Selasa, 03 September 2019

PROPOSAL TUGAS AKHIR


PROPOSAL TUGAS AKHIR

PENGARUH PENGGUNAAN ABU KERAMIK SEBAGAI PENGGANTI FILLER PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRETE-WEARING COURSE ( AC-WC )

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat yang Diperlukan
Untuk Mendapatkan Sarjana
  
Oleh 
 ZULFAHMI
 NIM      : 1503010044
                PRODI : TEKNIK SIPIL







FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ALMUSLIM
MATANGGLUMPANGDUA - BIREUEN
2019 



I.          PENDAHULUAN
1.1       1.1       Latar  Belakang
Seiring dengan pertumbuhan kendaraan terhadap lalu lintas, maka mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk yang sangat pesat. Sehingga muncul banyak kendaraan berat yang melintas dijalan raya. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan yang di kenal dengan AC-WC (Asphalt Concrete-Wearing Course). Lapisan tersebut memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi dan rentan terhadap kerusakan akibat beban lalu lintas berat dan kerusakan yang sering terjadi yaitu pelepasan butiran dan retak. Hal ini bisa terjadi karena pencampuran hot mix pada agregat halus tidak bergradasi rapat.
Maka dari itu diperlukan subtitusi yang dilakukan pada filler agar tidak terjadi rongga yang terlalu besar pada aspal tersebut. Material filler umumnya menggunakan semen, akan tetapi hal itu tidak menghemat biaya. Oleh karenanya perlu di subtitusi dengan material yang mempunyai sifat sama dengan semen di antaranya adalah abu batu bata karena merupakan sampel yang sangat banyak dan mudah di peroleh dan bisa meminimalisir kerusakan akibat pelepasan butiran dan retak akibat beban kendaraan yang pada berat pada jalan. Penggunaan abu Keramik pada penelitian ini diambil sebesar 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% dari filler. Hal ini dilakukan dengan acuan penelitian terdahulu yang di variasikan terhadap filler dan aspal.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan abu Keramik sebagai substitusi agregat halus pada campuran aspal. Hal ini akan ditinjau dari nilai stabilitas dan kelelehannya. Adapun metode yang digunakan adalah metode marshall. Pada metode marshall ada beberapa tahap yang perlu dilakukan antara lain, pengujian berat jenis, perencanaan gradasi agregat, perencanaan komposisi agregat, perhitungan berat jenis bulk agregat, pengujian berat jenis campuran maksimum dan perhitungan nilai-nilai parameter marshall.

1.2           1.2   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari penelitian ini, penulis merumuskan beberada hal penting yang dianggap menarik untuk diteliti, yaitu:
  1. Bagaimana pengaruh penggunaan abu keramik dalam campuran Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC) pada campuran beraspal.
  2. Bagaimana pengaruh filler dengan atau tanpa menggunakan abu keramik.
  3. Bagaimana perbandingan nilai stabilitas terhadap persentase Abu Keramik yaitu sebesar 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% dari berat filler.
1.3         1.3     Batasan Masalah
Demi tercapainya penelitian diperlukan batasan dalam penulisan agar pembahasannya tidak meluas sehingga tujuan dari penulisan dapat tercapai dan dipahami. Adapun lingkup penelitian ini terbatas pada :
1.      Perencanaan campuran asphalt concrete wearing course (AC-WC) mengacu pada Spesifikasi Bina Marga 2010 revisi 3 (2014).
2.      Penelitian dilakukan pada skala laboratorium.
3.      Sumber campuran beton aspal yang dipakai pada penelitian ini terdiri dari:
a.      Aspal minyak pen. 60/70 dari Pertamina.
b.  Agregat kasar dan halus di peroleh dari PT. Krueng Meuh yang berada di Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen.
c.      Filler menggunakan semen Portland dan Abu Keramik.
d.  Bahan penggunaan Abu Keramik di peroleh dari hasil pecahan bangunan yang telah roboh/rusak disekitar Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen sebagai filler pada campuran Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC) di batasi sebesar 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%.
e.      Karakteristik marsall yang ditinjau lebih stabil.
f.       Parameter marshall meliputi:
1)      Stabilitas
2)      Kelelehan Plastis (flow plastis)
3)      Kepadatan (Density)
4)      Marshall Quotient
5)      Persen Rongga Dalam Campuran (VIM)
6)      Persen Rongga Terisi Aspal (VFB)
7)      Persen Rongga Antar Butir Agregat (VMA)

1.4       Tujuan Penelitian
1.  Mengetahui karakteristik penggunaan Abu Keramik sebagai filler dalam campuran Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC) pada campuran beraspal.
2.      Mengetahui pengaruh filler dengan atau tanpa menggunakan Abu Keramik.
3.      Mengetahui perbandingan nilai stabilitas terhadap persentase Abu Keramik yaitu sebesar 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% dari filler.

1.5    Manfaat Penelitian
1.      Untuk mengetahui kelayakan kualitas aspal beton menggunakan abu keramik yang dinilai stabilitasnya.


II.        TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan kepustakaan merupakan kerangka teori dan konsep dasar dalam menentukan metode pemecahan masalah.Tujuannya adalah untuk memberikan landasan teori berupa anggapan dasar, rumus-rumus dan teori-teori yang berkaitan dengan pokok permasalahan.

