Pengertian Kontrak Konstruksi Definisi Hak Dan Kewajiban Para Pihak serta Proses Terjadinya Pengaturan Hukum
Pengertian Kontrak Konstruksi adalah – Istilah kontrak kerja konstruksi merupakan terjemahan dari construction contract. Kontrak kerja konstruksi merupakan kontrak yang dikenal dalam pelaksanaan konstruksi bangunan, baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah maupun pihak swasta. Salim H.S., Op.Cit. Hal 90.Menurut Pasal 1 Ayat (5) UUJK, Kontrak kerja kostruksi merupakan: “Keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi”.
Dalam kenyataan sehari-hari, istilah kontrak konstruksi sering juga disebut dengan perjanjian pemborongan.
Definisi Kontrak Konstruksi Menurut Para Ahli
Istilah pemborongan dan konstruksi mempunyai keterikatan satu sama lain. Istilah pemborongan memiliki cakupan yang lebih luas dari istilah konstruksi. Hal ini disebabkan karena istilah pemborongan dapat saja berarti bahwa yang dibangun tersebut bukan hanya konstruksinya, melainkan dapat juga berupa pengadaan barang saja, tetapi dalam teori dan praktek hukum kedua istilah tersebut dianggap sama terutama jika terkait dengan istilah hukum/kontrak konstruksi atau hukum/kontrak pemborongan. Jadi dalam hal ini istilah konstruksi dianggap sama, karena mencakup keduanya yaitu ada konstruksi (pembangunannya) dan ada pengadaan barangnya dalam pelaksanaan pembangunan. Munir Fuady. Kontrak Pemborongan Mega Proyek (Bandung:Citra Adtya Kartini,1998). Hal12.
Menurut R. Subekti perjanjian pemborongan adalah perjanjian dimana pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diriuntuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang memborongkan denganmenerima suatu harga yang ditentukan. R. Subekti, Aneka Perjanjian (Bandung : Alumni, 1985). Hal 57.
Dalam KUH Perdata , perjanjian pemborongan disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1601 (b) KUH Perdata bahwa : “Perjanjian peborongan adalah perjanjian dengan mana pihak satu (sipemborong) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain (pihak yang memborongkan) dengan menerima suatu harga yang ditentukan”.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, dilihat dari sistem hukum maka kontrak bangunan merupakan salah satu komponen dari hukum bangunan (construction law, bouwrecht). Istilah construction law biasa dipakai dalam kepustakaan anglo saxon, sedangkan bouwrecht lazim dipergunakan dalam kepustakaan Hukum Belanda. Dengan demikian, yang dinamakan hukum bangunan adalah seluruh perangkat peraturan perundang-undangan yang bertalian dengan bangunan meliputi pendirian, perawatan, pembongkaran, penyerahan, baik bersifat perdata maupun publik/administratif. H. Mohammad Amari dan Asep Mulyana., Op.Cit. Hal 104.
Dalam kontrak konstruksi, sebagaimana kontrak pada umumnya akan menimbulkan hubungan hukum maupun akibat hukum antara para pihak yang membuat perjanjian. Hubungan hukum merupakan hubungan antara pengguna jasa dan penyedia jasa yang menimbulkan akibat hukum dalam bidang konstruksi. Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban diantara para pihak. Momentum timbulnya akibat itu adalah sejak ditandatanganinya kontrak konstruksi oleh pengguna jasa dan penyedia jasa. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa unsur-unsur yang harus ada dalam kontrak konstruksi adalah: Salim H.S., Op.Cit. Hal 91.
1. Adanya subjek, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa;
2. Adanya objek, yaitu konstruksi;
3. Adanya dokumen yang mengatur hubungan antara pengguna jasa dan penyedia jasa.
Pengaturan Hukum Tentang Kontrak Konstruksi
Penyelengaraan pengadaan bidang konstruksi di Indonesia telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Dari segi substansinya, kecuali mengenai segi-segi hukum kontrak, undang-undang ini cukup lengkap mangatur pengadaan jasa konstruksi. Y. Sogar Simamora., Op.Cit. Hal 213.
