuk mencoba pengetahuan Syekh Muda Waly pada lahiriyahnya mereka seperti mengaji pada Syekh Muda Waly tapi pada hakikatnya adalah untuk menguji dan mencoba Syekh Muda Waly dengan berbagai ilmu alat. Rupanya semua debatan tersebut dapat dijawab oleh Syekh Muda Waly. Dari situlah, Syekh Muda Waly semakin terkenal dikalangan para ulama Minangkabau. Akhirnya Syekh Muda Waly dinikahkan dengan putri Syekh Muhammad Jamil Jaho yaitu dengan seorang putrinya yang juga alim, Hajjah Rabi`ah yang akhirnya melahirkan Syekh H.Mawardi Waly. Akhirnya syekh Muda Waly menempati rumah pemberian paman istri beliau yang pertama, Hajjah Rasimah. Rumah itu terdiri dari dari dua tingkat. Pada bagian bawahnya di gunakan sebagai madrasah tempat majlis ta`lim. Apabila datang hari hari besar islam ummat Islam di Kota Padang beramai ramai datang kerumah tersebut. Para Ulama Kota Padang khususnya sering berdatangan ke rumah tersebut karena bila tak ada undangan Syekh Muda Waly sibuk mengajar dan berdiskusi dengan para ulama lainnya Apalagi dalam rumah itu juga tinggal seorang ulama besar lain, Syekh Hasan Basri, menantu dari Syekh Khatib `Ali Padang dan suami dari Hajjah Aminah, ibunda dari istri beliau Hajjah Rasimah. Pada tahun 1939 Syekh Muda Waly menunaikan ibadah haji ketanah suci bersama salah seorang istri beliau Hajjah rabi`ah. Selama di Makkah beliau tidak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan .Selain menunaikan ibadah haji, beliau juga memanfaatkan waktu untuk menimba ilmu pengetahuan dari ulama ulama yang mengajar di Masjidil Haram antara lain Syekh Ali Al Maliki, pengarang Hasyiah al – Asybah wan nadhaair bahkan beliau mendapat ijazah kitab kitab hadis dari Syekh Ali Al Maliki . Selama di Makkah Syekh Muda Waly seangkatan dengan Syekh Yasin Al fadani, seorang ulama besar keturunan Padang yang memimpin Lembaga Pendidikan Darul Ulum di Makkah al mukarramah . Pada waktu Syekh Muda Waly berada di Madinah pada setiap saat shalat beliau selalu menziarahi kuburan yang mulia Rasulullah Saw. Pada waktu itu siapa saja yang menziarahi kuburan Nabi secara dekat, akan dipukul oleh polisi dengan tongkatnya, tetapi pada saat Syekh Muda Waly sedang bermunujat dekat makam Rasullualah, beliau didekati oleh polisi, ingin memukul beliau, maka Syekh Muda Waly langsung berbicara dengan polisi tersebut dengan bahasa arab yang fasih sehingga polisi tersebut tertarik dengan beliau dan membiarkan beliau duduk lama didekat maqam Nabi SAW. Di Madinah Syekh Muda Waly berdiskusi dengan para ulama ulama dari negeri lain terutama dari Mesir, beliau tertarik dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di negeri Mesir,sehingga beliau sudah bertekat menuju ke Mesir,tetapi beliau lupa bahwa pada saat itu beliau membawa istri beliau Hajjah Rabi`ah, istri beliau keberatan ditinggalkan untuk pulang ke Indonesia, akhirnya beliau urung berangkat ke Mesir. Selama beliau di Makkah ataupun Madinah beliau tak sempat mengambil ijazah dalam Tahariqat apapun.Hal ini kemungkinan besar karena dua hal : 1. Karena beliau berada di tanah suci lebih kurang hanya tiga bulan ,waktu yang sangat singkat bagi beliau yang mempunyai cita-cita besar untuk menggali ilmu dari berbagai ulama, sehingga habislah waktu beliau hanya untuk menemui dan berdiskusi dengan para ulama lainnya. 2. pada umumnya para pelajar yang datang ke Tanah suci untuk mengamalkan thariqat, mengambil ijazah, dan berkhalwat harus berada di tanah suci pada bulan Ramadan, karena pada bulan Ramadan halaqah pengajian sepi bahkan libur, semua waktu dalam bulan Ramadhan dutujukan untuk beribadah.Sedangkan Syekh Muda Waly berada di Tanah suci bukan dalam bulan Ramadhan . Kepulanngan Syekh Muda Waly dari tanah suci beliau mendapat sambutan dari murid murid beliau serta dari ulama ulama Minangkabau lainnya seperti Syekh `Ali Khatib, syekh Sulaiman Ar Rasuli, Buya syekh Jamil Jaho. Hal ini dikarenakan dengan kembalinya Syekh Muda Waly, maka bertambah kokoh dan kuatlah benteng Ahlussunnah wal jamaah di padang khususnya. Dikalangan ulama ulama besar itu, Syekh Muda Waly merupakan yang termuda diantar mereka, sehingga dalam perdebatan perdebatan ilmu keagamaan yang populer pada masa itu, Syekh Muda Waly lebih didahulukan oleh ulama dari kelompok kaum tua untuk menghadapi ulama dari kaum muda. Uniknya kedua belah pihak (Ulama kaum Tua dan Ulama kaum Muda) menampilkan orang orang muda dari kedua belah pihak. Sehingga antara ulama tua dari kedua belah pihak seolah olah tidak terjadi perbedaan pendapat. Walaupun Syekh Muda Waly telah memiliki ilmu pengetahuan agama yang luas, namun ada hal yang belum memuaskan hati beliau yaitu ilmu yang beliau miliki belum mampu menenangkan batin beliau, akhirnya beliau memutuskan untuk memasuki jalan tasauf sebagaimana yang telah ditempuh oleh ulama – ulama sebelumnya. Apabila Ar Raniri di Aceh mengambil tariqat Rifa`iyah dan Syekh Abdur Rauf yang lebih dikenal oleh masyarakat Aceh dengan sebutan Teungku Syiah Kuala mengambil tariqah Syatariyah maka Syekh Muda Waly memilih Thariqat Naqsyabandiyah, sebuah tariqat yang popular di Sumatra Barat kala itu . Beliau berguru kepada seorang Ulama besar Tariqah di sumatra barat kala itu yaitu Syekh Abdul ghani Al Kamfary bertempat di Batu Bersurat, kampar, bangkinang. Beliau bersuluk disana selama 40 hari lamanya. Menurut sebagian kisah menyebutkan bahwa selama dalam khalwatnya dengan riyadah dan munajat berupa mengamalkan zikir zikir sebagaimana atas petunjuk Syekh Abdul Ghany beliau sempat mengalami lumpuh sehingga tidak bisa berjalan untuk mandi dan berwudhuk. Setelah selesai berkhalwat beliau merasakan kelegaan batin yang luar biasa jauh melebihi kebahagiannya ketika mendapat ilmu yang bersifat lahiriyah selama ini. Beliau mendapat ijazah mursyid dari Syekh Abdul Ghani sebagai pertanda bahwa beliau sudah diperbolehkan untuk mengembangkan thariqah Naqsyabandi yang beliau terima. Setelah mendapat ijazah thariqah beliau kembali ke kota Padang dan mendirikan sebuah Pesantren yang bernama Bustanul Muhaqqiqin di Lubuk Begalung Padang, Sebuah pesantren yang terdiri dari beberapa surau dan asrama, banyak murid yang mengambil ilmu di pesantren tersebut bahkan juga santri – santri dari Aceh. Tetapi pada saat jepang masuk kePadang, Syekh Muda Waly mengambil keputusan pulang ke Aceh karena di Aceh beliau merasa lebih tenang dan nyaman dalam mengamalkan dan mengembangkan ilmu yang telah beliau miliki. Sehingga akhirnya Pesantren yang beliau bangun di Padang lumpuh. PULANG KE ACEH Setelah Syekh Muda Waly berjuang menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan yang secara lahiriahnya seperti tidak teratur, tetapi pada hakikatnya bagi Allah S.W.T., perjalanan pendidikan beliau selama ini membawa beliau naik ke tingkat martabat ulama dan hamba Allah yang shalih. Maka dengan hasil perjalanan pandidikannya serta pengalaman-pengalaman yang beliau dapati selama ini, rasanya bagi beliau sudah cukup dijadikan pokok utama untuk mengembangkan agama Allah ini dengan pendidikan pesantren di tempat beliau dilahirkan, di blang poroh Darussalam Labuhan Haji, Aceh Selatan. Meskipun pada waktu itu kata Darusssalam itu belum ada, dan adanya nama ini setelah beliau mendirikan pesantren di desa beliau sendiri. Lebih kurang pada akhir tahun 1939, beliau kembali ke Aceh Selatan melalui parahu layar dari Padang ke Aceh di kecamatan Labuhan haji. Beliau disambut dengan meriah oleh ahli famili, para teman dan masyarakat labuhan Haji. Setelah beberapa hari beliau berada di desanya, maka beliau bertekad membagun sebuah pasantren. Pembangunan sebuah pesantren kali pertama tentu seadanya saja. Maka beliau hanya mendirikan sebuah surau bertingkat dua. Pada tingkat dua di atas sebagai tempat tinggal beliau beserta keluarga, sedangkan pada tingkat bawah dan yang masih tersisa di atas dipergunakan sebagai tempat ibadah. Lahan tempat mendirikan musholla yang diberi oleh famili beliau sangat terbatas, sedangkan jamaah sudah mulai kelihatan berbondong-bondong datang ke surau beliau. Ibu-ibu pada malam selasa dan harinya, sedangkan bapak-bapak pada malam rabu dan harinya pula. Oleh karena itu, maka beliau ingin memperluas lahan untuk betul-betul memulai sebuah pesantren yang dapat menampung santri-santri dengan tempat tinggalnya sekalian, yang dalam istilah Aceh, disebut dengan rangkang-rangkang. Maka beliau berusaha untuk membeli tanah sekitar surau yang ada. Beliau membeli tanah untuk pembangunan pesantren sedikit demi sedikit, hingga mencapai ukuran 400×250 m2. Di atas tanah itulah beliau menampung santri-santri yang berdatangan sedikit demi sedikit, dari Kecamatan Labuhan Haji, dari kecamatan-kecamatan di Aceh Selatan, bahkan juga dari berbagai kabupaten di Daerah Istimewa Aceh. Berkembanglah pesantren itu, sehingga pelajar-pelajar dari luar daerah pun pada berdatangan, khususnya dari berbagai propinsi di Pulau Sumatra. Pesantren itu beliau bagi-bagi atas berbagai nama, sebagai berikut: 1. Darul-Muttaqin, di bagian ini terletak lokasi madrasah, mulai dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi dan di sampingnya dibangun sebuah surau besar selaku tempat ibadah. Khususnya dalam pengembangan tariqat Naqsyabanditah dan dijadikan tempat khalwat atau suluk 40 hari selama ramadhan dengan 10 hari sebelumnya, 10 pada awal zulhijjah, 10 hari pada bulan Rabiul awal 2. Darul `Arifin, dilokai ini bertempat tinggal guru guru ynag sebagian besar sudah berumah tangga.Lokasinya agak berdekatan dengan pantai Laut Samudra Hindia 3. Darul Muta`allimin, ditempat ini bertempat tinggal para santri pilihan diantaranya anak syekh Abdul ghani Al kampari,guru tasauf Syekh muda Waly . 4. Darus salikin, dilokasi ini banyak asrama asrama tempat tinggal para pelajar penuntut ilmu yang juga digunakan sebagai tempat berkhalwat. 5. Darul zahidin, Lokasi yang paling ujung dari lokasi pesantren Darussalam ini, Kalau bukan karena tempat lainnya sudah penuh,maka jarang seklai santri yang mau tinggal di lokasi ini apalagi tempat ini pada mulanya merupakan tambak udang dan ikan . 6.Darul Ma`la, lakasi ini merupakan lokasi nomr satu karena tanhnya tinggi dan udaranyapun bagus dan terletak dipinggir jalan. Semua lokasi ini dinamakan oleh syekh Muda waly dengan nama demikian sebagai tafaul kepada Allah semoga semua santri yang belajar disitu menjadai hamba hamba Allah yang senatiasa menuntut ilmu (Al Muta`allimin), hamba hamba yang zahid, mengutamakan akhirat dari pada dunia (Az-Zahidin), hamba hamba yang shalih mendapat tempat terhormat baik disisi Allah maupun dalam pandangan masyarakat . Tak lama kemudian beliau menikah dengan seorang wanita dari desa pauh, Labuhan Haji. Kemudian beliau mendirikan sebuah pesantren lain di ibu kota kecamatan. Pesantren ini merupakan sebuah pesantren khusus, pelajarnya juga tidak banyak. para pelajar di pesantren ini secara langsung berhadapan dengan kaum orang orang yang berfaham wahabi sehingga mendatangkan persaingan pengembangan ilmu pengetahuan agama melalui perdebatan yang diadakan para pelajar membahas masalah masalah khilafiyah dengan dalil dalilnya menurut pendirian ulama ahlussunnah waljamaah. Dipesantren inilah diadakan pengajian yang dikuti oleh semua lapisan masyarakat bahkan juga dikuti oleh kalangan Muhammadiyah dan golongan Salik Buta sehingga menjadikan majlis ini majlis yang dipenuhi dengan pertanyaan dan debatan yang ditujukan kepada Syekh Muda Waly. Namun semuanya dapat di jawab oleh Syekh Muda Waly dengan jawaban ilmiah yang memuaskan.