2.1       Bahan Campuran Aspal
2.1.1    2.1.1    Agregat
Agregat adalah partikel mineral yang berbentuk butiran-butiran yang merupakan salah satu penggunaan dalam kombinasi dengan berbagai macam tipe mulai dari sebagai bahan material di semen untuk membentuk beton, lapis pondasi jalan, material pengisi,(Harold N. Atkins, PE. 1997). Agregat didefinisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan padat. ASTM mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa massa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen. Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90-95% agregat berdasarkan prosentase berat atau 75-85% agregat berdasarkan prosentase volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain 

1.         1.        Agregat Kasar
Fraksi agregat kasar untuk campuran tertahan pada ayakan No.4 (4,75 mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih, keras, awet, dan bebas dari lempung dan memenuhi ketentuan. Agregat yang digunakan dalam lapisan perkerasan jalan ini adalah agregat yang memiliki diameter agregat antara 2,36 mm sampai 19 mm. Berikut ini adalah Tabel 2.1 yang berisi spesifikasi dari aspal keras penetrasi 60/70.
Tabel: 2.1 Ketentuan Agregat Kasar
Pengujian
Standar
Nilai
Kekentalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan magnesium sulfat
SNI 3407:2008
Maks.12 %
Abrasi dengan mesin Los Angeles
Campuran AC bergradasi kasar
SNI 2417:2008
Maks. 30%
Semua jenis campuran aspal bergradasi lainnya
Maks. 40%
Kelekatan agregat terhadap aspal
SNI 03-2439-1991
Min. 95 %
Angularitas (kedalaman dari permukaan <10 cm)
DoT’s
Pennsylvania
Test Method,
PTM No.621
95/90 1
Angularitas (kedalaman dari permukaan ≥ 10 cm)
80/75 1
Partikel Pipih dan Lonjong
ASTM D4791
Perbandingan 1 :5
Maks. 10 %
Material lolos Ayakan No.200
SNI 03-4142-1996
Maks. 1 %
Sumber : : Bina Marga 2010 Revisi 3 (2014)

2.          2.        Agregat Halus
Agregat halus adalah material yang lolos saringan No.4 (4,75 mm) dan tertahan saringan no.200 (0,075 mm). Fungsi agregat halus yaitu untuk menambah stabilitas, meningkatkan kekasaran permukaan dan meningkatkan kadar aspal agar lebih awet (Suhendra, 2013). Ada beberapa parameter yang bisa menjadi pembanding untuk penggunaan agregat halus sesuai dengan karakteristik.
Tabel 2.2 Ketentuan agregat halus
Pengujian
Standar
Nilai
Nilai setara pasir
SNI 03-4428-1997
Min 50 % untuk SS, HRS dan Ac bergradasi halus
Min 70 % untuk Ac bergradasi kasar
Material lolos ayakan no.200
SNI 03-4428-1997
Maks 8 %
Kadar lempung
SNI 3423 : 2008
Maks 1 %
Angularitas (kedalaman dari permukaan < 10 m)
AASHTO TP-33 atau
ASTM C1252-93
Min. 45
Angularitas (kedalaman dari permukaan ≥ 10 m)
Min. 40
Sumber :Bina Marga 2010 Revisi 3 (2014)

2.1.2    2.1.2    Bahan Pengisi (Filler)
Filler adalah suatu bahan berbutir halus yang lewat ayakan No. 200 (0,075 mm). Bahan filler sendiri dapat berupa : debu batu, kapur, Portland cement atau bahan lainnya (Bahan dan Struktur Jalan Raya, Ir. Soeprapto Tatomihardjo, M.Sc ; 1994) Filler mempunyai fungsi mempertinggi kepadatan dan stabilitas campuran, menambah jumlah titik kontak butiran, mengurangi jumlah bitumen yang digunakan untuk mengisi rongga dalam campuran. Bahan pengisi ( filler ) harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan merupakan bahan 75 % lolos ayakan no.200 dan mempunyai sifat non plastis..

1.        Semen Portland
Semen Portland adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif dan kohesif digunakan sebagai bahan pengikat (bonding material) yang di pakai bersama batu kerikil, pasir dan air dan selanjutnya akan mengeras menjadi padat. Semen Portland merupakan bahan utama beton terpenting yang berfungsi sebagai bahan pengikat anorganik dengan bantuan air dan mengeras secara hidrolik. Berat jenis semen Portland adalah 3,0 gr/ml dan semen Portland inilah yang dapat menyatukan antara agregat halus dan kasar sehingga mengeras menjadi beton. Semen Portland umumnya digunakan sebagai bahan bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat, perkerasan jalan, struktur rel dan lain-lain.