Undang-undang ini dibuat pada masa reformasi. Latar belakang lahirnya undang-undang ini karena berbagai peraturan perunang-undangan yang berlaku belum berorientasi pada pengembangan jasa konstruksi yang sesuai dengan karakteristiknya. Hal ini mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya saing secara optimal maupun bagi kepentingan masyarakat. UUJK ditetapkan pada tanggal 7 Mei 1999 . ketentuan terdiri atas 12 bab dan 47 pasal.Salim H.S., Op.Cit. Hal 91-92
Pengaturan lebih lanjut dari undang-undang ini tertuang dalam tiga peraturan pemerintah yaitu : Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Serta Masyarakat Jasa Konstruksi (PP No. 28/2000) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2000 (PP No. 4/2010), Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (PP No. 29/2000) sebagaiman telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2010 (Perpres No. 59/2010), dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi (PP No. 30/2000).Y. Sogar Simamora., Op.Cit. Hal 214.
Dalam kaitannya dengan pengadaan jasa konstruksi, tata cara dan prosedur pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan instansi Pemeritah, telah diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah disempurnakan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2010. Kemudian Perpres No. 54 Tahun 2010 diubah melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Selain itu, terkait dengan izin usaha konstruksi dalam hal ini terdapat Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 23 Tahun 2002 dan Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 35 Tahun 2008 tentang Retribusi Izin Usaha Jasa Konstruksi.
Peserta Dalam Kontrak Konstruksi
Para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kontrak konstruksi, adalah sebagai berikut :
1. Pihak Pengguna Jasa,
Pihak pengguna jasa sering juga disebut sebagai pemeberi tugas, yang memborongkan, pemimpin proyek, dan lain-lain. Pengguna jasa adalah pereseorangan atau badan pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.Salim H.S., Op.Cit. Hal 95.
Pengguna jasa mempunyai hubungan dengan para perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi. Yang dimaksud dengan Pengguna jasa adalah:
1. orang perorang;
2. badan usaha, baik badan hukum maupun tidak berbadan hukum; dan
3. badan yang bukan badan usaha tapi berbadan hukum, yaitu pemerintah dan atau lembaga negara dimana pemerintah dan atau lembaga negara dengan menggunakan anggaran yang telah ditentukan baik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
2. Pihak Penyedia Jasa
Pihak penyedia jasa sering juga disebut sebagai kontraktor, pemborong, rekanan, dan lain-lain. Dengan berlakunya UUJK, maka telah dirumuskan pengertian jasa konstruksi. Pengertian jasa konstruksi senagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 Angka 1 UU Jasa Konstruksi tersebut , menunjukkan bahwa hubungan hukum yang diatur dan diakui oleh Negara ada tiga yaitu perencanaan, pelaksanaan pekerjaan, dan pengawasan.
Dalam hal kontrak pengadaan jasa konstruksi, khususnya yang dilakukan oleh Pemerintah telah diatur dalam ketentuan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Adapun pihak-pihak atau peserta yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa oleh Pemerintah berdasarkan Pasal 7 dan 19 Perpres No. 54 Tahun 2013 adalah sebagai berikut :
1. PA/KPA
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada institusi lain Pengguna APBN/APBD. Sedangkan Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPAadalah Pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapka oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD
2. PPK
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang ditetapkan PA/KPA untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
3. ULP/ Pejabat Pengadaan
Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi pemerintah yang berfungi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. Sedangkan Pejabat Pengadaan adalah personil yang memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa yang melaksanakan pengadaan barang/jasa.
4. Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.
5. Penyedia Barang/Jasa
Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultasi/Jasa Lainnya.
Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Kontrak Konstruksi
Dalam setiap perjanjian atau kontrak yang melibatkan dua pihak pastilah menimbulkan hak dan kewajiban atau tugas dan kewenangan bagi para pihak. Hak bagi satu pihak merupakan kewajiban (prestasi) yang harus dilaksanakan oleh pihak lainnya. Demikian pula dalam kontrak kerja konstruksi terdapat dua pihak yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa konstruksi, yang mana masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban sebagaimana telah diuraikan diatas dan merupakan prestasi yang harus dilakukan.