 PENDIDIKAN PESANTREN
 Di pesantren yang beliau bangun itu Syekh Muda Waly mengajarkan kepada masyarakat ilmu agama, khusus untuk kaum ibu pada hari malam selasa, senin, atau malam senin. Pada malam senin kaum ibu ibu mendapat ceramah agama dari guru guru yang telah ditetapkan oleh beliau. sedangkan pada selasa pagi sebelum zuhur, setelah pengajian subuh, semua kaum ibu ibu yang bermalam di pesantren ikut membangaun pesantren dengan menimbun sebagian lokasai pesantren yang belum rata dengan batu yang diambil dari pantai. Satu yang aneh dan luar biasa, batu itu dihempaskan oleh gelombang air laut kepantai dan batu batu itu berwarna putih bersih. Dan ini hanya terjadi di pantai yang berada di dekat pesantren. Setelah shalat Dhuhur para ibu ibu tersebut mendapat ceramah dari guru yang telah ditentukan oleh Syekh Muda Waly yang kemudian lanjutkan dengan tawajuh dalam tariqat Naqsyabandiyah dan shalat ashar. Sedangkan waktu untuk kaum laki laki adalah pada selasa malam mulai maghrib hingga larut malam. Pada setiap bulan Ramadan Syekh Muda waly mengadakan khalwat untuk masyarakat yang dimulai sejak sepuluh hari sebelum Ramadan sampai hari raya idul fitri. Ada yang berkhalwat selama 40 hari ada juga yang 30 hari dan ada juga yang 20 hari. selain dalam bulan Ramadan, khalwat juga diadakan dalam bulan Rabiul awal selama 10 hari, demikian juga pada bulan Zulhijjah selama 10 hari semenjak tanggal satu sampai 10 Zulhijjah. Sistem pendidikan pesantren yang diterapkan oleh syekh Muda Waly terbagi kepada dua: 1. sistem qadim, yakni sitem pendidikan yang telah berjalan bagi para ulama sebelumnya. Sistem ini menekankan supaya kitab kitab yang dipelajari mesti khatam. Oleh Karena guru hanya membaca, menerjemahkan dan menjelaskan sepintas lalu makna yang terkandung di dalamnya. Menurut beliau sitem ini kita bagaikan naik bus pada malam hari, yang kita lihat hanyalah jalan yang disorot oleh lampu bus saja.walaupun perjalanannya panjang dan banyak yang kita lihat tetapi hanyalah sekedar jalan yang diterangi oleh lampu bus saja,sedangakan dikiri kanannya kita tidak melihatnya. 2. sistem madrasah. Pada sitem ini para pelajar sudah mengunakan bangku dan papan tulis. Pada sitem kedua ini tidak ditekankan pada khatam kitab, tetapi harus banyak diskusi untuk pendalaman, sebagai contoh, apabila pelajaran fiqh yang dibaca adalah kitab Tuhfah Al Muhtaj syarah Minhajul Thalibin, maka yang dibaca hanya sekitar 10 baris saja, dilanjutkan dengan pembahasan pada matannya, syarahnya serta hasyiah hasyiahnya serta pendalaman berdasarkan dalil dalilnya baik dari Al Qur an, Al Hadis ataupun disiplin ilmu lainnya. ini memang memakan waktu yang lama, tetapi bila para santri terbiasa dengan sistem ini maka akan menghasilkan pemahaman yang mendalam dalam memahami kitab kuning. Rupanya kedua sitem ini sangat menarik sehingga banyak santri yang berdatangan ke Darussalam yang berasal dari berbagai daerah. Syekh Muda Waly mengamalkan ilmunya dengan luar biasa. Pukul 6.00 pagi beliau mengajar semua santri mulai dari tingkat yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Disini terbuka pintu bagi semua santri untuk menanyakan segala sesuatu tentang lafaz yang beliau baca. Pukul 9.00 pagi setelah sarapan dan shalat dhuha belaiu menagjar pada tingkat yang lebih tinggi, yang terdiri dari para dewan guru, kitab yang dibaca adalah Tuhfah Al Muhtaj, jam`ul jawami` dan kitab besar lainnya sampai waktu ashar. Sesudah asar beliau juga menyediakan waktu bagi siapa saja yang berminat mengambil ilmu dari beliau. Syekh Muda Waly sangat disiplin dalam mengajar sehingga dalam kondisi sakitpun beliau tetap mengajar. Pernah pada satu kali pada saat beliau sakit. para murid beliau sepakat untuk tidak mendebat beliau, tetapi hanya mendengarkan penjelasan dari beliau, rupanya hal ini membuat beliau marah, kenapa para murid beliau tidak mendebat beliau, Pertanyaan dan debatan dari murid murid beliau rupanya menjadi obat yang sangat mujarab bagi beliau.Tetapi beberapa saat setelah mengajar beliau kembali jatuh sakit. Ketekunan dan kedisiplinan beliau dalam mendidik muridnya telah membuahkan hasil yang luar biasa,sehingga dari beliau lahirlah puluhan ulama ulama yang menjadi benteng Ahlussunnah di Aceh dan sekitarnya, hampir seluruh pesantren di Aceh sekarang ini mempunyai pertalian keilmuan dengan beliau dan dari murid murid beliau, lahir pulalah ulama ulama terpandang dalam masyarakat. Dengan adanya perjuangan beliau perkembangan faham wahabi dan ide pembaruan terhadap ajaran islam yang telah menjalar ke sebagian tokoh tokoh di Aceh dapat ditekan, beliau sangat istiqamah dengan faham Ahlussunnah dan mazhab syafii Diantara murid murid beliau adalah:
 1. Al Marhum Tgk. H.Abdullah Hanafiah Tanoh Mirah,pimpinan Dayah darul Ulum, Tanoh Mirah, Bireun 2. Al Marhum Tgk.Abdul Aziz bin Shaleh,pimpinan pesantren MUDI MESRA(Ma`hadal Ulum Diniyah Islamiyah)Samalanga,Bireun
. 3. Al Marhum Tgk. Muhammad Amin Arbiy.Tanjongan,Samalanga,Bireun.
 4. Tgk. H.Muhammad Amin Blang Bladeh(Abu Tumin)pimpinan pesabtren Al Madinatut Diniyah Babussalam,Blang Bladeh Bireun.
 5. Teungku H.Daud Zamzamy.Aceh Besar.
 6. Al Marhum Tgk..Syekh Syihabuddin Syah(Abu Keumala)pimpinan pesantren Safinatussalamah , Medan. 7. Teungku Adnan Mahmud pendiri pesantren Ashabul Yamin Bakongan Aceh Selatan .
 8. Al Marhum.Tgk Syekh Marhaban Krueng Kalee(putra Syekh Hasan Krueng kale) mantan menteri muda era Sukarno.
 9. Al MarhumTgk.Muhammad Isa Peudada
 10. Al MarhumTgk.ja`far Shiddiq Kuta Cane
11. Al MarhumTgk. Abu Bakar sabil,Meulaboh Aceh Barat
 12. Al MarhumTgk.Usman fauzi.Cot Iri,Aceh Besar.
 13. Syekh.prof.Muhibbuddin waly (putra beliau sendiri yang paling tua)
 14. Al Marhum Syekh Jailani 15. Al Marhum Syekh Labai sati , Padang Panjang
 16. Al Marhum Tgk.. Qamaruddin ,Teunom.Aceh Barat
 17. Tgk.Syekh Jamaluddin Teupin Punti,Lhok sukon,Aceh utara
 18. Tgk.Syekh Ahmad Blang Nibong Aceh Utara
 19. Tgk.Syekh Abbas Parembeu,Aceh Barat
 20. Tgk.Syekh Muhahammad Daud,Gayo
 21. Tgk.Syekh Ahmad,Lam Lawi,Aceh Pidie
 22 Tgk.Muhammad Daud Zamzami,Aceh Basar.
 23. Tuanku Idrus, Batu Basurek,Bangkinang
 24. Al Marhum Tgk.Syekh Amin Umar,Panton labu
 25 Syekh Nawawi Harahap,Tapanuli
 26. Al Marhum Tgk Syekh Usman Basyah,Langsa
 27. Tgk.Syekh Karimuddin,Alue Bilie,Aceh Utara
 28. Tgk.Syekh Basyah Kamal Lhoung,Aceh Barat
 29. Dan lain lain Selain meninggalkan murid,