2.         Abu Keramik
Bahan baku Keramik terdiri dari tiga bahan baku utama yang digunakan untuk membuat produk keramik klasik, atau “triaksial”, adalah lempung, feldspar dan pasir. Lempung adalah aluminium silikat hidrat yang tidak terlalu murni yang terbentuk sebagai hasil pelapukan dari batuan beku yang mengandung feldspar sebagai salah satu mineral asli yang penting. Reaksinya dapat dilukiskan sebagai berikut :
   K 2O Al2O3.6SiO2 + CO2 + 2H2O K 2CO3 + Al 2 O3.2SiO 2.2H 2O + 4SiO2
Ada sejumlah spesies mineral yang disebut mineral lempung (clay mineral) yang mengandung terutama campuran kaolinit (Al2O3.SiO2.2H2O), montmorilonit [(Mg,Ca)O.Al2O3.5SiO2.nH2O], dan ilit (K2O, MgO, Al2O3, SiO2, H2O ) masing– masing dalam berbagai kuantitas. Dari sudut pandang keramik, lempung berwujud plastik dan bisa dibentuk bila cukup halus dan basah, kaku bila kering, dan kaca (vitreous) bila dibakar pada suhu yang cukup tinggi. Prosedur pembuatannya mengandalkan kepada sifat–sifat tersebut diatas.
Gambar: 2.1. Keramik

           2.1.3     Aspal
Aspal merupakan material berwarna hitam atau coklat tua dengan unsur utamanya bitumen, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu aspal dapat menjadi lunak/cair. Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat termoplastis). Aspal dapat diperoleh di alam atau pun residu dari penggilingan minyak bumi (Sukirman, S, 2003). Adapun pengujian aspal yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.         1.         Pengujian Penetrasi
Saodang, H (2005) menyebutkan pengujian penetrasi dimaksudkan untuk mengukur kekerasan/kelunakan aspal dengan persyaratan tertentu sesuai dengan SNI 06-2456-1991. Hasil test berupa jarak sepersepuluh centimeter dari sebuah jarum standar penetrasi, masuk secara vertikal pada suatu contoh kecil aspal yang ditempatkan pada wadah tepat dibawah jarum tersebut. Standar penetrasi adalah diakibatkan oleh beban 100 gram yang diberikan pada jarum selama 5 detik dengan temperature 25 oC.

2.         2.        Pengujian Titik Lembek Aspal
Menurut Saodang, H (2005), bahan aspal tidak memiliki titik leleh tetap, sebagaimana bahan lain tapi karena mempunyai stadium transisi dari cair ke padat maka terdapat variasi temperatur. Umumnya makin tinggi titik lembek aspal maka makin rendah variabilitasnya. Metodenya sendiri dikenal sebagai metode “bola cincin” (ring and ball). Air dalam tabung dipanaskan dengan dipertahankan pada temperatur tidak melebihi 56 oC, dan 111 oC untuk aspal dengan kecepatan pemanasan 0,5oC atau tiga menit pertama. Temperatur dibaca dari thermometer sesaat sesudah aspal atau ter menyentuh dasar pelat dibawah cincin.

a.        Gradasi Agregat
Menurut Sukirman, S (2003), Gradasi agregat merupakan susunan butir agregat sesuai ukurannya. Ukuran butir agregat dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Gradasi agregat dapat dikelompokkan ke dalam agregat bergradasi baik (kasar dan halus) dan agregat bergradasi buruk (seragam, senjang dan terbuka). Adapun jenis-jenis gradasi agregat antara lain:
1.         Agregat bergradasi rapat/menerus adalah agregat yang ukuran butirnya terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran butir. Campuran agregat bergradasi ini mempunyai pori sedikit, mudah dipadatkan, dan mempunyai stabilitas tinggi.
2.      Agregat bergradasi seragam adalah agregat yang hanya  terdiri dari butir-butir agregat berukuran sama atau hampir sama. Campuran agregat ini mempunyai pori antar butir yang cukup besar, sehingga sering dinamakan juga agregat bergradasi terbuka. Rentang distribusi ukuran butiran yang ada pada agregat bergradasi seragam tersebar pada rentang yang sempit.
3.          Agregat bergradasi senjang adalah agregat yang distribusi ukuran butirnya tidak menerus atau ada bagian ukuran yang tidak ada, jika ada hanya sedikit sekali.

Lapisan pengikat pada aspal beton lapis aus terletak pada lapis permukaan dan mempunyai tekstur lebih halus dibandingkan dengan lapis antara dan tekstur sedang. Ketentuan campuran laston terhadap gradasi agregat gabungan dapat di lihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 campuran laston (AC) terhadap gradasi agregat gabungan
Ukuran Ayakan
% Berat Yang Lolos Terhadap Total Agregat Dalam Campuran
ASTM
(mm)
Gradasi Halus
Gradasi Kasar*
WC
BC
Base
WC
BC
Base
1 ½”
37,5


100


100
1”
25

100
90-100

100
90-100
¾”
19
100
90-100
73-90
100
90-100
73-90

1/2”
12,5
90-100
74-90
61-79
90-100
71-90
55-76
3/8”
9,5
72-90
64-82
47-67
72-90
58-80
45-66
No. 4
4,75
54-69
47-64
39,5-50
43-63
37-56
28-39,5
No. 8
2,36
39,1-53
34,6-49
30,8-37
28-39,1
23-34,6
19-26,8
No. 16
1,18
31,6-40
28,3-38
24,1-28
19-25,6
15-22,3
12-18,1
No. 30
0,600
23,1-30
20,7-28
17,6-22
13-19,1
10-16,7
7-13,6
No. 50
0,300
15,5-22
13,7-20
11,4-16
9-15,5
7-13,7
5-11,4
No. 100
0,150
9-15
4-13
4-3
6-13
5-11
4,5-9
No. 200
0,075
4-10
4-8
3-6
4-10
4-8
3-7
Sumber :Bina Marga 2010 Revisi 3 (2014)
 (*) Laston (AC) bergradasi kasar digunakan pada daerah deformasi yang tinggi seperti pegunungan, gerbang tol atau pada dekat lampu lalu lintas.