Hak pengguna jasa konstruksi adalah memperoleh hasil pekerjaan konstruksi, sesuai dengan klasifikasi dan kualitas yang diperjanjiakan. Dalam Pasal 18 ayat (1) UUJK, kewajiban pengguna jasa dalam suatu kontrak mencakup:
1. Menerbitkan dokumen tentang pemilihan penyedia jasa yang memuat ketentuan-ketentuan secara lengkap, jelas dan benar serta dapat dipahami;
2. Menetapkan penyedia jasa secara tertulis sebagai hasil pelaksanaan pemilihan;
3. Memenuhi ketentuan yang diperjanjikan dalam kontrak kerja konstruksi.
Adapun kewajiban dari penyedia jasa konstruksi adalah mencakup :
1. Menyusun dokumen penawaran berdasarkan prinsip keahlian untuk disampaikan kepada pengguna jasa;
2. Melaksanakan pekerjaan konstruksi sebagaimana yang telah diperjanjikan.
Hak penyedia jasa konstruksi adalah memperoleh informasi dan menerima imbalan jasa dari pekerjaan konstruksi yang telah dilakukannya. Informasi yang dimaksud merupakan doumen secara lengkap dan benar yang harus disediakan oleh pengguna jasa untuk penyedia jasa konstruksi sehingga dapat melakukan sesuai dengan tugas dan kewajibannya H. Mohammad Amaridan Asep Mulyana, Op.Cit. Hal 107.
Dalam kontrak pengadaan barang/ jasa oleh Pemerintah, kontrak tersebut merupakan perikatan antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan penyedia barang/jasa. Jika mengacu pada rumusan ini maka pejabat yang mewakili pemerintah dan karenanya berwenang menandatangani kontrak pengadaan adalah PPK. Pejabat inilah yang bertanggung jawab atas akibat hukum dari kontrak yang ditandatangani. Dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 terdapat lampiran tentang Tata Cara Pemilihan Penyedia Pekerjaan, dimana dalam lampiran tersebut terdapat ketentuan mengenai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh PPK dan Penyedia dalam melaksanakan kontrak, meliputi:
1. Hak dan kewajiban PPK :
o Mengawasi dan memeriksa pekerjaan yang dilaksanakan oleh penyedia;
o Meminta laporan-laporan secara periodik mengenai pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh penyedia;
o Membayar pekerjaan sesuai dengan harga yang tercantum dalam kontrak yang telah ditetapkan kepada penyedia;
o Memberikan fasilitas berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh penyedia untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai ketentuan kontrak.
2. Hak dan kewajiban Penyedia :
o Menerima pembayaran untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan harga yang telah ditentukan dalam kontrak;
o Berhak meminta fasilitas-fasilitas dalam bentuk sarana dan prasarana dari PPK untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai ketentuan kontrak;
o Melaporkan pelaksanaan peerjaan secara periodic kepada PPK;
o Melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam kontrak;
o Memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan untuk pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan secara periodik kepada PPK;
o Menyerahkan hasil pekerjaan sesuai dengan jadwal penyerahan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam kontrak;
o Penyedia harus mengambil langkah-langkah yang cukup memadai untuk melindungi lingkungan tempat kerja dan membatasi perusakan dan gangguan kepada masyarakat maupun miliknya akibat kegiatan penyedia.
Proses Terjadinya Kontrak Konstruksi
Dalam proses terjadinya suatu kontrak konstruksi terdapat tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh para pihak. Seperti kontrak pada umumnya, tentu saja diawali dengan adanya 2 (dua) pihak atau lebih yang sepakat untuk mengadakan suatu perjanjian pengadaan pekerjaan konstruksi. Proses terjadinya kontrak konstruksi dimulai dengan proses pemilihan pihak kontraktor atau penyedia jasa oleh pihak pengguna jasa. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam proses terjadinya kontrak kontruksi berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah sebagai berikut.
A. Pemberitahuan atau Pengumuman
Pada umumnya pengguna jasa akan terlebih dahulu membuat pengumuman atau pemberitahuan dengan membuka penawaran melalui suatu pelelangan untuk mencari penyedia jasa yang sanggup untuk melaksanakan pekerjaan. Pengumuman dilakukan diumumkan paling kurang diwebsite K/L/D/I, dan papan pengumuman resmi untukmasyarakat serta Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE,sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat danmemenuhi kualifikasi dapat mengikutinya (Pasal 36 ayat (3) Perpres No. 54 Tahun 2010). Pelelangan biasanya dibagi 2 (dua) yakni pelelangan umum dan pelelangan terbatas. Pada prinsipnya kedua jenis pelelangan tersebut sama, perbedaannya hanya terletak pada jumlahnya saja. Ibid. Hal 140
Dalam hal ini juga dijelaskan mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan tempat lokasi proyek atau pekerjaan, dimana tempat pendaftaran dan batas waktu pendaftaran, dimana dan kapan saat pelelangan akan diadakan. Sri Soedewi Masjchun Sofwan.Hukum Bangunan. Perjanjian Pemborongan Bangunan (Yogyakarta : Liberty, 1982). Hal 8.