beliau juga meninggalkan beberapa tulisan diantaranya :
1.Al fatwa,Sebuah kitab dalam bahasa indonesia dengan tulisan arab,berisi kumpulan fatwa beliau mengenai berbagai macam permasalahan agama
 2.Tanwirul anwar,berisi masalah masalah aqidah
 3,Risalah adab zikir ismuz Zat
 4.Permata Intan,sebuah risalah singkat berbentuk soal – jawab mengenai masalah i`tidaq
 5.Intan Permata,risalah singkat berisi masalah tauhid Dalam risalah yang terakhir (Intan Permata) beliau memberi keputusan tentang perdebatan Syekh Ahmad Khatib dengan Syekh Sa`ad Mungka, beliau menyebutkan: “Ketahuilah hai segala ummat Ahlussunnah waljamah, bahwasanya karangan yang mulia Syekh Ahmad al Khatib yang bernama Izhar Zighlil-Kazibin,tentang membantah Rabithah dan Thariqat naqsyabandiyah itu adalah silap dan salah paham dari Syekh yang mulia itu, karena beliau itu telah ditolak oleh yang mulia Syekh Sa`ad Mungka Payakumbuh (Sumatra Tengah) dengan kitabnya Irghamu Unufil Muta`annitin, Kemudian kitab ini dijawab pula oleh yang mulia Syekh Ahmad al khatib dengan kitabnya as Saiful Battar, Kitab ini pun ditolak oleh yang mulia Syekh As`ad Mungka dengan kitabnya yang bernama Tanbihul `Awam.
Pada akhirnya patahlah kalam Tuan Syekh Ahmad al-Khatib .karena itu maka hamba yang faqir ini, Syekh Muhammad waly al Khalidy sebabnya mengambil Thariqat Naqsyabandiyah adalah setelah muthala`ah pada karangan karangan Syekh Ahmad Khathib dan karangan karangan Syekh Sa`ad Mungka dimana antara karangan kedua-dua orang ulama itu sifatnya soal jawab dan debat-berdebat.perlu diketahui bahwa Tuan Syekh Ahmad Khatib itu murid Sayyid syekh Bakrie bin sayyid Muhammad Syatha, Sedangkan Tuan Syekh As`ad Mungkar murid Mufti Az Zawawy, gurunya Syekh Usman Betawi yang masyhur itu.
Maka muncullah kebenaran ditangan Tuan Syekh Sa`ad Mungka apalagi saya telah melihat pula kitab as Saiful Maslul karangan ulama Madinah selaku menolak kitab Izhar Zighlil Kazibin. Oleh sebab itu bagi murid muridku yang melihat karangan syekh Ahmad Khatib itu janganlah terkejut, karena karangan beliau itu ibarat harimau yang telah dipancung kepalanya.” Syekh Muda Waly bukan hanya berperan dalam menyebarkan ilmu agama saja, tapi beliau memiliki andil yang besar dalam mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan Republik Indonesia. Dalam mempertahankan proklamasi 17 agustus 1945 para ulama Aceh tampil kedepan dengan mengeluarkan fatwa jihad fi sabilillah dan mendirikan barisan barisan perjuangan.Pada tanggal 18 Zulqa`dah 1364 Tengku Syekh Hasan Krueng Kalee mengeluarkan fatwa dengan menyatakan bahwa perjuangan mempertahankan Republik Indonesia dan berperang menetang musuh musuh Allah adalah suatu kewajiban dan apabila mati dalam peperangan itu akan mendapat pahala syahid.
Disamping itu juga diterangkan pula hendaklah ummat islam mengorbankan jiwa dan harta untuk menolong agama Allah dan menolong negara yang sah. fatwa itu disebarkan luaskan keseluruh Aceh melalui pemuda pemuda Aceh yang tergabung dalam Barisan Pemuda Indonesia yang kemudian menjadi Pemuda republic Indonesia.
 Berdasarkan itu Syekh Muda Waly di Labuhan Haji memperkuat fatwa tersebut melalui pengajian pengajian dan ceramah ceramah umum, bahkan beliau menjabat sebagai pimpinan tertinggi dalam barisan Hizbullah, meskipun dalam pelaksanaannya banyak diserahkan kepada keponakannya yang juga merupakan seorang ulama muda yang kemudian menjadi menantu beliau.
Di samping itu PERTI yang dipimpin oleh Nya` Diwan telah membawa satu barisan perjuanagan dari Sumatra barat yang disebut Lasymi (Laskar Muslimin Indonesia). Antara kedua laskar ini saling mengisi demi memperjuangkan Ahlussunnah dan mempertahankan kedaulatan Negara dari tangan penjajah.. Peristiwa berdarah di Aceh Dalam mempertahankan keutuhan negara Indonesia beliau juga memiliki peran ynag sangat penting, Pada tanggal 13 Muharram 1373 /21 september 1953 meletuslah peristiwa berdarah di Aceh yaitu peristiwa DI/TII yang dipimpin oleh Tgk.Muhammad Daud Bereueh, mantan gubernur militer Aceh Langkat dan Tanah Karo dan mantan gubernur Aceh dan merupakan salah seorang pemimpin utama PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh). Beliau memang tidak bergabung dalam PUSA karena sebagian besar ulama ynag bergabung dalam PUSA telah terpengaruh dengan ide pembaruan dalam Islam dari Minangkabau. Dalam hal ini para ulama besar di Aceh yang terdiri dari Kaum Tua antara lain Syekh Muda waly, Syekh Hasan Krueng Kalee, Teungku Abdul Salam Meuraksa,Teungku Saleh Mesigit Raya dan ulama lainnya tidak mendukung gerakan ini, karena mereka mengetahui bahwa latar belakang kejadian ini bukanlah hal hal yang dikaitkan dengan agama tetapi hanyalah hal hal yang dikaitkan dengan dunia semata, oleh karena itu para ulama terszebut mengeluarkan fatwa mengutuk pemberontakan tersebut atas nama para ulama ulama tersebut, tetapi karena semua ulama tersebut berada dalam PERTI maka penonjolannya lebih terlihat atas nama PERTI.Teungku Syekh Muda Waly pada tanggal 18 November 1959 dalam suatu rapat umum di Labuhan Haji mengharamkan pemberontakan tersebut, dan beliau menyatakan siap memberi bantuan menurut kesanggupan beliau, para ulama ulama tersebut sangat menyayangkan kenapa faktor faktor pemberontakan tersebut tidak di musyawarahkan terlebih dahulu dengan para ulama- ulama besar di Aceh, sehingga segala permasalahan dapat diselesaikan tanpa harus melalui peristiwa berdarah, karena jasa beliau itu, beliau pernah diundang oleh Presiden Sukarno ke istana Bogor pada tahun 1957 untuk menghadiri Konferensi Ulama Indonesia untuk memutuskan kedudukan Presiden Sukarno menurut Islam, dalam konferensi tersebut beliau para ulama dari seluruh Indonesia sepakat menyatakan bahwa presiden Sukarno itu presiden yang sah dengan prediket Wali al amri al Dharury bi al syaukah. Setelah berjuang demi tegaknya agama ini, akhirnya Syekh Muda Waly kembali kehadapan Allah pada tanggal 11 syawal 1381/20 maret 1961 tepat pukul 15.30 WIB hari selasa. Jenazah beliau di shalatkan oleh ulama dan murid murid beliau serta masyarakat yang terjangkau kehadirannya ke Dayah Labuhan Haji, karena pada zaman itu kendaraan umum masih sangat minim di Aceh selatan. Beliau dimakamkan dalam komplek Dayah Labuhan Haji yang beliau pimpin. Selanjutnya kepemimpinan Pesantren tersebut dilanjutkan oleh putra putra beliau secara bergantian antara lain Syekh Muhibbuddin Waly, Syekh Jamaluddin Waly, Syekh Mawardi Waly, Syekh Nasir Waly, Syekh Ruslan Waly dan putra putra beliau lainnya. Hal ini karena hampir semua putra beliau menjadi ulama ulama terkemuka.
    Beliau bukan hanya berhasil dalam mendidik murid muridnya tetapi juga berhasil mendidik putra putranya menjadi ulama ulama yang gigih mempertahankan faham Ahlussunnah wal jamaah. Keberhasilan beliau dapat terlihat dengan jelas, dimana sekarang ini hampir semua pesantren tradisional di Aceh mempunyai silsilah keilmuan dengan beliau. Coba kita lihat beberapa pesantren diAceh saat ini antara lain :
1. Pesantren LPI .MUDI MESRA, Samalanga dipimpin oleh Teungku H.Hasanoel Basry(Abu Mudi)murid dari Syekh Abdul Aziz (murid Syekh Muda Waly,pimpinan MUDI MESRA sebelumnya)
2. Pesantren Al Madinatud Diniyah Babusslam Blang Bladeh,Bireun dipimpin oleh Syekh H.Muhammad Amin Blang Bladeh (murid Syekh Muda Waly)
3. Pesantren Malikussaleh Panton Labu Aceh utara,dipimpin oleh Syekh .H.Ibrahim Bardan (murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga)
4. Pesantren Darul Huda Lhueng Angen,Lhok Nibong,Aceh Utara,dipimpin oleh Syekh Abu Daud(murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga)
5. Pesantren Darul Munawwarah ,Kuta Krueng,Bandar Dua.Pidie jaya.dipimpin oleh TGK.H Usman Kuta Krueng (murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga)
6. Pesantren Darul ulum,Tanoh Mirah .Bireun.dipimpin oleh TGK.Muhammad Wali,putra Syekh Abdullah Hanafiah,(murid Syekh Muda waly dan pimpinan pesantren tersebut sebelumnya)
7. Pesantren Raudhatul Ma`arif Cot Trueng Aceh Utara, dipimpin oleh TGK.H.Muhammad Amin (murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga)
8. Pesantren Darul Huda, Paloh gadeng Aceh utara.dipimpin oleh Syekh Mustafa Ahmad (Abu Mustafa Puteh,murid Syekh Muhammad Amin Blang Bladeh)
9.Pesantren Ashhabul Yamin,Bakongan,Aceh Selatan,dipimpin oleh Syekh Marhaban Adnan(murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga,putra Syekh Adnan Mahmud Bakongan )
10. Pesantren Ruhul fata,Seulimum,Aceh Besar,dipimpin oleh TGK.H.Mukhtar Luthfy (murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga)
11. Pesantren Serambi Makkah,Meulaboh,Aceh Barat.dipimpin oleh Syekh Muhammad Nasir L.c(murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga putra Abuya Syekh Muda waly)
12. Bahrul Ulum Diniyah Islamiyah (BUDI )Lamno,Aceh Jaya.dipimpin oleh Tgk.H.Asnawi Ramli,sebelumnya dipimpin oleh Tgk.Syekh Ibrahim Lamno (murid Syekh Abdul `Aziz Samalanga)
13. Yayasan Dayah Ulee Titi,Ulee Titi,Aceh Besar,dipimpin oleh Tgk.Syekh `Athaillah(murid Syekh Ibrahim Lamno) Kesemua Pesantren tersebut dan beberapa pesantren lainnya mempunyai pertalian keilmuan dengan Syekh Muda Waly. Demikianlah manaqib singkat Syekh Muda Waly yang lebih populer dalam masyarakat Aceh dengan sebutan Abuya Muda Waly, seorang ulama yang sangat berperan dalam mempertahankan Faham Ahlussunnah dan mazhab Syafii di bumi Aceh. Seorang Ulama besar yang bisa dikatakan sebagai Mujaddid untuk Aceh dan sekitarnya . Semoga Allah menempatkan beliau disisinya yang tinggi.dan semoga Allah melahirkan Syekh Muda Waly lainnya untuk Aceh ini khususnya dan untuk ummat islam lainnya.



Editing Site.

Jual Pulsa Elektrik, Agen Pulsa , Master Pulsa

Bisnis Pulsa Elektrik
    Cara Kerja Server Pulsa Elektrik Yang Perlu Diketahui

    Ketika kita ingin memulai bisnis pulsa elektrik, pertama-tama yang harus kita lakukan adalah mencari dan menemukan server yang tepat. Bagaimana cara menemukan server yang tepat? Pertama-tama kita harus melihatnya dari segi harga yang ditawarkan. Ini sangat penting karena sangat berkaitan dengan keuntungan yang bisa kita dapatkan nantinya. Apabila harga jual pulsa dari server sudah mahal, tentu kita kesulitan dalam menjual elektrik pulsa kita ke costumer. Sebagai contoh, misalnya server menjual pulsa seharga Rp.5500 padahal harga jual yang bisa kita berikan ke costumer tidak bisa lebih dari Rp.6000, maka keuntungan yang kita dapat hanya Rp.500.
Keuntungan yang kita dapat tentu berbeda apabila server menjual pulsanya lebih murah. Oleh karena itu, penting sekali bagi kita sebagai pemula dalam bisnis pulsa elektrik untuk menemukan server yang tepat. Lakukan sedikit survey sebelum memutuskan server mana yang bisa memberikan harga lebih bersahabat. Kita bisa melakukan survey online melalui mesin pencari untuk menghemat waktu dan tenaga. Selain itu, dengan survey online, kita juga dapat dengan mudah mencari informasi mengenai fitur-fitur apa saja yang ditawarkan oleh server. Misalnya jika kita ingin membeli chip dari operator, kita perlu mengetahui apakah server tersebut menyediakan banyak pilihan chip dari operator-operator ternama.

    Setelah kita menemukan server pulsa elektrik yang tepat, kita perlu memahami cara kerja mereka. Hal ini mempermudah pekerjaan kita apabila suatu hari terdapat kendala. Secara umum, operator kartu akan mengirim pulsa ke server dan server meneruskannya ke kita (agen). Jadi ketika kita melayani pulsa ke costumer, kita cukup mengirim sms dengan kode-kode tertentu kepada server agar bisa diteruskan ke operator kartu yang bersangkutan. Operator kartu akan mengirim pulsa ke nomor yang diberikan dan mengirim pemberitahuan, baik ke costumer maupun kea gen, apakah pengiriman pulsa berhasil ataukah gagal.
    Cara penjualan pulsa elektrik seperti ini sangat simple dan modalnya sangat murah. Kita hanya memerlukan sebuah ponsel sebagai alat pengiriman berita. Kita pun dapat memutuskan berapa chip operator yang ingin kita beli. Beberapa server mungkin akan meminta deposit dalam jumlah tertentu, namun banyak juga yang membebaskan jumlahnya. Dengan demikian, jika budget kita terbatas kita bisa membeli seperlunya saja. Jika kita memiliki modal agak besar, kita bisa membeli lebih banyak dan itu berarti lebih banyak juga keuntungan yang kita dapatkan.