2.2       Perencanaan Campuran Beton Aspal
Menurut Asphalt Institute (1985), Perencanaan campuran beraspal bertujuan untuk mendapatkan campuran efektif dari gradasi agregat dan aspal. Campuran tersebut bergantung pada karakteristik agregat seperti gradasi dan daya serap agregat, gradasi  agregat berhubungan langsung dengan kadar aspal optimum. Gradasi agregat yang halus mempunyai luas permukaan agregat yang lebih besar, sehingga jumlah aspal yang dibutuhkan untuk menyelimuti agregat akan lebih banyak. Begitu juga sebaliknya untuk gradasi campuran yang lebih kasar. Agregat yang mempunyai daya serap tinggi terhadap aspal akan membutuhkan jumlah aspal yang lebih banyak agar dapat menyelubungi semua partikel agregat.
Tabel 2.4 Ketentuan sifat-sifat campuran laston (AC)  
Sifat-sifat Campuran
Laston
Lapis Aus
Halus
Kasar
Kadar aspal efektif (%)

5,1
4,3
Penyerapan aspal (%)
Maks
1,2
Jumlah tumbukanPerbidang

75
Rongga dalam campuran (%)
Min
3,5
Maks
5
Rongga dalam Agregat (VMA) (%)
Min
15
Rongga terisi aspal(%)
Min
65
Stabilitas Marshall (kg)
Min
800
Maks
-
Kelelehan (mm)
Min
2
4
Marshall Quotient (kg/mm)
Min
250
Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60 0C
Min
90
Sumber :Bina Marga Revisi 3 (2014)

2.3       Metode Marshall Pada Campuran Beton Aspal
Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T-245-90. Prinsip dasar metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flow meter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flow meter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm).
Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI 06-2489-1991, atau AASHTO T 245-90, atau ASTM D 1559-76. Secara garis besar pengujian Marshall meliputi: persiapan benda uji, penentuan berat jenis bulk dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan flow, dan perhitungan sifat volumetric benda uji.

2.3.1    Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pon. Bukhari (2007) mengatakan stabilitas dapat di hitung dengan menggunakan persamaan :
S = p x q x r.......................................................................................... (2.1) 
Dimana :
S     =          Stabilitas (kg)
p      =          Kalibrasi alat marshall (10,88)
q      =          Pembacaan dial stabilitas
r      =          Koreksi benda uji


2.3.2    Kelelehan Plastis (flow plastis)
Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh. Nilai kelelehan plastis dapat langsung di baca pada dial flow dan dinyatakan dalam satuan millimeter atau 0,1 inci.          
2.3.3    Kepadatan (Density)
Kepadatan (Density) merupakan perbandingan antara berat kering benda uji dengan berat air pada volume yang sama. Bukhari (2007) menyebutkan density dapat di hitung dengan menggunakan persamaan :
.................................................................................................... (2.2)
Dimana :
g      =          Density (gr/cm3)
c      =          Berat kering (gr)
f      =  (d-e).................................................................................... (2.3)
d     =          Berat dalam kering keadaan jenuh permukaan (gr)
e      =          Berat dalam air (gr)


2.3.4    Marshall Quotient
Marshall quotient adalah perbandingan nilai stabilitas dan flow. Bukhari (2007) menyebutkan besarnya nilai marshal quotient dapat diperoleh dengan persamaan :
........................................................................................... (2.4)
Dimana :
MQ             =          Nilai marshall quotient (kg/mm)
S                 =          Nilai stabilitas marshal (kg)
Flow           =          Pembacaan dial flow (mm)



2.3.5    Persen Rongga Dalam Campuran (VIM)
Void in mix (VIM) atau rongga dalam campuran adalah bagian ruang kosong dari seluruh campuran yang merupakan perbandingan volume ruang udara dengan volume sampel yang dipadatkan dan dinyatakan dalam persen. Bukhari (2007) menyebutkan besarnya nilai rongga dalam campuran dapat dihitung dengan persamaan :
................................................................................. (2.5)
Dimana :
n                  =          Persentase rongga dalam campuran (%)
g                  =          Berat volume atau density (gr/cm3)
h                  =          Berat jenis maksimum teoritis
                    =          100 : (% agregat/Bj + % aspal/Bj)


2.3.6    Persen Rongga Terisi Aspal (VFB)
Bukhari (2007) menyebutkan Voids Filled by Bitumen atau persen rongga terisi aspal adalah perbandingan antara rongga-rongga yang terisi aspal dengan volume benda uji. Besarnya rongga terisi aspal di dapat dengan persamaan :
..................................................................................... (2.6)
Dimana :
m                 =          Persen rongga terisi aspal
i                   =          (b x g)/Bj aspal
b                  =          Persen aspal terhadap campuran
g                  =          Berat benda uji (gr)
I                  =          100 – j            
J                  =          (100 – b) .g / Bj aspal.