Bagi pihak penyedia jasa atau kontraktor yang berminat untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dapat mendaftar secara tertulis dengan memasukkan dokumen penawaran sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dalam pengumuman untu ikut sebagai peserta pelelangan (tender).
Selanjutnya pejabat pemilihan penyedia jasa akan melakukan evaluasi terhadap dokumen penawaran yang masuk. Pada fase penawaran, pejabat pemilihan wajib melakukan penilaian terhadap semua penawaran yang masuk. Unsur yang dinilai meliputi segi administrasi, teknis dan harga, menagcu pada keriteria, metode dan tatacara yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia jasa.
B. PersyaratanKualifikasi dan Klasifikasi
1. Kualifikasi
Kualifikasi merupakan proses penilaian kompetensi dankemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentulainnya dari Penyedia Barang/Jasa (Pasal 56 ayat (1) Perpres 54 Tahun 2010). Dalam tahap kualifikasi ditentukan juga beberapa persyaratan bagi penyedia jasa yakni : Y. Sogar Simamora., Op.Cit. Hal 142.
• Penyedia jasa harus memiliki surat izin usaha pada bidang usahanya (IUJK);
• Mempunyai kapasitas menandatangani kontrak pengadaan;
• Tidak masuk daftar hitam dan tidak dalam pengawasan pengadilan;
• Tidak bangkrut/pailit;
• Kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksinya tidak sedang menjalani sanksi pidana.
Kualifikasi dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu prakualifikasi atau pascakualifikasi, berikut penjelasannya :
a) Prakualifikasi
Sebelum menentukan pihak pemenang yang dipilih untuk mengerjakan pekerjaan konstruksi tersbut, terlebih dahulu dilakukan prakualifikasi terhadap calon-calon penyedia jasa yang ada. Prakualifikasi merupakan proses penilaian kualifikasi yang dilakukan sebelum pemasukan penawaran. Berdasarkan Perpre No. 54 Tahun 2010, prakualifikasi dilaksanakan untuk pengadaan sebagai berikut:
• Pemilihan penyedia jasa konsultasi;
• Pemilihan penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang bersifat kompleks melalui pelelangan umum;
• Pemilihan penyedia barang/pekerjaan kontruksi/jasa lainnya yang menggunakan metode penunjukan langsung, kecuali untuk penanganan darurat.
Perbuatan prakualifikasi ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan dasar perusahaan, baik yang berbentuk badan hukum, maupun yang tidak bentuk badan hukum dimana mereka mempunyai usaha pokok berupa pelaksanaan pekerjaan pemborongan, konsultasi, dan pengadaan barang/jasa lainnya. Fuady, Munir. Op.Cit. Hal 170.
b) Pascakualifikasi
Pascakualifikasi merupakan proses penilaian kualifikasi yang dilakukan setelah pemsukan penawaran. Berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2010 Pasal 56 ayat (9), pascakualifikasi dilaksanakan untuk pengadaan sebagai berikut :
• Pelelangan Umum, kecuali Pelelangan Umum untukPekerjaan Kompleks;
• Pelelangan Sederhana/Pemilihan Langsung; dan
• Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi Perorangan.
2. Klasifikasi
Klasifikasi adalah bagian dari kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan perusahaan pemborong di bidang jasa pemborongan/konstruksi sesuai bidang dan sub bidang pekerjaan atau penggolongan profesi keterampilan dan keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa pemborongan tersebut. Klasifikasi usaha jasa pemborongan/konstruksi terdiri dari: Mohammad Amari dan Asep N. Mulyana. Op.Cit. Hal 28.