    Kekurangan cara penjualan pulsa elektrik seperti ini adalah ketika jaringan sangat padat, transaksi harus dilakukan bergiliran. Apabila antrinya lama, maka kita pun akan terlambat mengirimkan pulsa ke costumer sehingga bisa kena complain. Selain error pada jaringan cara penjualan elektrik pulsa lebih banyak keuntungannya daripada kerugiannya.

    Selamat bekerja semoga apa yang anda baca diblog saya ini dapat bermanfaat bagi anda. wassalam......

sejarah Alm. Abu Ibrahim Woyla

Alm. Abu Ibrahim Woyla
Cerita Singkat Waliyullah Aceh Abu Ibrahim Woyla

Alm. Abu Ibrahim Woyla, Aceh Barat

    Abu Ibrahim Woyla adalah seorang ulama pengembara [AULIA ALLAH]. Ulama ini dalam masyarakat Aceh lebih dikenal dengan Abu Ibrahim Keramat. Belum pernah terjadi dalam sejarah di Woyla (Aceh Barat) bila seseorang meninggal ribuan orang datang melayat (takziah) kecuali pada waktu wafatnya Abu Ibrahim Woyla. Selama hampir 30 hari meninggalnya Abu Ibrahim Woyla masyarakat Aceh berduyun-duyun datang melayat ke kampung Pasi Aceh, Kecamatan Woyla Induk, Aceh Barat sebagai tempat peristirahatan terakhir Abu Ibrahim Woyla. Selama 30 hari itu ribuan orang setiap hari tak kunjung henti datang menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya Abu Ibrahim Woyla, sehingga pihak keluarga menyediakan 400 kotak air aqua gelas dan tiga ekor lembu setiap hari dari sumbangan mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf untuk menjamu tamu yang datang silih berganti ke tempat wafatnya Abu Ibrahim Woyla. Begitulah pengaruh ke-ulama-an Abu Ibrahim Woyla dalam pandangan masyarakat Aceh, terutama di wilayah Pantai barat selatan Aceh.

    Abu Ibrahim Woyla yang bernama lengkap Teungku (Ustadz/Kiyai) Ibrahim bin Teungku Sulaiman bin Teungku Husen dilahirkan di kampung Pasi Aceh, Kecamatan Woyla, Kabupaten Aceh Barat pada tahun 1919 M. Menurut riwayat, pendidikan formal Abu Ibrahim Woyla hanya sempat menamatkan Sekolah Rakyat (SR), selebihnya menempuh pendidikan Dayah (Pesantren Salafi/Tradisional) selama hampir 25 tahun. sehingga dalam sejarah masa hidupnya Abu Ibrahim Woyla pernah belajar 12 tahun pada Syeikh Mahmud seorang ulama asal Lhok Nga Aceh Besar yang kemudian mendirikan Dayah Bustanul Huda di Kecamatan Blang Pidie, Aceh Barat Daya. Di antara murid Syeikh Mahmud ini selain Abu Ibrahim Woyla juga Abuya Syeikh Muda Waly Al-Khalidy yang kemudian Abu Ibrahim Wayla berguru padanya, Abuya Muda Waly adalah sebagai seorang ulama tareqat naqsyabandiyah tersohor di Aceh.

    Menurut keterangan, Syeikh Muda Waly hanya sempat belajar pada Syeikh Mahmud sekitar 3 tahun, kemudian pindah ke Aceh Besar dan belajar pada Abu Haji Hasan Krueng Kale dan Abu Hasballah Indrapuri. setelah itu Syeikh Muda Waly pindah ke Padang dan belajar pada Syeikh Jamil Jaho di Padang Panjang. beberapa tahun di Padang Syeikh Muda Waly melanjutkan pendidikan ke Mekkah, kemudian Syeikh Muda Waly kembali kepadang  dan pulang ke Aceh Selatan untuk mendirikan Pesantren Tradisional di Labuhan Haji Aceh Selatan. Saat itulah Abu Ibrahim Woyla sudah mengetahui bahwa Syeikh Muda Waly telah kembali dari Mekkah dan mendirikan Dayah, maka Abu Ibrahim Woyla kembali belajar pada Syeikh Muda Waly untuk memperdalam ilmu tareqat naqsyabandiyah. Namun sebelum itu Abu Ibrahim Woyla pernah belajar pada Abu Calang (Syeikh Muhammad Arsyad) dan Teungku Bilal yatim (Suak) bersama rekan seangkatannya yaitu (alm) Abu Adnan Bakongan.

    Setelah lebih kurang 3 tahun memperdalam ilmu tareqat pada Syeikh Muda Waly, Abu Ibrahim Woyla kembali ke kampung halamannya, tapi tak lama setelah itu Abu Ibrahim Woyla mulai mengembara yang dimana keluarga sendiri tidak mengetahui kemana Abu Ibrahim Woyla pergi mengembara. Menurut riwayat dari Teungku Nasruddin (menantu Abu Ibrahim Woyla) semasa hidupnya Abu Ibrahim Woyla pernah menghilang dari keluarga selama tiga kali, Pertama, Abu Ibrahim Woyla menghilangkan diri selama 2 bulan, Kedua, Abu Ibrahim Woyla menghilang selama 2 tahun dan Ketiga, Abu Ibrahim Woyla menghilangkan diri selama 4 tahun yang tidak diketahui kemana perginya.

    Dalam kali terakhir inilah Abu Ibrahim Woyla kembali pada keluarganya di Pasi Aceh, pihak keluarga tidak habis pikir pada perubahan yang terjadi pada Abu Ibrahim Woyla. Rambut dan jenggotnya sudah demikian panjang tak ter-urus, pakaiannya sudah compang camping dan kukunya panjang seadanya. mungkin bisa kita bayangkan seseorang yang menghilang selama 4 tahun dan tak sempat untuk mengurus dirinya. Begitulah kondisi Abu Ibrahim Woyla ketika kembali ke tengah keluarganya setelah 4 tahun menghilang, maka wajar bila secara duniawiyah dalam kondisi seperti itu sebagian masyarakat Woyla menganggap Abu Ibrahim Woyla sudah tidak waras lagi.

    Abu Ibrahim Woyla oleh banyak orang dikenal sebagai ulama agak pendiam dan ini sudah menjadi bawaannya sewaktu kecil hingga masa tua. Beliau hanya berkomunikasi bila ada hal yang perlu untuk disampaikan sehingga banyak orang yang tidak berani bertanya terhadap hal-hal yang terkesan aneh bila dikerjakan Abu Ibrahim Woyla. Sikap Abu Ibrahim Woyla seperti itu sangat dirasakan oleh keluarganya, namun karena mereka sudah tau sifat dan pembawaannya demikian, keluarga hanya bisa pasrah terhadap pilihan jalan hidup yang ditempuh Abu Ibrahim Woyla yang terkadang sikap dan tindakannya tidak masuk akal. Tapi begitulah orang mengenal sosok Abu Ibrahim Woyla.

    Abu Ibrahim Woyla memiliki dua orang isteri, isteri pertama bernama Rukiah, dari hasil pernikahan ini Abu Ibrahim Woyla dikaruniai 3 orang anak, seorang laki-laki dan 2 perempuan. yang laki-laki bernama Zulkifli dan yang perempuan bernama Salmiah dan Hayatun Nufus. Sementara pada isteri keduanya yang beliau nikahi di Peulantee, Aceh Barat, dua tahun sebelum beliau meninggal tidak dikaruniai anak.

    Menurut cerita tatkala isteri pertamanya hamil 6 bulan untuk anak pertama yang dikandung Ummi Rukian, kondisi Abu Ibrahim Woyla saat itu seperti tidak stabil, sehingga beliau mengatakan pada isterinya “Saya mau belah perut kamu untuk melihat anak kita”, kata Abu Ibrahim Woyla pada isterinya yang pada saat itu membuat keluarganya tak habis pikir terhadap apa yang diucapkan Abu Ibrahim Woyla pada isterinya itu. Karena perkataan seperti itu dianggap perkataan yang sudah diluar akal sehat, maka keluarga dengan cemas menggatakan kita tidak tahu apa yang dimaksudkan oleh Abu Ibrahim Woyla yang meminta untuk membelah perut isterinya yang sedang mengandung 6 bulan. Meskipun begitu, perkataan yang pernah diucapkan itu tak pernah dilakukannya.

    Pada tahun 1954 sebenarnya tahun yang sangat membahagiakan bagi pasangan suami-isteri karena pada tahun itu lahir anak pertama dari pasangan Abu Ibrahim Woyla dan Ummi Rukiah, akan tetapi kehadiran seorang pertama itu bagi Abu Ibrahim Woyla bukanlah sesuatu yang istimewa. Abu Ibrahim Woyla saat itu hanya pulang sebentar menjenguk anaknya yang baru lahir, kemudian beliau pergi kembali mengembara entah kemana. Ketika anak pertamanya yang diberi nama Salmiah sudah besar, menurut cerita Teungku Nasruddin barulah kondisi Abu Ibrahim Woyla kembali normal hidup bersama keluarganya. Dan saat itu Abu Ibrahim Woyla sempat membuka lahan perkebunan di Suwak Trieng untuk menjadi harta yang ditinggalkan untuk keluarganya di kemudian hari.

    Pada saat itu kehidupan Abu Ibrahim Woyla bersama keluarganya sudah sangat harmonis hingga lahir anak kedua, Hayatun Nufus dan anaknya yang ketiga Zulkifli. Semua keluarganya sangat bersyukur karena Abu Ibrahim Woyla telah tinggal bersama keluarganya. Namun apa mau dikata, tak lama setelah lahir anaknya yang ketiga Abu Ibrahim Woyla kembali meninggalkan keluarganya dan entah kemana. Sehingga Ummi Rukiah tidak tahan lagi dengan ketidakpedulian Abu Ibrahim Woyla terhadap nafkah keluarganya, isterinya minta untuk pulang ke Blang Pidie daerah asalnya.

    Alasan isterinya untuk pulang ke Blang Pidie memang tepat, karena menurutnya Abu Ibrahim Woyla tidak lagi peduli kepada keluarga, beliau hanya asyik berzikit sendiri dan pergi kemana beliau suka. akan tetapi, keinginan Ummii Rukian untuk kembali ke Blang Pidie tidak terwujud karena Allah mempersatukan Abu Ibrahim Woyla dan isterinya sampai akhir hayatnya.

    Bila kita dengar kisah dan cerita tentang Abu Ibrahim Woyla semasa hidupnya tak ubah seperti kita membaca kisah para sufi dan ahli tashawwuf. Banyak sekali tindakan yang dikerjakan Abu Ibrahim Woyla semasa hidupnya yang terkadang tidak dapat diterima secara rasional, karena kejadian yang diperankannya termasuk di luar jangkauan akal pikiran manusia. Untuk mengenal prilaku Abu Ibrahim Woyla haruslah menggunakan pikiran alam lain sehingga menemukan jawaban apa yang dilakukan Abu Ibrahim Woyla itu benar adanya.

    Alm. Abu Ibrahim Woyla berkunjung kesebuah tempat

    Itulah keajaiban-keajaiban yang melekat pada sosook Abu Ibrahim Woyla, yang oleh sebagian ulama di Aceh menilai bahwa Abu Ibrahim Woyla adalah seorang ulama yang sudah mencapai tingkat Waliyullah (Wali Allah). hal itu diakui Teungku Nasruddin, memang banyak sekali laporan masyarakat yang diterima keluarga menceritakan seputar keajaiban kehidupan Abu Ibrahim Woyla. Hal ini terbukti semasa hidupnya Abu Ibrahim Woyla selalu mendatangi tempat-tempat dimana umat selalu dalam kesusahan, kegelisahan dan musibah beliau selalu ada di tengah-tengah masyarakat itu. Namun orang sulit memahami maksud dan tujuan Abu Ibrahim Woyla untuk apa beliau mendatangi tempat-tempat seperti itu, karena kedatangannya tidak membawa pesan atau amanah apapun bagi masyarakat yang didatanginya. Abu Ibrahim Woyla hanya datang berdoa di tempat-tempat yang ia datangi, tutur Teungku Nasruddin.

Dalam hal ini Ustadz (Teungku disingkat Tgk) Muhammad Kurdi Syam ( seorang warga Kayee Unoe, Calang yang sangat mengenal Abu Ibrahim Woyla menceritakan bahwa Abu Ibrahim Woyla kebetulan sedang berjalan kaki, beliau terkadang masuk ke sebuah rumah tertentu milik masyarakat yang dilawatinya, ia mengelilingi rumah tersebut sampai beberapa kali kemudian berhenti pas di halaman rumah itu dan menghadapkan dirinya ke arah rumah tersebut dengan berzikir LA ILAHA ILLALLAH yang tak berhenti keluar dari mulutnya, setelah itu Abu Ibrahim Woyla pergi meninggalkan rumah itu. TIdak ada yang tahu makna yang terkandung di balik semua itu, apakah agar penghuni rumah itu terhindar dari bahaya yang akan menimpa mereka atau mendoakan penghuni rumah itu agar dirahmati Allah ? Wallahu A’lam.

Menurut Tgk Nasruddin , dilihat dari kehidupannya, Abu Ibrahim Woyla sepertinya tidak lagi membutuhkan hal-hal yang bersifat duniawi, ia mencontohkan, kalau misalnya Abu Ibrahim Woyla memiliki uang, uang tersebut bisa habis dalam sekejap mata dibagikan kepada orang yang membutuhkan dan biasanya Abu Ibrahim Woyla membagikan uang itu kepada anak-anak dalam jumlah yang tidak diperhitungkan (sama seperti amalan Rasulullah). Begitulah kehidupan Abu Ibrahim Woyla dalam kehidupan sehari-hari.

Keajaiban lain yang membuat masyarakat tak habis pikir dan bertanya-tanya adalah soal kecepatan beliau melakukan perjalanan kaki yang ternyata lebih cepat dari kendaraan bermesin. Memang kebiasaan Abu Ibrahim Woyla kalau pergi kemana-mana selalu berjalan kaki tanpa menggunakan sendal. Bagi orang yang belum mengenalnya bisa beranggapan bahwa Abu Ibrahim Woyla sosok yang tidak normal. Karena disamping penampilannya yang tidak rapi, mulutnya terus komat kamit mengucapkan zikir sambil jalan. Tgk Muhammad Kurdi Syam menceritakan suatu ketika Abu Ibrahim Woyla sedang jalan kaki di Teunom menuju Meulaboh (perjalanan yang memakan waktu 1 sampai 2 jam dengan kendaraan bermotor), yang anehnya Abu Ibrahim Woyla ternyata duluan sampai di Meulaboh, padahal yang punya mobil tadi tahu bahwa tidak ada kendaraan lain yang mendahului mobilnya, kejadian ini bukan sekali dua kali terjadi, malah bagi masyarakat di pantai barat yang sudah mengganggap itulah kelebihan sosok ulama keramat Abu Ibrahim Woyla yang luar biasa tidak sanggup dinalar oleh pikiran orang biasa.

karena tak heran kalau Abu Ibrahim Woyla berada seperti di pasar, misalnya semua pedagang di pasar itu berharap agar Abu Ibrahim Woyla dapat singgah di toko mereka, karena mereka ingin mendapatkan berkah Allah melalui perantaran Abu Ibrahim Woyla. Namun tidak segampang itu karena Abu Ibrahim Woyla punya pilihan sendiri untuk mampir di suatu tempat. Seperti yang diceritakan Tgk Muhammad Kurdi Syam, suatu waktu Abu Ibrahim Woyla sedang berada di Lamno, Aceh Jaya. lalu bertemu dengan seseorang yang bernama Samsul Bahri yang sedang bekerja di Abah Awe, saat itu kebetulan Abu Ibrahim Woyla membawa dua potong lemang. Ketika mampir di situ Abu Ibrahim Woyla meminta sedikit air, setelah air itu diberikan Samsul lalu Abu Ibrahim Woyla memberikan dua potong lemang tersebut kepada Samsul tapi Samsul menolaknya karena menurut Samsul bahwa lemang tersebut adalah sedekah orang yang diberikan kepada Abu Ibrahim Woyla. karena tidak mau diterima Samsul, lemang itu dibuang Abu Ibrahim Woyla yang tak jauh dari tempat duduknya, spontan saja Samsul tercengang dengan tindakan Abu yang membuang lemang begitu saja, karena merasa bersalah lalu Samsul ingin mengambil lemang yang sudah dibuang tersebut, namun sayang, ketika mau diambil lemang itu hilang secara tiba-tiba.

Dalam kejadian lain, Tgk Nasruddin menceritakan suatu ketika (sebelum Tgk Nasruddin menjadi menantu Abu Ibrahim Woyla), tiba-tiba shubuh pagi Abu Ibrahim Woyla datang ke almamaternya ke Pesantren Syeikh Mahmud, kaki Abu Ibrahim Woyla kelihatan sedikit pincang sebelah kalau beliau berjalan. Kedatangan Abu Ibrahim Woyla disambut Tgk Nasruddin dan teman-teman sepengajian lainnya. Lalu Abu meminta sedikit nasi untuk sarapan pagi, “nasinya ada, tapi tidak ada lauk pauk apa-apa Abu” kata Tgk Nasruddin, “Nggak apa-apa, saya makan pakai telur saja, coba lihat dulu di dapur mungkin masih ada satu telur tersisi” jawab Abu Ibrahim Woyla, lalu Tgk Nasruddin menuju ke dapur, ternyata di tempat yang biasa ia simpan telur terdapat satu butir telur, padahal seingatnya tidak ada sisa telur lagi karena sudah habis dimakan.

Lantas sambil menyuguhkan Nasi kepada Abu Ibrahim Woyla, Tgk Nasruddin bertanya, “Kenapa dengan kaki Abu ?” Abu menjawab “saya baru pulang dari bukit Qaf (Mekkah), disana banyak sekali tokonya tapi tidak ada penjualnya. Namun kalau kita ingin membeli sesuatu kita harus membayar di mesin, kalau tidak kita bayar kita akan ditangkap polisi”, Abu meneruskan “setelah saya belanja di toko-toko itu lalu saya naik kereta api dan sangat cepat larinya, karena saya takut duduk dalam kereta api itu , maka saya lompat dan terjatuh hingga membuat kaki saya sedikit terkilir, makanya saya agak pincang, tapi sebentar lagi juga sembuh”

Kejadian serupa juga dialami oleh keluarga dekat Abu Ibrahim Woyla sendiri, suatu hari Abu mengunjungi salah seorang saudaranya untuk meminta sedikit nasi dengan lauk sambel udang belimbing, lalu tuan rumah itu mengatakan pada isterinya untuk menyiapkan nasi dengan sambel udang belimbing untuk Abu Ibrahim Woyla, tapi isterinya memberi tahu bahwa pohon belimbingnya tidak lagi berbuah, “baru kemarin sore saya lihat pohon belimbingnya lagi tidak ada buahnya” kata sang isteri pada suaminya. Tapi suaminya terus mendesak isterinya “coba kamu lihat dulu, kadang ada barang dua tiga buah sudah cukup untuk makan Abu” katanya.lalu isterinya pergi ke pohon belakang rumah, ternyata belimbing itu memang didapatkan tak lebih dari tiga buah di pohon yang kemarin sore dilihatnya.

Demikian pula ketika hendak melangsungkan pernikahan anak pertama Abu Ibrahim Woyla, yaitu Salmiah, msyarakat di kampung melihat sepertinya Abu Ibrahim Woyla tidak peduli terhadap acara pernikahan anaknya. padahal acara pernikahan itu akan berlangsung beberapa hari lagi, tapi Abu Ibrahim Woyla tidak menyiapkan apa-apa untuk menghadapi acara pernikahan anaknya itu, bahkan uang pun tidak beliau kasih pada keluarga untuk kebutuhan acara tersebut. Namun ajaibnya pada hari “H” (hari pernikahan berlangsung) ternyata acara pernikahan anaknya berlangsung lebih besar dari pesta-pesta pernikahan orang lain yang jauh-jauh hari telah mempersiapkan segala sesuatunya.
Begitulah sebagian dari perjalanan riwayat hidup seorang ulama dan aulia Abu Ibrahim Woyla yang sulit dicari penggantinya di Aceh sekarang ini. Beliau berpulang ke Rahmatullah pada hari sabtu pukul 16.00 WIB tanggal 18 Juli 2009 di rumah anaknya di Pasi Aceh Kecamatan Woyla Induk, Kabupaten Aceh Barat dalam usia 90 tahun. Tim Majalah Santri Dayah pernah berziarah ke makan beliau pada pertengahan tahun 2012, melihat makan yang dijaga oleh anak tertuanya, banyak sekali diziarahi oleh masyarakat. Namun pihak keluarga sangat hati-hati dan berpesan pada penziarah agar makan Abu Ibrahim Woyla tidak dijadikan tempat pemujaan (yang membawaki kepada syirik)

MANAQIB ABU IBRAHIM WOYLA; WALI DARI TANAH ACEH

MANAQIB ABU IBRAHIM WOYLA; WALI DARI TANAH ACEH

 ABU IBRAHIM WOYLA
“Wali dari Tanah Aceh”
Abu Ibrahim Woyla adalah seorang ulama pengembara. Ulama ini dalam masyarakat Aceh lebih dikenal dengan Abu Ibrahim Keramat atau dipanggilnya dengan sebutan “Tgk Beurahim Wayla”. Tokoh ini merupakan orang yang sangat dihormati di Aceh dan dipercaya sering menunaikan shalat Jum’at di Makkah dan kembali pada hari itu juga.

Kelahiran Abu Ibrahim Woyla

Abu Ibrahim Woyla yang bernama lengkap Teungku Ibrahim bin Teungku Sulaiman bin Teungku Husen dilahirkan di kampung Pasi Aceh, Kecamatan Woyla, Kabupaten Aceh Barat pada tahun 1919 M.

Mukhlis, salah satu santri kepercayaan Abu Ibrahim Woyla, ditengarai mengetahui persis garis keturunan Abu Ibrahim Woyla. Awalnya garis ke atas keturunan Abu Ibrahim Woyla yang berasal dari Negeri Baghdad berjumlah tujuh orang datang ke Tanah Aceh, persisnya berlabuh di Aceh Barat. Kemudian, ketujuhnya berpisah ke beberapa daerah di Aceh dan di luar Aceh untuk menyebarkan agama Islam.

 Masa Belajar Abu Ibrahim Woyla

Menurut riwayat, pendidikan formal Abu Ibrahim Woyla hanya sempat menamatkan Sekolah Rakyat (SR), selebihnya menempuh pendidikan Dayah (pesantren tradisional/salafiyyah) selama hampir 25 tahun. Sehingga dalam sejarah masa hidupnya Abu Ibrahim Woyla pernah belajar 12 tahun pada Syaikh Mahmud seorang ulama asal Lhok Nga Aceh Besar yang kemudian mendirikan Dayah Bustanul Huda di Blang Pidie Aceh Barat. Diantara murid Syaikh Mahmud ini selain Abu Ibrahim Woyla juga Syaikh Muda Waly al-Khalidy yang kemudian sebagai seorang ulama Thariqah Naqsyabandiyah tersohor di Aceh.

Menurut keterangan, Syaikh Muda Waly hanya sempat belajar pada Syaikh Mahmud sekitar 4 tahun, kemudian pindah ke Aceh Besar dan belajar pada Abu Haji Hasan Krueng Kale selama 2 tahun. Setelah itu Syaikh Muda Waly pindah ke Padang dan belajar pada Syaikh Jamil Jaho Padang Panjang. Dua tahun di Padang Syaikh Muda Waly melanjutkan pendidikan ke Mekkah atas kiriman Syaikh Jamil Jaho. Setelah 2 tahun di Mekkah kemudian Syaikh Muda Waly kembali ke Blang Pidie dan melanjutkan mendirikan pesantren tradisional di Labuhan Haji Aceh Selatan.