2.3.7    Persen Rongga Antar Butir Agregat (VMA)
Bukhari (2007) menyebutkan Voids in Mineral Agregat atau rongga antara butiran agregat merupakan volume rongga antar butir agregat. Dapat di hitung dengan menggunakan persamaan :
......................................................................................... (2.7)
Dimana :
I      =          Persen rongga antar butir agregat
J      =          (100 – b) .g / Bj aspal.
b      =          Persen aspal terhadap campuran
g      =          Berat benda uji (gr)


2.4       Penentuan Kadar Aspal Ideal (Pb)
Menurut Sukirman (2003),  kadar aspal tengah merupakan nilai tengah dari rentang kadar aspal dalam spesifikasi campuran. Biasanya kadar aspal campuran telah ditetapkan dalam spesifikasi sifat campuran, maka untuk rancangan campuran di laboratorium dipergunakan kadar aspal tengah/ideal. Untuk mendapatkan kadar aspal tengah (Pb) dapat dihitung dengan rumus dibawah ini.
Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FILLER) + K ……………......(2.8)
Dimana :
Pb        = Kadar aspal tengah, persen terhadap campuran
            CA      = Persen agregat tertahan saringan No.4
            FA       = Persen agregat saringan lolos No.4 dan tertahan saringan No.200
            Filler    = Persen agregat minimal 75% lolos saringan No.200
            K         = Konstanta 0,5 – 1 untuk lapis AC (Asphalt Concrete)


2.5       Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO)
Menurut Sukirman (2003), kadar aspal optimum dalam campuran bergantung pada karakteristik agregat seperti gradasi dan daya serap agregat, gradasi  agregat berhubungan langsung dengan kadar aspal optimum. Gradasi agregat halus mempunyai luas permukaan agregat lebih besar, sehingga jumlah aspal yang dibutuhkan untuk menyelimuti agregat akan lebih banyak. Begitu sebaliknya pada gradasi yang lebih kasar. Agregat mempunyai daya serap tinggi terhadap aspal yang membutuhkan jumlah aspal lebih banyak agar dapat menyelubungi semua partikel.


2.6       Analisis Regresi 
Dalam menganalisa data yang menunjukkan hubungan antara parameter marshall dengan bahan pengikat ( aspal ) maka digunakan analisa regresi.
Kurnia ( 2009 ), analisis regresi merupakan salah satu analisis yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain. Dalam analisis regresi, variabel yang mempengaruhi disebut Independent variabel ( variabel bebas ) dan variabel yang mempengaruhi disebut Dependent variabel ( variabel terikat ). Jika dalam persamaan regresi hanya terdapat satu variabel bebas dan satu variabel terikat, maka disebut sebagai persamaan regresi sederhana, sedangkan jika variabel bebasnya lebih dari satu, maka disebut sebagai persamaan regresi berganda. Untuk mendapatkan model yang sesuai, dilakukan pengujian dengan uji F-hitung terhadap koofisien regresi.
Analisa regresi digunakan untuk mempelajari dan mengukur hubungan statistik yang terjadi antara dua atau lebih variabel. Dalam analisis regresi, suatu persamaan regresi yang hendak ditentukan dan digunakan untuk menggambarkan pola atau fungsi hubungan yang terdapat antar variabel ( Harinaldi, 2005 ).
Anyori ( 2007 ) menyatakan ada beberapa model regresi yang digunakan untuk mencari model yang paling sesuai sebagai pendugaan untuk menyatakan hubungan antar variabel, antara lain :
a.       Model regresi linier , bentuk persamaannya : y = a + x
b.      Model regresi polynomial ( regresi parabola ), bentuk persamaannya :  y = a + x +
c.       Model regresi kuadratik, bentuk persamaannya : y = a +
d.      Model regresi kubik, bentuk persamaannya : y = a +
Pada penelitian ini model regresi yang digunakan adalah model regresi linear.