1. Klasifikasi usaha bersifat umum, diberlakukan kepada badan usaha yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan satu atau lebih bidang pekerjaan. Bidang usaha jasa pemborongan yang bersifat umum ini harus memenuhi kriteria mampu mengerjakan bangunan konstruksi atau bentuk fisik lain, mulai dari penyiapan lahan sampai penyerahan akhir atau berfungsinya bangunan konstruksi.
2. Klasifikasi usaha bersifat spesialis, diberlakukan kepada usaha orang perseorangan dan atau badan usaha yang mempunyai kemampuan hanya melaksanakan satu sub bidang atau satu bagian subbidang pekerjaan. Badan usaha jasa pemborongan/konstruksi yang bersifat spesialis ini harus memenuhi criteria mampu mengerjakan bagian tertentu dari bangunan konstruksi atau bentuk fisik lain.
3. Klasifikasi usaha orang perseorangan yang berketerampilan kerja tertentu, diberlakukan kepada usaha orang perseorangan yang mempunyai kemampuan hanya melaksanakan suatu keterampilan tertentu. Badan usaha jasa pemborongan ini mampu mengerjakan subbagian pekerjaan pemborongan dan bagian tertentu bangunan konstruksi dengan menggunakan teknologi sederhana.
Pelaksanaan klasifikasi dan kualifikasi usaha orang perorangan dan badan usaha dapat dilakukan oleh asosiasi perusahaan yang telah mendapat akreditasi dari lembaga. Tujuan diadakannya standarisasi klasifikasi dan kualifikasi jasa pemborongan/konstruksi yaitu untuk mewujudkan standar produktivitas dan mutu hasil kerja sehingga mendorong berkembangnya tanggung jawab profesional di antara para pihak. Ibid. Hal 31.
C. Pelelangan dan Pelulusan.
Dalam melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan, pejabat pengadaan harus terlebih dahulu menetapkan metode pemilihan penyedia barang/jasa, metode penyampaian dokumen, metode evaluasi penawaran, metode penilaian kualifikasi dan jenis kontrak yang paling sesuai dengan pengadaan barang/jasa yang bersangkutan. Untuk pengadaan pekerjaan pemborongan sendiri dapat digunakan metode pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung, penunjukan langsung, atau pengadaan langsung. Y. SogarSimamora. Op.Cit. Hal 133.
1. Pelelangan Umum adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.
2. Pelelangan Terbatas adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa yang diumumkan secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi dengan mencantumkan penyedia barang/jasa yang telah diyakini mampu, guna memberi kesempatan kepada penyedia barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi.
3. Pemilihan Langsung adalah pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawar dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi dan langsung dilakukan negosiasi baik teknis maupun harga.
4. Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa.
5. Pengadaan Langsung adalah pemilihan penyedia barang/jasa dengan penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.
Ukuran untuk menentukan pelulusan adalah penawaran yang paling menguntungkan bagi Negara dan yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai calon pemenang, dengan memperlihatkan keadaan umum dan keadaan pasar, baik untuk jangka pendek atau jangka menengah. Dalam praktek pelaksanaan pelelangan, penentuan pelulusan pelelangan didasarkan atas penawaran yang terendah yang dapat dipertanggungjawabkan (the lowest responsible bid).Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Op.Cit.Hal. 32.
D. Sanggahan dan Penunjukan Pemenang
Dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 ditentukan bahwa peserta pemilihan Penyedia atau lelang yang merasa keberatan atas penetapan pemenang lelang diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis, selambat- lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman pemenang lelang (Pasal 82 ayat (1) Perpres No. 54 Tahun 2010). Dalam Pasal 81 ayat (1) ditentukan bahwa Peserta pemilihan yang merasa dirugikan dapat mengajukan surat sanggahan kepada instansi pemerintah pengguna jasa konstruksi, apabila menemukan :
1. Penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur yang telah diatur dalam Peraturan Presiden ini dan yang telah ditetapkan dalam dokumen Pengadaan Jasa;