Saat itulah Abu Ibrahim Woyla sudah mengetahui bahwa Syaikh Muda Waly telah kembali dari Mekkah dan mendirikan pesantren, maka Abu Ibrahim Woyla kembali belajar pada Syaikh Muda Waly untuk memperdalam ilmu Thariqah Naqsyabandiyah. Namun sebelum itu Abu Ibrahim Woyla pernah belajar pada Abu Calang (Syaikh Muhammad Arsyad) dan Teungku Bilyatin (Suak) bersama rekan seangkatannya yaitu Abu Adnan Bakongan.

Setelah lebih kurang 2 tahun memperdalam ilmu thariqah pada Syaikh Muda Waly, Abu Ibrahim Woyla kembali ke kampung halamannya. Tapi tak lama setelah itu Abu Ibrahim Woyla mulai mengembara yang dimana keluarga sendiri tidak mengetahui ke mana Abu Ibrahim Woyla pergi mengembara.

Keluarga Abu Ibrahim Woyla

Abu Ibrahim Woyla memiliki dua orang isteri. Isteri pertama bernama Rukiah dan dikaruniai 3 orang anak, 1 laki-laki dan 2 perempuan, bernama Salmiah, Hayatun Nufus dan Zulkifli. Sementara isteri keduanya dinikahi di Peulantee, Aceh Barat, dua tahun sebelum beliau meninggal, dan tidak dikaruniai anak.

Menurut cerita, tatkala isteri pertamanya hamil 6 bulan (hamil yang pertama), kondisi Abu Ibrahim Woyla saat itu seperti tidak stabil. Sehingga beliau mengatakan pada isterinya: “Saya mau belah perut kamu untuk melihat anak kita.”

Hal itu membuat keluarganya tak habis pikir terhadap apa yang diucapkan Abu Ibrahim Woyla pada isterinya itu. Karena perkataan seperti itu dianggap perkataan yang sudah di luar akal sehat. Para keluarga dengan cemas mengatakan tidak tahu apa yang dimaksudkan oleh Abu Ibrahim Woyla yang meminta untuk membelah perut isterinya yang sedang mengandung 6 bulan. Meskipun begitu, perkataan yang pernah diucapkan itu tak pernah dilakukannya.

Pada tahun 1954 sebenarnya tahun yang sangat membahagiakan bagi pasangan suami-isteri tersebut. Karena pada tahun itu lahirlah anak pertama dari pasangan Abu Ibrahim Woyla dan Ummi Rukiah. Akan tetapi kehadiran seorang anak pertama itu bagi Abu Ibrahim Woyla bukanlah sesuatu yang istimewa. Abu Ibrahim Woyla saat itu hanya pulang sebentar menjenguk anaknya yang baru lahir, kemudian beliau pergi kembali mengembara entah ke mana.

Ketika anak pertamanya yang diberi nama Salmiah sudah besar, menurut cerita Teungku Nasruddin, barulah kondisi Abu Ibrahim Woyla kembali normal hidup bersama keluarganya. Dan saat itu Abu Ibrahim Woyla sempat membuka lahan perkebunan di Suwak Trieng untuk menjadi harta yang ditinggalkan untuk keluarganya di kemudian hari.

Pada saat itu kehidupan Abu Ibrahim Woyla bersama keluarganya sudah sangat harmonis hingga lahir anak kedua, Hayatun Nufus dan anaknya yang ketiga Zulkifli. Semua keluarganya sangat bersyukur karena Abu Ibrahim Woyla telah tinggal bersama keluarganya.

Namun apa mau dikata, tak lama setelah lahir anaknya yang ketiga Abu Ibrahim Woyla kembali meninggalkan keluarganya dan entah ke mana. Sehingga Ummi Rukiah tidak tahan lagi dengan ketidakpedulian Abu Ibrahim Woyla terhadap nafkah keluarganya, isterinya minta untuk pulang ke Blang Pidie daerah asalnya.

Alasan isterinya untuk pulang ke Blang Pidie memang tepat, karena menurutnya Abu Ibrahim Woyla tidak lagi peduli kepada keluarga, beliau hanya asyik berzikir sendiri dan pergi ke mana beliau suka. Akan tetapi, keinginan Ummi Rukiah untuk kembali ke Blang Pidie tidak terwujud karena Allah mempersatukan kembali Abu Ibrahim Woyla dan isterinya sampai akhir hayatnya.

Ulama Pengembara

Menurut riwayat dari Teungku Nasruddin (menantu Abu Ibrahim Woyla) semasa hidupnya Abu Ibrahim Woyla pernah menghilang dari keluarga selama 3 kali; selama 2 bulan, 2 tahun dan 4 tahun, yang tidak diketahui ke mana perginya. Dalam kali terakhir inilah Abu Ibrahim Woyla kembali pada keluarganya di Pasi Aceh.

Pihak keluarga tidak habis pikir pada perubahan yang terjadi pada Abu Ibrahim Woyla. Rambut dan jenggotnya sudah demikian panjang tak terurus, pakaiannya sudah compang-camping dan kukunya panjang seadanya. Mungkin bisa kita bayangkan seseorang yang menghilang selama 4 tahun dan tak sempat untuk mengurus dirinya. Begitulah kondisi Abu Ibrahim Woyla ketika kembali ke tengah keluarganya setelah 4 tahun menghilang, maka wajar bila secara duniawiyah dalam kondisi seperti itu sebagian masyarakat Woyla menganggap Abu Ibrahim Woyla sudah tidak waras lagi.

Ulama Pendiam

Abu Ibrahim Woyla oleh banyak orang dikenal sebagai ulama agak pendiam dan ini sudah menjadi bawaannya sewaktu kecil hingga masa tua. Beliau hanya berkomunikasi bila ada hal yang perlu untuk disampaikan sehingga banyak orang yang tidak berani bertanya terhadap hal-hal yang terkesan aneh bila dikerjakan Abu Ibrahim Woyla.

Sikap Abu Ibrahim Woyla seperti itu sangat dirasakan oleh keluarganya, namun karena mereka sudah tau sifat dan pembawaannya demikian, keluarga hanya bisa pasrah terhadap pilihan jalan hidup yang ditempuh Abu Ibrahim Woyla yang terkadang sikap dan tindakannya tidak masuk akal. Tapi begitulah orang mengenal sosok Abu Ibrahim Woyla.

Dipercaya Sebagai Wali Allah

Bila kita dengar kisah dan cerita tentang Abu Ibrahim Woyla semasa hidupnya tak ubah seperti kita membaca kisah para sufi dan ahli tasawuf. Banyak sekali tindakan yang dikerjakan Abu Ibrahim Woyla semasa hidupnya yang terkadang tidak dapat diterima secara rasional, karena kejadian yang diperankannya termasuk di luar jangkauan akal pikiran manusia. Untuk mengenal perilaku Abu Ibrahim Woyla haruslah menggunakan pikiran alam lain sehingga menemukan jawaban apa yang dilakukan Abu Ibrahim Woyla itu benar adanya.

Itulah keajaiban-keajaiban yang melekat pada sosok Abu Ibrahim Woyla, yang oleh sebagian ulama di Aceh menilai bahwa Abu Ibrahim Woyla adalah seorang ulama yang sudah mencapai tingkat waliyullah (wali Allah). Hal itu diakui Teungku Nasruddin, memang banyak sekali laporan masyarakat yang diterima keluarga menceritakan seputar keajaiban kehidupan Abu Ibrahim Woyla.

Hal ini terbukti semasa hidupnya Abu Ibrahim Woyla selalu mendatangi tempat-tempat dimana umat selalu dalam kesusahan, kegelisahan dan musibah beliau selalu ada di tengah-tengah masyarakat itu. Namun orang sulit memahami maksud dan tujuan Abu Ibrahim Woyla untuk apa beliau mendatangi tempat-tempat seperti itu, karena kedatangannya tidak membawa pesan atau amanah apapun bagi masyarakat yang didatanginya. Abu Ibrahim Woyla hanya datang berdoa di tempat-tempat yang ia datangi, tutur Teungku Nasruddin.

Dalam hal ini Teungku Muhammad Kurdi Syam, seorang warga Kayee Unoe, Calang yang sangat mengenal Abu Ibrahim Woyla, menceritakan bahwa ketika Abu Ibrahim Woyla sedang berjalan kaki terkadang beliau masuk ke sebuah rumah tertentu milik masyarakat yang dilewatinya. Ia mengelilingi rumah tersebut sampai beberapa kali kemudian berhenti pas di halaman rumah itu dan menghadapkan dirinya ke arah rumah tersebut dengan berdzikir “La Ilaha Illallah” tak berhenti keluar dari mulutnya. Setelah itu Abu Ibrahim Woyla pergi meninggalkan rumah itu. Tidak ada yang tahu makna yang terkandung di balik semua itu, apakah agar penghuni rumah itu terhindar dari bahaya yang akan menimpa mereka atau mendoakan penghuni rumah itu agar dirahmati Allah? Wallahu A’lam.

Hidup Zuhud

Menurut Teungku Nasruddin, dilihat dari kehidupannya, Abu Ibrahim Woyla sepertinya tidak lagi membutuhkan hal-hal yang bersifat duniawi. Ia mencontohkan, kalau misalnya Abu Ibrahim Woyla memiliki uang, uang tersebut bisa habis dalam sekejap mata dibagikan kepada orang yang membutuhkan. Biasanya Abu Ibrahim Woyla membagikan uang itu kepada anak-anak dalam jumlah yang tidak diperhitungkan (sama seperti amalan Rasulullah Saw.). Begitulah kehidupan Abu Ibrahim Woyla dalam kehidupan sehari-hari.

Keajaiban lain yang membuat masyarakat tak habis pikir dan bertanya-tanya adalah soal kecepatan beliau melakukan perjalanan kaki yang ternyata lebih cepat dari kendaraan bermesin. Memang kebiasaan Abu Ibrahim Woyla kalau pergi ke mana-mana selalu berjalan kaki tanpa menggunakan sendal.

Bagi orang yang belum mengenalnya bisa beranggapan bahwa Abu Ibrahim Woyla sosok yang tidak normal. Karena disamping penampilannya yang tidak rapi, mulutnya terus komat-kamit mengucapkan dzikir sambil jalan.

Kisah lain diceritakan oleh Affan Ramli. Setiap kali Abu Ibrahim Woyla melewati kampungnya, ia bersama kawan-kawan selalu menghampiri Abu Woyla untuk mengambil uang yang telah penuh di saku celananya. Beliau membiarkan mereka mengambil uang itu berapapun, boleh diambil semuanya.

Saat itu, mereka kira Abu Woyla membiarkan uang di sakunya diambil karena beliau mendapatkannya dari sedekah masyarakat, bukan dari bekerja. Masyarakat yang ingin mendapatkan sedikit keberkatan dari keramat Abu Woyla berusaha menyedekahkan uang semampu mereka. “Pemberi sedekah memasukkan uang ke saku Abu sama seperti kami mengambilnya, sama-sama tanpa anjuran dan tanpa larangan dari pemilik saku, yakni Abu Woyla,” kenang Affan Ramli.

Karomah Abu Ibrahim Woyla

Teungku Muhammad Kurdi Syam menceritakan suatu ketika Abu Ibrahim Woyla sedang jalan kaki di Teunom menuju Meulaboh (perjalanan yang memakan waktu 1 atau 2 jam dengan kendaraan bermotor). Anehnya, Abu Ibrahim Woyla ternyata duluan sampai di Meulaboh, padahal yang punya mobil tadi tahu bahwa tidak ada kendaraan lain yang mendahului mobilnya. Kejadian ini bukan sekali dua kali terjadi, malah bagi masyarakat di pantai barat yang sudah mengganggap itulah kelebihan sosok ulama keramat Abu Ibrahim Woyla yang luar biasa tidak sanggup dinalar oleh pikiran orang biasa.

Karenanya tak heran kalau Abu Ibrahim Woyla sering berada seperti di pasar. Misalnya semua pedagang di pasar itu berharap agar Abu Ibrahim Woyla dapat singgah di toko mereka. Mereka ingin mendapatkan berkah Allah melalui perantaran Abu Ibrahim Woyla. Namun tidak segampang itu, karena Abu Ibrahim Woyla punya pilihan sendiri untuk mampir di suatu tempat.

Seperti yang diceritakan Tgk Muhammad Kurdi Syam, suatu waktu Abu Ibrahim Woyla sedang berada di Lamno Aceh Jaya lalu bertemu dengan seseorang yang bernama Samsul Bahri yang sedang bekerja di Abah Awe. Saat itu Abu Ibrahim Woyla membawa dua potong lemang. Ketika mampir di situ Abu Ibrahim Woyla meminta sedikit air. Setelah air itu diberikan Samsul lalu Abu Ibrahim Woyla memberikan dua potong lemang tersebut kepada Samsul. Tapi Samsul menolaknya karena menurut Samsul bahwa lemang tersebut adalah sedekah orang yang diberikan kepada Abu Ibrahim Woyla.

Karena tidak mau diterima Samsul, lemang itu dibuang Abu Ibrahim Woyla yang tak jauh dari tempat duduknya. Kontan saja Samsul tercengang dengan tindakan Abu Woyla yang membuang lemang begitu saja. Karena merasa bersalah lalu Samsul ingin mengambil lemang yang sudah dibuang tersebut. Namun sayang, ketika mau diambil lemang itu hilang secara tiba-tiba.

Dalam kejadian lain, Teungku Nasruddin menceritakan bahwa suatu ketika (sebelum Teungku Nasruddin menjadi menantu Abu Ibrahim Woyla), tiba-tiba di waktu pagi-pagi Abu Ibrahim Woyla datang ke almamaternya ke Pesantren Syaikh Mahmud. Kaki Abu Ibrahim Woyla kelihatan sedikit pincang sebelah kalau berjalan. Kedatangan Abu Ibrahim Woyla disambut Teungku Nasruddin dan teman-teman sepengajian lainnya.

Lalu Abu Woyla meminta sedikit nasi untuk sarapan pagi. “Nasinya ada, tapi tidak ada lauk pauk apa-apa Abu,” kata Teungku Nasruddin.

“Nggak apa-apa, saya makan pakai telur saja. Coba lihat dulu di dapur mungkin masih ada satu telur tersisa,” jawab Abu Ibrahim Woyla.

Lalu Teungku Nasruddin menuju ke dapur. Ternyata di tempat yang biasa ia simpan telur terdapat satu butir telur, padahal seingatnya tidak ada sisa telur lagi karena sudah habis dimakan. Lantas sambil menyuguhkan Nasi kepada Abu Ibrahim Woyla, Teungku Nasruddin bertanya: “Kenapa dengan kaki Abu?”

Abu Ibrahim Woyla menjawab: “Saya baru pulang dari bukit Qaf (Mekkah), di sana banyak sekali tokonya tapi tidak ada penjualnya. Namun kalau kita ingin membeli sesuatu kita harus membayar di mesin, kalau tidak kita bayar kita akan ditangkap polisi. Setelah saya belanja di toko-toko itu lalu saya naik kereta api dan sangat cepat larinya. Karena saya takut duduk dalam kereta api itu, maka saya lompat dan terjatuh hingga membuat kaki saya sedikit terkilir. Makanya saya agak pincang, tapi sebentar lagi juga sembuh.”

Kejadian serupa juga dialami oleh keluarga dekat Abu Ibrahim Woyla sendiri. Suatu hari Abu mengunjungi salah seorang saudaranya untuk meminta sedikit nasi dengan lauk sambel udang belimbing. Lalu tuan rumah itu mengatakan pada isterinya untuk menyiapkan nasi dengan sambel udang belimbing untuk Abu Ibrahim Woyla. Tapi isterinya memberi tahu bahwa pohon belimbingnya tidak lagi berbuah: “Baru kemarin sore saya lihat pohon belimbingnya lagi tidak ada buahnya,” kata sang isteri pada suuaminya.

Tapi suaminya terus mendesak isterinya: “Coba kamu lihat dulu, kadang ada barang dua tiga buah sudah cukup untuk makan Abu.”

Lalu isterinya pergi ke pohon belakang rumah. Ternyata belimbing itu memang didapatkan tak lebih dari tiga buah di pohon yang kemarin sore dilihatnya.

Demikian pula ketika hendak melangsungkan pernikahan anak pertama Abu Ibrahim Woyla, yaitu Salmiah. Masyarakat di kampung melihat sepertinya Abu Ibrahim Woyla tidak peduli terhadap acara pernikahan anaknya. Padahal acara pernikahan itu akan berlangsung beberapa hari lagi, tapi Abu Ibrahim Woyla tidak menyiapkan apa-apa untuk menghadapi acara pernikahan anaknya itu. Bahkan uang pun tidak beliau kasih pada keluarga untuk kebutuhan acara tersebut.

Namun ajaibnya pada hari pernikahan berlangsung, ternyata acara pernikahan anaknya berlangsung lebih besar dari pesta-pesta pernikahan orang lain yang jauh-jauh hari telah mempersiapkan segala sesuatunya.

Dan masih banyak cerita aneh lainnya yang tersebar dalam masyarakat Aceh. Masyarakat awam cenderung pragmatis, sehingga memahami keunggulan Abu Woyla lebih banyak dari sisi keramatnya. Padahal sebenarnya keramat (karamah) itu hanyalah bonus dari Allah bagi setiap orang yang gemar riyadhah spiritual dan berhasil melakukan perjalanan ruhiyah menuju Ilahi.

Pertemuan Abu Ibrahim Woyla dan Gus Dur

Kisah ini diceritakan langsung oleh salah satu santri Gus Dur, Ustadz Nuruddin Hidayat, yang menyaksikan pertemuan Gus Dur dengan Abu Ibrahim Woyla.

Sebagai tokoh yang dihormati dan dikagumi banyak orang, rumah Gus Dur tak pernah sepi dari kunjungan para tamu, baik dari warga NU, pejabat, politisi, wartawan dan sebagainya. Gus Dur menerima tamu-tamunya biasanya dengan pakaian non formal. Karena kondisi fisiknya yang sudah lemah, biasanya para tamu diajak mengobrol sambil tiduran.

“Saya pun merasa terheran-heran ketika ada tamu, Gus Dur minta untuk digantikan pakaiannya dengan kain sarung dan peci, seperti ketika mau shalat Idul Fitri. Seumur-umur saya belum pernah melihat Gus Dur seperti itu,” tutur Ustadz Nuruddun Hidayat.

Rombongan tamu tersebut sampai ditahan agar tidak masuk rumah dahulu, sampai Gus Dur dipinjami salah satu sarung milik santrinya agar bisa cepat berganti pakaian.

Tamu, yang diketahuinya ternyata dari Aceh tersebut berpakaian sederhana, dekil, dan memakai celana seperti yang biasa dipakai oleh bakul dawet (penjual dawet). Tamu tersebut diantar oleh aktifitis Aceh.

Perilaku Gus Dur dan tamunya juga aneh. Setelah keduanya bersalaman, Gus Dur pun duduk di karpet, demikian pula tamunya, tetapi tak ada obrolan di antara keduanya. Gus Dur tidur, tamunya juga tidur, suasana menjadi sunyi yang berlangsung sekitar 15 menit. Setelah sang tamu bangun, ia langsung pamit pulang, tak ada pembicaraan.

Karena merasa penasaran, segera setelah tamu pergi, Santri Nuruddin Hidayat bertanya kepada Gus Dur: “Pak, tumben Bapak pakai sarung, ngak biasanya menerima tamu seperti ini.”

Jawab Gus Dur: “Itu Wali.”

Nuruddin pun kaget dan bertanya: “Apa ada wali lain seperti beliau Pak?”

“Di sini tidak ada, adanya di Sudan yang seperti beliau,” jawab Gus Dur.

Ada orang yang menyebutnya sebagai “dewa tidur”, yang menghabiskan hari-harinya dengan tidur. Abu Ibrahim Woyla juga bisa mengetahui perilaku seseorang dan seringkali orang yang menemui beliau dibacakan kesalahannya untuk diperbaiki. Posisi tidur Abu yang dianggap aneh (melengkung/meukewien), ucapannya sedih melihat manusia banyak seperti hewan serta mengatakan dunia ini sudah semakin sempit.

Gus Dur bertemu kembali dengan Abu Ibrahim Woyla pada tanggal 09 Muharram, di tahun 2005, tepatnya di pemakaman masal korban Tsunami Aceh. Beliaulah yang langsung menjemput Gus Dur di Bandara Iskandar Muda. Kemudian keduanya pergi bersama ke pemakaman masal.

Berada di sebelah kanan Gus Dur dengan pakian safari putih dan sarung, beliaulah Abuya Ibrahim Woyla. Beliau meminta kepada Gus Dur untuk mendoakan para korban. Setelah itu Abuya Ibrahim Woyla pamit dan menolak bertemu SBY keesokan harinya yang bertepatan pada Hari Raya Idul Adha.

Abu Ibrahim Woyla dan Tsunami Aceh

Sebelum terjadinya tsunami, Abu Ibrahim yang pernah mengatakan: “Air laut bakal naik sampai setinggi pohon kelapa.” Terbukti setelahnya terjadi bencana tsunami.

Tepatnya 15 hari sebelum bencana besar gempa bumi dan gelombang Tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004, Abu Ibrahim Woyla telah mengabarkan kepada muridnya yang bernama Mukhlis perihal akan datangnya bencana besar itu.

Namun, hanya kepada dua muridnya yang kerap mengikutinya ia beritahukan dan ia melarang memberitahukannya kepada orang lain. Hanya saja Mukhlis diperintahkan untuk segera mengajak keluarganya menjauhi bibir pantai.

Mukhlis, pria yang sudah berkepala tiga yang kini sering bermukim di Dayah Bustanul Huda atau Dayah Pulo Ie, Desa Dayah Baro, Calang, menceritakan kembali keseharian Abu sebelum Tsunami meluluhlantakkan Aceh. Abu tidak seperti hari-hari sebelumnya, ia sudah jarang makan dan terlihat gusar. Pernah suatu waktu Mukhlis dipanggil oleh Abu untuk memberitahukan perihal bencana besar. Saat itu, Mukhlis masih menuntut ilmu di Dayah Peulanteu, Aceh Barat. “Rayeuk that buet uke nyoe, siberangkaso yang buka rahasia Allah maka kafee lah jih kafee (besar sekali kerja ke depan, dan siapa saja yang membuka rahasia Allah maka dia kafir),” begitu kata Mukhlis menirukan ucapan Abu Ibrahim kepadanya.

Mukhlis juga mendengar hal yang sama dari Abu Utsman yang masih ada hubungan dekat dengan Abu Ibrahim Woyla. Bahkan kepada orangtuanya sendiri Mukhlis tidak memberitahukan apa yang sudah ia ketahui. “Di lapangan Blang Bintang kapai akan jipoe uroe malam, di laot Ulee Lheuh (tidak disebut Ulee Lheue) akan na kapai laot ubee lapangan bola, dalam kapai nyan ureung puteh-puteh” (di Bandara Blang Bintang pesawat akan terbang siang malam, di laut Ulee Lhee akan ada kapal laut sebesar lapangan bola, di dalamnya orang putih-putih-red), ucap Mukhlis lagi mengutip perkataan Abu Utsman.

Kata Mukhlis, sejak kata-kata tersebut diucapkan oleh Abu Ibrahim, keseharian Abu seperti berubah. Bahkan jika sedang tidur malam hari, sering Abu tiba-tiba terbangun dan langsung duduk berdzikir. Melihat ini, perasaan Mukhlis pun semakin cemas, dalam hatinya ia merasa kalau peristiwa besar sudah semakin dekat. “Lon kalon dari sikap Abu, lon na firasat sang ata yang geupeugah le Abu ka to that (Saya lihat sikap Abu, saya punya firasat bahwa apa yang dikatakan Abu sudah sangat dekat),” jelas Mukhlis.

Entah apa yang terpikirkan oleh Abu, 4 hari sebelum gempa bumi dan Tsunami di Aceh, Abu Ibrahim mengajak Mukhlis ke Banda Aceh. Dengan mobil pinjaman, Mukhlis menyupiri Abu hingga ke Banda Aceh. Di Banda Aceh, mereka menginap di salah satu rumah di kawasan Blower. “Na geulakee le po rumoh beu geuteem eh Abu meusimalam bak rumoh gob nyan (ada permintaan dari yang punya rumah agar Abu Ibrahim berkenan bermalam semalam saja di rumahnya),” kata Mukhlis.

Mukhlis menambahkan, saat di sana, sewaktu makan pun Abu tidak makan lagi, Abu mengepal nasinya menjadi tiga bagian. Setelah Abu makan sedikit satu bagian dari kepalan nasinya, kemudian seluruhnya Abu berikan kepadanya untuk dimakan.

Pada esoknya, Kamis pagi 23 Desember  2006, Abu berkata kepada Mukhlis jika ia ingin jalan-jalan keliling Kota Banda Aceh. Tanpa membantah, dengan mobil pinjamannya Mukhlis pun membawa Abu jalan-jalan.

Setelah sarapan alakadarnya di warung samping Simbun Sibreh (deretan Satnarkoba Polda Aceh), lalu Abu meminta Mukhlis untuk membawanya ke kawasan Peulanggahan. Tiba di depan mesjid Tgk Di Anjong, Abu minta mobil dihentikan di luar pagar masjid. “Abu geu ngeing u arah makam Tgk Di Anjong, sang-sang Abu teungoh geupeugah haba, kadang Abu teukhem keudroe” (Abu menatap ke arah makam Tgk Di Anjong, seolah-olah Abu berbicara, sesekali Abu tersenyum sendiri), jelas Mukhlis.

Usai singgah di makam Tgk Di Anjong, Peulanggahan, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, Abu melanjutkan perjalanan ke arah Gampong Jawa. Saat dalam perjalanan, ada seorang wanita paruh baya yang mengenal Abu. Spontan wanita tersebut memanggil Abu dan meminta Abu untuk singgah di rumahnya. Rombongan Abu Woyla kemudian memenuhi permitaan dan singgah di rumah wanita tersebut.

Wanita pemilik rumah itu, kata Mukhlis, menginginkan anaknya untuk minum air yang dicelupkan dengan musabah Abu Ibrahim. “Sampai di rumah wanita tersebut, kami disajikan kopi, tetapi airnya sangat panas hingga kami tidak sempat minum. Tapi Abu langsung meminumnya walau airnya masih panas. Setelah itu Abu menyelupkan musabahnya ke dalam air yang akan diberikan kepada anak wanita tersebut,” kata Mukhlis.

Tak beberapa lama di rumah wanita itu, Abu dan Mukhlis kemudian melanjutkan perjalanan  dari  Gampong Jawa dan kembali ke arah Peunayong, seterusnya sampai di depan RSUZA, Jalan T Nyak Arief. Di tempat itu Abu Ibrahim kemudian meminta kepada Mukhlis untuk mengarahkan kenderaan mereka ke Masjid Raya Baiturrahman.

Dalam sekejap saja, mobil yang dikendarai Mukhlis sudah berada di depan Mesjid Raya Baiturrahman. Di sana mobil dihentikan sesuai permintaan Abu. Dari dalam mobil, dengan kaca terbuka Abu menatap ke arah mesjid sembari melambaikan tangannya dengan gerakan arah telapak tangannya ke bawah. “Berkali-kali Abu melakukan itu,” ujar Mukhlis.

“Di akhir Abu menggerakkan tangannya tiga kali menghadap masjid raya, seperti tanda memotong sesuatu,” tiru Mukhlis dengan gerakan tangannya dari arah kiri ke kanan.

Usai perjalanan singkat tersebut, Abu langsung kembali ke tempat ia menginap dan mengatakan kepada Mukhlis, jika Abu malam nanti akan berangkat ke Padang, Sumatra Barat. Sebelum berangkat, Mukhlis memohon izin kepada Abu bahwa ia tidak bisa menemani Abu ke Padang karena ia baru berkeluarga. “Menyoe meunan Do’a bak lon” (kalau begitu doa dari saya), ujar Mukhlis mengulang perkataan Abu kepadanya kala itu.

Dua hari setelahnya, Tsunami meluluhlantakkan Aceh begitu dahsyatnya. Namun kata Mukhlis, gelombang Tsunami yang datang pada 26 Desember 2004 lalu itu, sepertinya berhenti di seputaran kawasan Abu Ibrahim Woyla jalan-jalan di Banda Aceh sebelum Tsunami itu terjadi.

Setelah itu, Mukhlis pun tidak lagi mengetahui kegiatan Abu hingga gempa bumi dan Tsunami melanda Aceh. Baru pada hari keempat setelah kejadian yang menewaskan ratusan ribu umat manusia itu, Mukhlis bertemu kembali dengan Abu di salah satu rumah di kawasan Geuceu Komplek, Banda Aceh.

Setelah bertemu di sana, pada sore hari Abu mengajak Mukhlis jalan-jalan ke Lhoknga. Kembali Mukhlis meminjam sebuah mobil milik kerabatnya yang juga mengenal Abu Ibrahim Woyla. Setibanya di kawasan Peukan Bada, Mukhlis melihat tumpukan sampah Tsunami yang belum dibersihkan dan masih ada mayat-mayat bergeletakan di sekitar mereka.

Melihat kondisi medan yang tidak mungkin dilewati, Mukhlis mengadu kepada Abu jika tidak mungkin mobil melewati jalan, karena masih banyak puing Tsunami dan benda tajam lain yang menghambat laju kenderaan mereka. “Hana peu-peu, tajak laju” (tidak masalah, jalan saja), begitu kata Abu ujar Mukhlis saat ia mengadu.

Mendengar kata Abu, Mukhlis pun terus mengendarai kendaraannya melewati puing Tsunami yang logikanya tidak mungkin dilewati oleh kendaraan. Mereka terus berjalan hingga ke jembatan yang terputus di kawasan Lhoknga, Aceh Besar.

Setiba di sana, mereka berjumpa dengan seorang wanita yang mengenal sosok Abu Ibrahim Woyla. Wanita itu menceritakan, dalam musibah itu suaminya menjadi korban dan sampai hari keempat setelah Tsunami ia belum bertemu dan mengetahui nasib suaminya itu. Lantas wanita itu meminta Mukhlis untuk menanyakan kepada Abu Ibrahim, bagaimana perihal nasib suaminya yang diseret arus Tsunami.

Melalui Mukhlis, Abu menjawab singkat pertanyaan wanita tersebut: “Suaminya sedang jalan-jalan jauh.”

Di tempat itu, Abu Ibrahim bersama Mukhlis berada hingga langit mulai merah dan matahari akan tenggelam.

Kini, Mukhlis dengan beberapa rekannya hanya mengurusi dan membangun Dayah Bustanul Huda Gampong Dayah Baro di Kabupaten Aceh Jaya. Penuturan lelaki ramah dan berilmu agama ini, Dayah tempat dirinya dan santri lain memperdalam ilmu Islam sekarang ini, dibagun pada tahun 2006 silam. Dan pesan Abu Ibrahim Woyla semasa hidupnya adalah: “Amanah Abu, bek meulake bak gop keu peudong dayah, peulaku ubee sangguop” (Amanah Abu, jangan meminta-minta untuk mendirikan dayah, kerjakan sesuai kesanggupan), tegas Mukhlis menirukan ucapan Abu.

Kewafatan Abu Ibrahim Woyla

Belum pernah terjadi dalam sejarah di Woyla (Aceh Barat) bila seseorang meninggal ribuan orang datang melayat (takziah) kecuali pada waktu wafatnya Abu Ibrahim Woyla. Selama hampir 30 hari meninggalnya Abu Ibrahim Woyla masyarakat Aceh berduyun-duyun datang melayat ke kampung Pasi Aceh, Kecamatan Woyla Induk, Aceh Barat sebagai tempat peristirahatan terakhir Abu Ibrahim Woyla.

 Selama 30 hari itu ribuan orang setiap hari tak kunjung henti datang menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya Abu Ibrahim Woyla, sehingga pihak keluarga menyediakan 400 kotak air mineral gelas dan 3 ekor lembu setiap hari dari sumbangan mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf untuk menjamu para tamu yang datang silih berganti ke tempat wafatnya Abu Ibrahim Woyla. Begitulah pengaruh ke-ulama-an Abu Ibrahim Woyla dalam pandangan masyarakat Aceh, terutama di wilayah Aceh Barat dan Aceh Selatan.

Beliau berpulang ke Rahmatullah pada hari Sabtu pukul 16.00 WIB tanggal 18 Juli 2009 di rumah anaknya di Pasi Aceh Kecamatan Woyla Induk, Kabupaten Aceh Barat dalam usia 90 tahun.

Peneliti LKAS Banda Aceh pernah berziarah ke makan beliau pada bulan April 2010. Melihat makam yang dijaga oleh anak tertuanya, banyak sekali diziarahi oleh masyarakat. Namun pihak keluarga sangat hati-hati dan berpesan pada penziarah agar makan Abu Ibrahim Woyla tidak dijadikan tempat pemujaan.

Begitulah sebagian dari perjalanan riwayat hidup seorang ulama wali Allah, Abu Ibrahim Woyla, yang sulit dicari penggantinya di Aceh sekarang ini.

Kuburan Abu Ibrahim Woyla Digandakan

Berdasarkan informasi dari tribunnews, pihak keluarga almarhum Abu Ibrahim Woyla memprotes terhadap penggandaan kuburan di tiga lokasi di Kecamatan Bubon, Aceh Barat, oleh seorang ulama di wilayah itu. Padahal, jasad almarhum sudah dikebumikan di Desa Pasi Aceh, Kecamatan Woyla. Karena itu, pihak keluarga meminta Majelis Permusyaratan Ulama (MPU) segera menyelesaikan masalah tersebut, sebelum pihak keluarga turun tangan.

Mohd Miswar didampingi Tgk Zul Zamzami dari keluarga almarhum Ibrahim Woyla kepada Serambi,  mengatakan, penggandaan kuburan Abu Ibrahim Woyla hingga menjadi tiga lokasi oleh seorang ulama sangat meresahkan pihak keluarga besar almarhum Abu Ibrahim Wolya. Sebab, kuburan Abu Ibrahim adalah di Desa Pasie Aceh, Kecamatan Woyla. Sedangkan dua kuburan lain yang menurut keluarga Abu Ibrahim adalah kuburan palsu, yakni di Desa Peulante dan Desa Blang Sibeutong Kecamatan Bubon.

“Pihak keluarga sudah melihat langsung kedua keburan tersebut. Ini benar-benar bisa menyesatkan umat, karena itu kami mengharapkan agar MPU segera menyelesaikan masalah tersebut, sebelum pihak keluarga Abu Ibrahim turun tangan,” tegas Miswar yang juga mantan anggota DPRK Aceh Barat tersebut.

Ditegaskan Miswar, almarhum Abu Ibrahim dikebumikan di Desa Pasi Aceh Kecamatan Woyla yang merupakan desa tempat kelahirannya dan tidak dikebumikan di dearah lain. Menurut Miswar, jika masalah itu tidak segera diselesaikan oleh pihak MPU, dikhawatirkan bisa menyesatkan masyarakat. Sebab, ujar Miswar, dalam agama Islam tidak boleh kuburan seseorang ada tiga buah, karena jasad manusia pun cuma satu.

Ketua MPU Aceh Barat, Teungku Abdurrani yang dikonfirmasi Serambi Jum’at mengakui telah mendapatkan laporan mengenai penggandaan kuburan tersebut. “Informasi itu memang sudah kami terima, dan yang kita sayangkan justru yang melakukan penggandaan kuburan itu seorang ulama di wilayah itu,” ujar Abdurrani.

Teungku Abdurrani juga menyebutkan, dalam syariat tidak boleh digandakan kuburan. Karena itu, Ketua MPU Aceh Barat itu berjanji segera bermusyawarah dengan ulama tersebut guna menyelesaikan masalah penggandaan kuburan itu.

01 Agustus 2016

Comments System

Disqus Shortname