2.7        Analysis Of Variance (ANOVA)
Statistika adalah ilmu atau seni yang berkaitan dengan tata cara (metode) pengumpulan data, analisis data, dan interpretasi hasil analisis untuk mendapatkan informasi guna penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan. Metode statistik yang banyak digunakan untuk menganalisis data dari suatu percobaan yang terancang adalah teknik analisis ragam atau sering disebut dengan ANOVA. Analisis ragam adalah sebuah metode untuk memeriksa hubungan antara dua atau lebih set data. Dengan kata lain ada hubungan antara set data dengan melakukan analisis varians. Analisis varians kadang- kadang disebut sebagai F-test. Suatu ciri analisis ragam adalah model ini terparameterisasikan secara berlebih, artinya model ini mengandung lebih banyak parameter dari pada yang dibutuhkan untuk mempresentasikan pengaruh-pengaruh yang diinginkan. Salah satu tipe dari analisis ragam adalah analisis varians satu jalur atau juga dikenal dengan istilah one-way ANOVA.
            Analisis varians satu jalur adalah proses menganalisis data yang diperoleh dari percobaan dengan berbagai tingkat faktor, biasanya lebih dari dua tingkat faktor. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengindentifikasi variabel bebas yang penting dan bagaimana variabel tersebut dapat mempengaruhi respons (Wackerley, 2008 dalam Fajrin, 2011). Bila hanya salah satu faktor yang diselidiki, proses ini disebut satu arah atau analisis varians satu jalur. Model untuk analisis ini dijabarkan sebagai berikut.
yij=μ+Ï„i+ϵij {  }.......................................................................... (2.9)
Dengan :
Yij       : Pengamatan ke j dalam kelompok ke i
Îœ         : Nilai tengah sering disebut dengan rerata umum
Τi         : Parameter yang menyatakan rerata kelompok ke i
ϵij         : Galat pada pengamatan ke (i,j)
Hipotesis nol dan alternatif untuk analisis statistik ini,
H0 = μ1 = μ2 = ..... = μa atau secara ekuivalen, H0= τ1 = τ2 = .....=τa = 0
H1= μi ≠ μj untuk setidaknya satu pasangan (i,j).
Prosedur berikutnya untuk proses analisis ini adalah untuk menghitung:
SST = ..........................................................................  (2.10)
SST = SStreatments + SSE .....................................................................................  (2.11)
MStreatments = ...............................................................................  (2.12)
MSE=  ...................................................................................................  (2.13)
Kemudian dilakukan uji statistik dengan menggunakan persamaan berikut ini:
F0 = ...................................................  (2.14)
SST                  : Total dikoreksi dari kuadrat penjumlahan.
SStreatments         : Kuadrat penjumlahan akibat perlakuan (i.e. antara perlakuan).
SSE                  : Kuadrat penjumlahan akibat kesalahan (i.e dalam perlakuan).
MStreatments        : Kuadrat perlakuan.
MSE                      : Kuadrat dari kesalahan.
F0                           : Nilai respon dari pengamatan ij.
Fα,a – 1,N – a : Nilai respon yang didapatkan dari tabel F distribusion.
N                     : Banyak sampel
n                      : Banyak replikasi
a                      : Bnyak perlakuan/variabel
Hipotesis nol (H0) harus ditolak dan disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan diantara variabel penelitian jika:
F0>F, a1, na..................................................................................................... (2.15)

Adapun  Tabel 5% ANOVA dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut :
Tabel 2.5 5% ANOVA.



2.8        Hasil Penelitian yang Pernah Dilakukan
  Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahaditya (2012) mengenai studi penggunaan serbuk keramik bekas sebagai filler pada perkerasan Hot Roller Sheet-Wearing Coarse (HRS-WC), menyimpulkan bahwa setiap bertambahnya kadar aspal nilai stabilitas serta mengalami kenaikan pada kelelehan.
(Flow) kadar aspal 4,5% s/d 6,5% masuk dalam spesifikasi yang disyaratkan, hal serupa terjadipada nilai stabilitas pada campuran Filler  serbuk keramik bekas dengan kadar aspal 4,5% s/d 6,5% memenuhi spesifikasi yang disyaratkan. Pada MQ campuran Filler serbuk keramik bekas dengan kadar aspal 4,5% s/d 5,5% mengalami kenaikan dan pada kadar aspal 6% s/d 6,5% terjadi penurunan. Tetapi pada semua penurunan tersebut masih memenuhi spesifikasi yang disyaratkan.
Tanzil, M. C (2012) menyatakan bahwa campuran AC-WC yang mengganti filler dengan fly ash sebesar 6,2% dapat meningkatkan kadar aspal, walaupun nilai tertingginya adalah 100% menggunakan semen sebagai filler. Dalam penelitian ini didapatkan nilai kadar aspal optimum untuk campuran beraspal dengan menggunakan variasi filler adalah sebesar 6,2%. Nilai stabilitas tertinggi didapatkan dengan komposisi 100% PC dengan nilai 1222,85 kg. Sedangkan nilai kepadatan untuk berbagai komposisi filler didapatkan nilai 2,35 gr/cm3.


III.      METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Almuslim sesuai dengan spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3 (2014). Adapun jenis campuran aspal panas yang dipilih dalam penelitian ini adalah Asphal Concrete- Wearing Course (AC-WC).


3.1        3.1       Metode Pengumpulan Data
            Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengujian sesuai dengan spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3 (2014).. Pengujian meliputi agregat dan aspal minyak penetrasi 60/70. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan maka dilakukan beberapa tahap pemeriksaan yang saling berkaitan. Data yang dibutuhkan meliputi data primer dan data sekunder.


3.1.1    Data Primer
Data primer adalah data yang diperlukan sebagai pendukung utama dalam menganalisa hasil dari penelitian yang dilaksanakan. Data ini diperoleh dari pengamatan atau pemeriksaan di laboratorium, pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan sifat fisik agregat dan sifat  fisik aspal, dimana agregat di peroleh dari PT. Krueng Meuh yang berada di Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen, aspal minyak Penetrasi 60/70 diperoleh dari Pertamina dan serbuk keramik bekas di peroleh dari hasil pecahan bangunan yang telah roboh/rusak disekitar Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen.


3.1.2    Data Sekunder
Data sekunder adalah data pendukung data primer yang diperlukan dalam penelitian yang berupa daftar spesifikasi campuran, peta tempat pengambilan agregat dan sebagainya. Data sekunder dapat diperoleh dari sejumlah buku, artikel-artikel ilmiah sebagai landasan teori dalam menuju kesempurnaan dari penelitian ini.


3.1.3    Metode Pengambilan Sampel
a.       Aspal minyak penetrasi 60/70 dipeoleh dari pertamina
b.      Agregat ( kasar, halus dan filler ) dari PT. Krueng Meuh
c.       Abu keramik diperoleh dari hasil pecahan bangunan yang telah roboh/rusak disekitar Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen.

 3.2      3.2       Pemeriksaan Sifat Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam campuran Asphal Concrete- Wearing Course (AC-WC) diuji karakteristik dari masing bahan agregat, aspal Pen 60/70. Metode pengujian mengacu pada Standar Nasional Indonesia dan pengujian dilakukan di laboratorium.


3.2.1    Pemeriksaan bahan agregat
Bahan agregat yang diteliti berupa agregat kasar, agregat halus dan filler. Jenis dan metode pengujian yang dilakukan terhadap agregat berdasarkan Tabel 3.1 di bawah ini.
Tabel 3.1 Standar Pemeriksaan Karakteristik Agregat
No
Jenis Pengujian
Metode Pengujian
I.                   Agregat Kasar
1
Analisa Saringan
SNI 03-1968-1990
2
Berat Jenis
SNI 1969 : 2008
3
Penyerapan Air
SNI 1969 : 2008
4
Indeks Kepipihan dan Kelonjongan
ASTM D-4791
5
Kelekatan Agregat Terhadap Aspal
SNI 06-2439-1991
II.                Agregat Halus dan Filler
1
Analisa Saringan
SNI 03-1968-1990
2
Berat Jenis
SNI 1970 : 2008
3
Penyerapan Air
SNI 1970 : 2008
Sumber :Bina Marga Revisi 3 (2014)

3.2.2    Pemeriksaan bahan aspal
Jenis bahan aspal yang digunakan adalah aspal dengan penetrasi 60/70, jenis dan metode pengujian berdasarkan Tabel 3.2
Tabel 3.2 Standar Pemeriksaan Karakteristik Aspal
No
Jenis Pengujian
Metode Pengujian
1
Penetrasi
SNI 06-2456-1991
2
Titik Lembek (0C)
SNI 06-2434-1991
3
Berat Jenis
SNI 06-2441-1991
4
Daktalitas
SNI 06-2432-1991
Sumber :Bina Marga Revisi 3 (2014)

3.2.3    Pengujian sifat bahan Abu Keramik
Jenis bahan abu keramik yang digunakan berupa lump, pengujian abu keramik hanya berupa pengujian kadar Abu Keramik kering. Metode pengujian ini mengacu pada SNI 06-2047-2002.

3.3       Peralatan Penelitian
Peralatan Penelitian ini menggunakan peralatan yang tersedia di Laboratorium Teknik Sipil Universitas Almuslim. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
a.     Alat pengujian aspal
Alat yang digunakan untuk pengujian aspal antara lain alat uji penetrasi, alat uji titik lembek,  
alat uji titik nyala dan titik bakar, alat uji daktilitas dan alat uji berat jenis.
b.    Alat pengujian agregat
Alat yang digunakan untuk pengujian agregat antara lain mesin Los Ageles (tes abrasi), 
saringan standar (penyusunan gradasi agregat), alat pengering (oven), timbangan berat, alat 
uji berat jenis (picnometer, timbangan, pemanas), bak perendam dan tabung sand equivalent.
c.    Alat pengujian campuran metode Marshall
Alat pengujian yang digunakan adalah seperangkat alat untuk metode Marshall, meliputi:
  • 1. Alat tekan Marshall yang terdiri kepala penekan berbentuk lengkung, cincin penguji berkapasitas 3000 kg (6000 lbs) yang dilengkapi dengan arloji pengukur kelelehan plastis (flowmeter).
  • 2.  Alat cetak benda uji berbentuk silinder diameter 10,2 cm (4 in) dengan tinggi 7,5 cm (3 in) untuk Marshall standar dan diameter 15,24 cm (6 in) dengan tinggi 9,52 cm untuk Marshall modifikasi dan dilengkapi dengan plat dan leher sambung.
  • 3.  Penumbuk manual yang mempunyai permukaan rata berbentuk silinder dengan diameter 9,8 cm (3,86 in), berat 4,5 kg (10 lb), dengan tinggi jatuh bebas 45,7 cm (18 in) untuk Marshall standar.
  • 4.    Ejektor untuk mengeluarkan benda uji setelah proses pemadatan.
  • 5.    Bak perendam (water bath) yang dilengkapi dengan pengatur suhu.
  • 6.   Alat-alat penunjang yang dibutuhkan meliputi panci pencampur, kompor pemanas, termometer, kipas angin, sendok pengaduk, kaos tangan anti  panas, kain lap, kaliper, spatula, timbangan dan tip-ex/cat minyak, untuk menandai benda uji.

3.4       Proses Pembuatan Abu keramik Pada Campuran Aspal
1.      Sumber Bahan
Abu keramik diperoleh dari hasil pecahan bangunan yang roboh/rusak yang berada disekitar Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen. Tahap Pengolahan:
a)      Keramik yang telah diambil dari hasil pecahan bangunan yang roboh/rusak disekitar Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen dijemur terlebih dahulu untuk menghilangkan kadar air, lama penjemuran ± setengah hari.
b)       Setelah kering, Keramik dihancurkan secara manual dengan batang penumbuk hingga menjadi serbuk sebagai agregat halus lalu diayak kira lolos ayakan No. 4 (4,75 mm ).
c)         Serbuk Keramik yang diambil adalah serbuk yang lolos ayakan No. 4 (4,75 mm ).

3.5      Perencanaan Gradasi
Jenis campuran beton aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah Asphal Concrete-Wearing Course (AC-WC) dan spesifikasi agregat dengan besar butir  maksimum 19 mm (3/4”). Dalam menentukan berat agregat pada masing-masing ukuran disesuaikan dengan spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3 (2014). Agregat yang digunakan dalam penelitian ini adalah agregat yang bergradasi halus yaitu agregat yang semua ukuran butirnya ada dan terdistribusi dengan baik. Hal ini mengacu pada SNI 8198-2015 tentang spesifikasi campuran beraspal panas bergradasi menerus (laston). Sebagai gambaran batas gradasi untuk Laston AC-WC diperlihatkan pada Tabel 2.4.

3.6             Kadar Aspal Rencana (Pb)
            Untuk menentukan kadar aspal optimum diperkirakan dengan penentuan kadar aspal optimum secara empiris dengan menggunakan persamaan 2.8. Nilai  Pb hasil perhitungan dibulatkan mendekati 0,5%. Pada penelitian ini kadar aspal yang digunakan sesuai dengan perhitungan yang di peroleh dari hasil analisa saringan sesuai dengan Tabel 2.4 pada agregat halus (AC-WC) yang kemudian disubstitusikan ke persamaan 2.8 yang kemudian di peroleh kadar aspal optimum (KAO).
            Banyaknya benda uji yang dibuat untuk mengetahui sifat-sifat campuran dan penentuan kadar aspal masing-masing campuram dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut ini :
Tabel 3.3 Benda uji untuk menentukan KAO dengan metode Marshall 
Sumber :Bina Marga Revisi 3 (2014).













Pembuatan jumlah benda uji yang direncanakan untuk lapisan AC-WC adalah 15 benda uji dengan 5 substitusi Abu Keramik yaitu 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%  dari total semen yang digunakan pada filler yang mana masing-masing sampel terdiri dari 3 buah. Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.4 di bawah ini.
Tabel 3.4 jumlah benda uji untuk substitusi filler dengan Keramik
No.
Subtitusi Pada filler
Jumlah Benda Uji
1
100% semen – 0% Keramik
3 Buah
2
75% semen – 25% Keramik
3 Buah
3
50% semen – 50% Keramik
3 Buah
4
25% semen – 75% Keramik
3 Buah
5
0% semen – 100% Keramik
3 Buah
Total Benda Uji
15 Buah
Sumber :Bina Marga Revisi 3 (2014)
Tabel 3.4 jumlah benda uji
No.
Benda Uji
Jumlah
1.
Benda uji untuk menentukan KAO dengan metode Marshall 
15 buah
2.
jumlah benda uji untuk substitusi filler dengan Keramik
15 buah
Total
30 buah
Sumber :Bina Marga Revisi 3 (2014)


3.7       Diameter Metode Marshall
            Beton aspal dibentuk dari agregat, aspal dan atau bahan tambahan yang dicampur secara merata pada suhu tertentu. Campuran kemudian dihamparkan dan dipadatkan sehingga berbentuk beton aspal padat. Sifat-sifat campuran beton aspal dapat dilihat dari parameter pengujian Marshall antara lain: Stabilitas, Kelelehan (flow), Kerapatan (density), Kadar aspal optimum (KAO), rongga dalam mineral agregat (Voids In the Mineral Agregate/VMA), rongga udara dalam campuran (Voids in the Mix/VIM), rongga terisi aspal (Voids Filled with Asphalt/VFA), dan Marshall Quotient (MQ).

3.8              Uji one way – Anova
Untuk uji anova guna mengetahui adanya pengaruh yang signifikan akibat perubahan persentase Abu keramik dengan cara kering dan tanpa substitusi terhadap parameter marshall, dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah pada bab II. untuk memudahkan perhitungan, maka proses perhitungannya menggunakan pogram microsoft excel.

3.9       Bagan Alir Penelitian



Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian




















IV.             RENCANA HASIL DAN PEMBAHASAN
            Pada bab ini dikemukakan cara pengelolahan data didasarkan pada hasil penelitian dengan metode yang digunakan pada bab sebelumnya, pengolahan data dan pembahasan yang dikemukakan adalah hasil pengujian sifat fisis yang meliputi : Pemeriksaan berat jenis, penyerapan, berat jenis, keausan, kekerasan, indeks kepipihan, indeks kelonjongan, pemeriksaan tumbukan dan kelekatan agregat terhadap aspal. Data awal untuk memperoleh dan mengetahui nilai karakteristik marshall asphalt concrete-wearing course (AC-WC) dengan komposisi aspal pen 60/70 dengan abu keramik sebagai filler. 
V.                KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, serta hasil dari pembahasan nantinya dapat diambil kesimpulan  bahwa pengaruh penggunaan abu keramik  sebagai filler pada campuran asphalt concrete-wearing course (AC-WC) adalah semakin tinggi nilai kadar filler, maka semakin tinggi pula nilai stabilitas dan semakin rendah nilai kelelehan.

Comments System

Disqus Shortname