2. Adanya rekayasa tertentu yang mengakibatkan terjadinya persaingan yang tidak sehat;
3. Adanya penyalahgunaan wewenang oleh ULP dan/ atau Pejabat yang berwenang lainnya.
Kemudian Pengguna Jasa akan mengeluarkan surat penunjukan penyedia barang/jasa (SPPBJ) sebagai pelaksana pekerjaan yang dilelangkan, dengan ketentuan :
1. Tidak ada sanggahan dari peserta lelang;
2. Sanggahan maupun sanggahan banding yang diterima pejabat yang berwenang terbukti tidak benar;
3. Sanggahan yang diterima melewati waktu masa sanggah atau telah berakhir.
E. Tahap Pembuatan Kontrak
Tahapan selanjutnya adalah pembentukan kontrak antara pihak pengguna jasa atau PPK dengan penyedia jasa yang dinyatakan sebagai pemenang. Para pihak harus segera melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pembuatan kontrak, setelah semua lengkap maka dikeluarkanlah surat perjanjian (kontrak). selanjutnya para pihak akan saling merevisi, melengkapi isi atau klausul dalam perjanjian tersebut. Apabila telah terjadi kesepakatan, para pihak wajib menandatangani kontrak tersebut. Selanjutnya kontrak tersebut akan menjadi acuan atau pedoman bagi para pihak untuk melaksanakan pekerjaan.
Berakhirnya Kontrak Konstruksi
Suatu kontrak konstruksi akan berkahir apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
1. Penghentian Kontrak
Penghentian kontrak terjadi apabila pekerjaan sudah selesai dan setelah masa pemeliharaan selesai atau dengan kata lain pada penyerahan kedua dan harga telah dibayar oleh pihak pengguna jasa. Didalam kontrak konstruksi dikenal adanya dua macam penyerahan yaitu:Djumialdji., Hukum Bangunan (Jakarta : Rineka Cipta, 1996). Hal 21.
• Penyerahan pertama yaitu penyerahan pekerjaan fisik setelah selesai 100%.
• Penyerahankedua yaitu penyerahan pekerjaan setelah masa pemeliharaan selesai.
Dengan berakhirnya kontrak dalam hal ini, maka pengguna jasa wajib membayar kepada Penyedia sesuai dengan prestasi pekerjaan yang telah dicapai.
2. Pemutusan Kontrak
Berakhirnya suatu kontrak konstruksi dapat disebabkan karena adanya pemutusan kontrak oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak dalam kontrak tersebut. Hal ini terjadi sebagai salah satu akibat ketidakterlaksanaan suatu kontrak konstruksi.Munir Fuady., Op.Cit. Hal 200. Berdasarkan LKPP Nomor 6 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pengadaan Barang/Jasa, pemutusan kontrak kontruksi dilakukan apabila:
1. kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak;
2. berdasarkan penelitian PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), Penyedia tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan;
3. Setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaansampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masaberakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia Barang/Jasatidak dapat menyelesaikan pekerjaan;
4. Penyedia lalai/cidera janji dalam melaksanakankewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalamjangka waktu yang telah ditetapkan;
5. Penyedia terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/ataupemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan olehinstansi yang berwenang; dan/atau
6. pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKNdan/atau pelanggararan persaingan sehat dalampelaksanaan Pengadaan dinyatakan benar oleh instansiyang berwenang.
Dalam hal pemutusan kontrak yang dilakukan karena kesalahanPenyedia Jasa, maka dapat disertai sanksi berupa: Y. Sogar Simamora., Op.Cit. Hal 285
1. Jaminan Pelaksanaan dicairkan;
2. Sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia atau JaminanUang Muka dicairkan (apabila diberikan);
3. Penyedia Barang/Jasa membayar denda keterlambatanterhadap bagian kontrak yang terlambat diselesaikansebagaimana ketentuan dalam kontrak, apabila pemutusankontrak tidak dilakukan terhadap seluruh bagian kontrak;
4. Penyedia dimasukkan dalam Daftar Hitam.
Dalam hal pemutusan Kontrak yang dilakukan karena Pengguna Jasa terlibatpenyimpangan prosedur, melakukan KKN dan/ataupelanggararan persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan,maka Pengguna Jasa dikenakansanksi berdasarkan peraturanperundang-undangan. Bertitik dari prinsip proporsionalitas seharusnya sanksi tersebut bersifat fakultatif bukan komulatif. Prinsip proporsionalitas dalam hal ini digunakan untuk menilai apakah kesalahan penyedia jasa secara proporsional layak digunakan sebagai alasan dalam memutus kontrak.Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar