PROPOSAL TUGAS AKHIR
PENGARUH
PENGGUNAAN ABU KERAMIK SEBAGAI PENGGANTI FILLER
PADA CAMPURAN ASPHALT
CONCRETE-WEARING COURSE ( AC-WC )
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat
yang Diperlukan
Untuk Mendapatkan Sarjana
Oleh
ZULFAHMI
NIM : 1503010044
PRODI : TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ALMUSLIM
MATANGGLUMPANGDUA - BIREUEN
2019
I. PENDAHULUAN
1.1 1.1 Latar Belakang
Seiring dengan pertumbuhan kendaraan
terhadap lalu lintas, maka mengakibatkan
peningkatan mobilitas penduduk
yang sangat pesat. Sehingga
muncul banyak kendaraan berat yang melintas
dijalan raya. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan
yang di
kenal dengan AC-WC (Asphalt
Concrete-Wearing Course). Lapisan tersebut memiliki tingkat fleksibilitas
yang tinggi dan rentan terhadap kerusakan akibat beban lalu lintas berat dan
kerusakan yang sering terjadi yaitu
pelepasan butiran dan retak. Hal ini bisa terjadi karena pencampuran hot mix pada agregat halus tidak
bergradasi rapat.
Maka dari
itu diperlukan subtitusi yang dilakukan pada filler agar tidak terjadi rongga yang terlalu besar pada aspal
tersebut. Material filler umumnya
menggunakan semen, akan tetapi hal itu tidak menghemat biaya. Oleh karenanya
perlu di subtitusi dengan material yang mempunyai sifat sama dengan semen di
antaranya adalah abu batu bata karena merupakan sampel yang sangat banyak dan
mudah di peroleh dan bisa meminimalisir kerusakan akibat
pelepasan butiran dan retak akibat beban kendaraan yang pada berat pada jalan. Penggunaan abu Keramik pada penelitian ini diambil
sebesar 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% dari filler.
Hal ini dilakukan dengan acuan penelitian terdahulu yang di variasikan terhadap
filler dan aspal.
Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan abu Keramik sebagai
substitusi agregat halus pada campuran aspal. Hal ini akan ditinjau dari nilai
stabilitas dan kelelehannya. Adapun metode yang digunakan adalah metode marshall. Pada metode marshall ada beberapa tahap yang perlu
dilakukan antara lain, pengujian berat jenis, perencanaan gradasi agregat,
perencanaan komposisi agregat, perhitungan berat jenis bulk agregat, pengujian
berat jenis campuran maksimum dan perhitungan nilai-nilai parameter marshall.
1.2 1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang dari penelitian ini, penulis merumuskan beberada hal penting
yang dianggap menarik untuk diteliti, yaitu:
- Bagaimana pengaruh penggunaan abu keramik dalam campuran Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC) pada campuran beraspal.
- Bagaimana pengaruh filler dengan atau tanpa menggunakan abu keramik.
- Bagaimana perbandingan nilai stabilitas terhadap persentase Abu Keramik yaitu sebesar 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% dari berat filler.
1.3 1.3 Batasan
Masalah
Demi
tercapainya penelitian diperlukan batasan dalam penulisan agar pembahasannya
tidak meluas sehingga tujuan dari penulisan dapat tercapai dan dipahami. Adapun
lingkup penelitian ini terbatas pada :
1.
Perencanaan campuran asphalt concrete wearing course (AC-WC) mengacu pada Spesifikasi Bina Marga 2010 revisi
3 (2014).
2.
Penelitian dilakukan pada skala
laboratorium.
3.
Sumber campuran beton aspal yang dipakai
pada penelitian ini terdiri dari:
a. Aspal minyak pen. 60/70 dari Pertamina.
b. Agregat kasar dan halus di peroleh dari
PT. Krueng Meuh yang berada di Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen.
c. Filler
menggunakan semen Portland dan Abu Keramik.
d. Bahan penggunaan Abu Keramik di peroleh dari hasil
pecahan bangunan yang telah roboh/rusak disekitar Kecamatan Peusangan Kabupaten
Bireuen sebagai filler pada campuran Asphalt Concrete Wearing Course
(AC-WC) di batasi
sebesar 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%.
e. Karakteristik
marsall yang ditinjau lebih stabil.
f. Parameter
marshall meliputi:
1) Stabilitas
2) Kelelehan
Plastis (flow plastis)
3) Kepadatan
(Density)
4) Marshall Quotient
5) Persen
Rongga Dalam Campuran (VIM)
6) Persen
Rongga Terisi Aspal (VFB)
7) Persen
Rongga Antar Butir Agregat (VMA)
1.4 Tujuan
Penelitian
1. Mengetahui karakteristik penggunaan Abu Keramik sebagai filler dalam campuran Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC)
pada campuran beraspal.
2.
Mengetahui pengaruh filler dengan atau tanpa menggunakan Abu Keramik.
3.
Mengetahui perbandingan nilai stabilitas
terhadap persentase Abu Keramik
yaitu sebesar 0%, 25%, 50%,
75% dan 100% dari filler.
1.5 Manfaat
Penelitian
1.
Untuk mengetahui kelayakan kualitas
aspal beton menggunakan abu keramik yang dinilai stabilitasnya.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
Tinjauan
kepustakaan merupakan kerangka teori dan konsep dasar dalam menentukan metode
pemecahan masalah.Tujuannya adalah untuk memberikan landasan teori berupa
anggapan dasar, rumus-rumus dan teori-teori yang berkaitan dengan pokok
permasalahan.
2.1 Bahan Campuran Aspal
2.1.1 2.1.1 Agregat
Agregat adalah partikel mineral yang berbentuk butiran-butiran
yang merupakan salah satu penggunaan dalam kombinasi dengan berbagai macam tipe
mulai dari sebagai bahan material di semen untuk membentuk beton, lapis pondasi
jalan, material pengisi,(Harold N. Atkins, PE. 1997). Agregat didefinisikan secara
umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan padat. ASTM mendefinisikan
agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa massa
berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen. Agregat merupakan komponen
utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90-95% agregat berdasarkan
prosentase berat atau 75-85% agregat berdasarkan prosentase volume. Dengan
demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan dari sifat agregat dan hasil
campuran agregat dengan material lain
1. 1. Agregat
Kasar
Fraksi agregat
kasar untuk campuran tertahan pada
ayakan No.4 (4,75 mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih, keras,
awet, dan bebas dari lempung dan memenuhi ketentuan. Agregat yang digunakan
dalam lapisan perkerasan jalan ini adalah agregat yang memiliki diameter
agregat antara 2,36 mm sampai 19 mm. Berikut ini adalah Tabel 2.1
yang berisi spesifikasi dari aspal keras penetrasi 60/70.
Tabel:
2.1
Ketentuan Agregat Kasar
Pengujian
|
Standar
|
Nilai
|
|
Kekentalan
bentuk agregat terhadap larutan natrium dan magnesium sulfat
|
SNI
3407:2008
|
Maks.12
%
|
|
Abrasi
dengan mesin Los Angeles
|
Campuran
AC bergradasi kasar
|
SNI 2417:2008
|
Maks.
30%
|
Semua
jenis campuran aspal bergradasi lainnya
|
Maks. 40%
|
||
Kelekatan
agregat terhadap aspal
|
SNI
03-2439-1991
|
Min.
95 %
|
|
Angularitas
(kedalaman dari permukaan <10 cm)
|
DoT’s
Pennsylvania
Test Method,
PTM No.621
|
95/90
1
|
|
Angularitas (kedalaman dari
permukaan ≥ 10 cm)
|
80/75 1
|
||
Partikel
Pipih dan Lonjong
|
ASTM D4791
Perbandingan 1 :5
|
Maks.
10 %
|
|
Material
lolos Ayakan No.200
|
SNI
03-4142-1996
|
Maks.
1 %
|
S umber : : Bina Marga 2010 Revisi 3 (2014)
2. 2. Agregat
Halus
Agregat halus adalah material yang lolos saringan No.4 (4,75 mm) dan tertahan saringan no.200 (0,075 mm). Fungsi
agregat halus yaitu untuk
menambah stabilitas, meningkatkan kekasaran permukaan dan meningkatkan kadar
aspal agar lebih awet (Suhendra,
2013). Ada beberapa parameter yang bisa menjadi pembanding untuk
penggunaan agregat halus sesuai dengan karakteristik.
Tabel 2.2 Ketentuan agregat halus
Pengujian
|
Standar
|
Nilai
|
Nilai
setara pasir
|
SNI
03-4428-1997
|
Min
50 % untuk SS, HRS dan Ac bergradasi halus
Min
70 % untuk Ac bergradasi kasar
|
Material
lolos ayakan no.200
|
SNI
03-4428-1997
|
Maks
8 %
|
Kadar
lempung
|
SNI
3423 : 2008
|
Maks
1 %
|
Angularitas
(kedalaman dari permukaan < 10 m)
|
AASHTO
TP-33 atau
ASTM
C1252-93
|
Min.
45
|
Angularitas
(kedalaman dari permukaan ≥ 10 m)
|
Min.
40
|
Sumber
:Bina Marga 2010 Revisi 3 (2014)
2.1.2 2.1.2 Bahan
Pengisi (Filler)
Filler
adalah suatu bahan berbutir halus yang lewat ayakan No. 200 (0,075 mm). Bahan
filler sendiri dapat berupa : debu batu, kapur, Portland cement atau bahan
lainnya (Bahan dan Struktur Jalan Raya, Ir. Soeprapto Tatomihardjo, M.Sc ;
1994) Filler mempunyai fungsi mempertinggi kepadatan dan stabilitas campuran,
menambah jumlah titik kontak butiran, mengurangi jumlah bitumen yang digunakan
untuk mengisi rongga dalam campuran. Bahan pengisi ( filler ) harus kering dan
bebas dari gumpalan-gumpalan dan merupakan bahan 75 % lolos ayakan no.200 dan
mempunyai sifat non plastis..
1. Semen
Portland
Semen Portland adalah bahan yang mempunyai
sifat adhesif dan kohesif digunakan sebagai bahan pengikat (bonding material)
yang di pakai bersama batu kerikil, pasir dan air dan selanjutnya akan mengeras
menjadi padat. Semen Portland
merupakan bahan utama beton terpenting yang berfungsi sebagai bahan pengikat
anorganik dengan bantuan air dan mengeras secara hidrolik. Berat jenis semen Portland adalah 3,0 gr/ml dan semen Portland inilah yang dapat menyatukan
antara agregat halus dan kasar sehingga mengeras menjadi beton. Semen Portland umumnya digunakan sebagai bahan
bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat, perkerasan jalan, struktur
rel dan lain-lain.
2. Abu Keramik
Bahan
baku Keramik terdiri dari tiga bahan baku utama yang digunakan untuk membuat
produk keramik klasik, atau “triaksial”, adalah lempung, feldspar dan pasir. Lempung adalah aluminium silikat hidrat yang
tidak terlalu murni yang terbentuk sebagai hasil pelapukan dari batuan beku
yang mengandung feldspar sebagai salah satu mineral asli yang penting.
Reaksinya dapat dilukiskan sebagai berikut :
K 2O Al2O3.6SiO2
+ CO2 + 2H2O
K 2CO3 + Al 2 O3.2SiO
2.2H 2O + 4SiO2
Ada sejumlah spesies mineral yang disebut mineral lempung
(clay mineral) yang mengandung terutama campuran kaolinit (Al2O3.SiO2.2H2O),
montmorilonit [(Mg,Ca)O.Al2O3.5SiO2.nH2O],
dan ilit (K2O, MgO, Al2O3,
SiO2, H2O ) masing– masing dalam berbagai kuantitas. Dari
sudut pandang keramik, lempung berwujud plastik dan bisa dibentuk bila cukup
halus dan basah, kaku bila kering, dan kaca (vitreous) bila dibakar pada suhu yang cukup tinggi. Prosedur
pembuatannya mengandalkan kepada sifat–sifat tersebut diatas.
Gambar: 2.1. Keramik |
2.1.3 Aspal
Aspal
merupakan material berwarna hitam atau coklat tua dengan unsur utamanya
bitumen, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika
dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu aspal dapat menjadi lunak/cair.
Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada
tempatnya (sifat termoplastis). Aspal dapat diperoleh di alam atau pun residu
dari penggilingan minyak bumi (Sukirman, S, 2003). Adapun pengujian aspal yang
dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. 1. Pengujian
Penetrasi
Saodang, H (2005)
menyebutkan pengujian penetrasi dimaksudkan untuk mengukur kekerasan/kelunakan
aspal dengan persyaratan tertentu sesuai dengan SNI 06-2456-1991. Hasil test
berupa jarak sepersepuluh centimeter dari sebuah jarum standar penetrasi, masuk
secara vertikal pada suatu contoh kecil aspal yang ditempatkan pada wadah tepat
dibawah jarum tersebut. Standar penetrasi adalah diakibatkan oleh beban 100
gram yang diberikan pada jarum selama 5 detik dengan temperature 25 oC.
2. 2. Pengujian
Titik Lembek Aspal
Menurut Saodang, H
(2005), bahan aspal tidak memiliki titik leleh tetap, sebagaimana bahan lain
tapi karena mempunyai stadium transisi dari cair ke padat maka terdapat variasi
temperatur. Umumnya makin tinggi titik lembek aspal maka makin rendah
variabilitasnya. Metodenya sendiri dikenal sebagai metode “bola cincin” (ring and ball). Air dalam tabung
dipanaskan dengan dipertahankan pada temperatur tidak melebihi 56 oC,
dan 111 oC untuk aspal dengan kecepatan pemanasan 0,5oC
atau tiga menit pertama. Temperatur dibaca dari thermometer sesaat sesudah
aspal atau ter menyentuh dasar pelat dibawah cincin.
a. Gradasi
Agregat
Menurut
Sukirman, S (2003), Gradasi agregat merupakan susunan butir agregat sesuai
ukurannya. Ukuran butir agregat dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisis
saringan. Gradasi agregat dapat dikelompokkan ke dalam agregat bergradasi baik
(kasar dan halus) dan agregat bergradasi buruk (seragam, senjang dan terbuka).
Adapun jenis-jenis gradasi agregat antara lain:
1. Agregat bergradasi rapat/menerus adalah
agregat yang ukuran butirnya terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran
butir. Campuran agregat bergradasi ini mempunyai pori sedikit, mudah
dipadatkan, dan mempunyai stabilitas tinggi.
2. Agregat bergradasi seragam adalah
agregat yang hanya terdiri dari
butir-butir agregat berukuran sama atau hampir sama. Campuran agregat ini
mempunyai pori antar butir yang cukup besar, sehingga sering dinamakan juga
agregat bergradasi terbuka. Rentang distribusi ukuran butiran yang ada pada
agregat bergradasi seragam tersebar pada rentang yang sempit.
3. Agregat bergradasi senjang adalah
agregat yang distribusi ukuran butirnya tidak menerus atau ada bagian ukuran
yang tidak ada, jika ada hanya sedikit sekali.
Lapisan pengikat pada aspal beton lapis aus terletak
pada lapis permukaan dan mempunyai tekstur lebih halus dibandingkan dengan
lapis antara dan tekstur sedang. Ketentuan campuran laston terhadap gradasi
agregat gabungan dapat di lihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 campuran laston (AC) terhadap gradasi agregat gabungan
Ukuran Ayakan
|
% Berat Yang Lolos Terhadap Total Agregat Dalam
Campuran
|
||||||
ASTM
|
(mm)
|
Gradasi Halus
|
Gradasi Kasar*
|
||||
WC
|
BC
|
Base
|
WC
|
BC
|
Base
|
||
1 ½”
|
37,5
|
100
|
100
|
||||
1”
|
25
|
100
|
90-100
|
100
|
90-100
|
||
¾”
|
19
|
100
|
90-100
|
73-90
|
100
|
90-100
|
73-90
|
1/2”
|
12,5
|
90-100
|
74-90
|
61-79
|
90-100
|
71-90
|
55-76
|
3/8”
|
9,5
|
72-90
|
64-82
|
47-67
|
72-90
|
58-80
|
45-66
|
No. 4
|
4,75
|
54-69
|
47-64
|
39,5-50
|
43-63
|
37-56
|
28-39,5
|
No. 8
|
2,36
|
39,1-53
|
34,6-49
|
30,8-37
|
28-39,1
|
23-34,6
|
19-26,8
|
No. 16
|
1,18
|
31,6-40
|
28,3-38
|
24,1-28
|
19-25,6
|
15-22,3
|
12-18,1
|
No. 30
|
0,600
|
23,1-30
|
20,7-28
|
17,6-22
|
13-19,1
|
10-16,7
|
7-13,6
|
No. 50
|
0,300
|
15,5-22
|
13,7-20
|
11,4-16
|
9-15,5
|
7-13,7
|
5-11,4
|
No. 100
|
0,150
|
9-15
|
4-13
|
4-3
|
6-13
|
5-11
|
4,5-9
|
No. 200
|
0,075
|
4-10
|
4-8
|
3-6
|
4-10
|
4-8
|
3-7
|
Sumber :Bina
Marga 2010 Revisi 3 (2014)
(*) Laston (AC) bergradasi kasar
digunakan pada daerah deformasi yang tinggi seperti pegunungan, gerbang tol
atau pada dekat lampu lalu lintas.
2.2 Perencanaan Campuran Beton Aspal
Menurut
Asphalt Institute (1985), Perencanaan
campuran beraspal bertujuan untuk mendapatkan campuran efektif dari gradasi
agregat dan aspal. Campuran tersebut bergantung pada karakteristik agregat
seperti gradasi dan daya serap agregat, gradasi
agregat berhubungan langsung dengan kadar aspal optimum. Gradasi agregat
yang halus mempunyai luas permukaan agregat yang lebih besar, sehingga jumlah
aspal yang dibutuhkan untuk menyelimuti agregat akan lebih banyak. Begitu juga
sebaliknya untuk gradasi campuran yang lebih kasar. Agregat yang mempunyai daya
serap tinggi terhadap aspal akan membutuhkan jumlah aspal yang lebih banyak
agar dapat menyelubungi semua partikel agregat.
Tabel 2.4 Ketentuan sifat-sifat campuran
laston (AC)
Sifat-sifat Campuran |
Laston
|
||
Lapis Aus
|
|||
Halus
|
Kasar
|
||
Kadar aspal efektif (%)
|
5,1
|
4,3
|
|
Penyerapan aspal (%)
|
Maks
|
1,2
|
|
Jumlah tumbukanPerbidang
|
75
|
||
Rongga dalam campuran (%) |
Min
|
3,5
|
|
Maks
|
5
|
||
Rongga dalam Agregat (VMA) (%)
|
Min
|
15
|
|
Rongga terisi aspal(%)
|
Min
|
65
|
|
Stabilitas Marshall (kg) |
Min
|
800
|
|
Maks
|
-
|
||
Kelelehan (mm)
|
Min
|
2
|
4
|
Marshall Quotient (kg/mm)
|
Min
|
250
|
|
Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman
selama 24 jam, 60 0C
|
Min
|
90
|
Sumber :Bina Marga
Revisi 3 (2014)
2.3 Metode
Marshall Pada Campuran Beton Aspal
Rancangan
campuran berdasarkan metode Marshall
ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun
AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T-245-90.
Prinsip dasar metode Marshall adalah
pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow),
serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Alat Marshall merupakan alat tekan yang
dilengkapi dengan proving ring
(cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flow meter. Proving ring
digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flow meter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm).
Prosedur
pengujian Marshall mengikuti SNI
06-2489-1991, atau AASHTO T 245-90, atau ASTM D 1559-76. Secara garis besar
pengujian Marshall meliputi: persiapan benda uji, penentuan berat jenis bulk
dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan flow, dan perhitungan sifat volumetric
benda uji.
2.3.1 Stabilitas
Stabilitas
adalah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi
kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pon. Bukhari (2007)
mengatakan stabilitas dapat di hitung dengan menggunakan persamaan :
S = p x q x r.......................................................................................... (2.1)
Dimana :
S = Stabilitas
(kg)
p = Kalibrasi
alat marshall (10,88)
q = Pembacaan
dial stabilitas
r = Koreksi
benda uji
2.3.2 Kelelehan
Plastis (flow plastis)
Kelelehan
plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal yang terjadi
akibat suatu beban sampai batas runtuh. Nilai kelelehan plastis dapat langsung
di baca pada dial flow dan dinyatakan
dalam satuan millimeter atau 0,1 inci.
2.3.3 Kepadatan
(Density)
Kepadatan
(Density) merupakan perbandingan
antara berat kering benda uji dengan berat air pada volume yang sama. Bukhari
(2007) menyebutkan density dapat di
hitung dengan menggunakan persamaan :
Dimana :
g = Density
(gr/cm3)
c = Berat
kering (gr)
f = (d-e).................................................................................... (2.3)
d = Berat
dalam kering keadaan jenuh permukaan (gr)
e = Berat
dalam air (gr)
2.3.4 Marshall Quotient
Marshall quotient adalah perbandingan nilai stabilitas dan flow. Bukhari (2007) menyebutkan
besarnya nilai marshal quotient dapat
diperoleh dengan persamaan :
Dimana :
MQ = Nilai marshall quotient (kg/mm)
S = Nilai stabilitas marshal (kg)
Flow = Pembacaan
dial flow (mm)
2.3.5 Persen
Rongga Dalam Campuran (VIM)
Void in mix
(VIM) atau rongga dalam campuran adalah bagian ruang kosong dari seluruh
campuran yang merupakan perbandingan volume ruang udara dengan volume sampel
yang dipadatkan dan dinyatakan dalam persen. Bukhari (2007) menyebutkan
besarnya nilai rongga dalam campuran dapat dihitung dengan persamaan :
Dimana :
n = Persentase rongga dalam campuran (%)
g = Berat volume atau density
(gr/cm3)
h = Berat jenis maksimum teoritis
= 100 : (% agregat/Bj + % aspal/Bj)
2.3.6 Persen
Rongga Terisi Aspal (VFB)
Bukhari
(2007) menyebutkan Voids Filled by
Bitumen atau persen rongga terisi aspal adalah perbandingan antara
rongga-rongga yang terisi aspal dengan volume benda uji. Besarnya rongga terisi
aspal di dapat dengan persamaan :
Dimana :
m = Persen
rongga terisi aspal
i = (b x g)/Bj aspal
b = Persen aspal terhadap campuran
g = Berat benda uji (gr)
I = 100 – j
J = (100 – b) .g / Bj aspal.
2.3.7 Persen
Rongga Antar Butir Agregat (VMA)
Bukhari
(2007) menyebutkan Voids in Mineral
Agregat atau rongga antara butiran agregat merupakan volume rongga antar
butir agregat. Dapat di hitung dengan menggunakan persamaan :
Dimana :
I = Persen
rongga antar butir agregat
J = (100
– b) .g / Bj aspal.
b = Persen
aspal terhadap campuran
g = Berat
benda uji (gr)
2.4 Penentuan
Kadar Aspal Ideal (Pb)
Menurut
Sukirman (2003), kadar aspal tengah
merupakan nilai tengah dari rentang kadar aspal dalam spesifikasi campuran.
Biasanya kadar aspal campuran telah ditetapkan dalam spesifikasi sifat
campuran, maka untuk rancangan campuran di laboratorium dipergunakan kadar
aspal tengah/ideal. Untuk mendapatkan kadar aspal tengah (Pb) dapat dihitung dengan rumus dibawah ini.
Pb
= 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FILLER) + K ……………......(2.8)
Dimana :
Pb = Kadar aspal tengah, persen
terhadap campuran
CA =
Persen agregat tertahan saringan No.4
FA =
Persen agregat saringan lolos No.4 dan tertahan saringan No.200
Filler = Persen agregat minimal 75% lolos saringan No.200
K = Konstanta 0,5 – 1 untuk lapis AC (Asphalt Concrete)
2.5 Penentuan
Kadar Aspal Optimum (KAO)
Menurut Sukirman (2003), kadar aspal optimum dalam campuran
bergantung pada karakteristik agregat seperti gradasi dan daya serap agregat,
gradasi agregat berhubungan langsung
dengan kadar aspal optimum. Gradasi agregat halus mempunyai luas permukaan
agregat lebih besar, sehingga jumlah aspal yang dibutuhkan untuk menyelimuti
agregat akan lebih banyak. Begitu sebaliknya pada gradasi yang lebih kasar. Agregat
mempunyai daya serap tinggi terhadap aspal yang membutuhkan jumlah aspal lebih
banyak agar dapat menyelubungi semua partikel.
2.6 Analisis
Regresi
Dalam menganalisa data yang menunjukkan hubungan
antara parameter marshall dengan
bahan pengikat ( aspal ) maka digunakan analisa regresi.
Kurnia ( 2009 ), analisis regresi merupakan salah
satu analisis yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap
variabel lain. Dalam analisis regresi, variabel yang mempengaruhi disebut Independent variabel ( variabel bebas )
dan variabel yang mempengaruhi disebut Dependent
variabel ( variabel terikat ). Jika dalam persamaan regresi hanya terdapat
satu variabel bebas dan satu variabel terikat, maka disebut sebagai persamaan
regresi sederhana, sedangkan jika variabel bebasnya lebih dari satu, maka
disebut sebagai persamaan regresi berganda. Untuk mendapatkan model yang
sesuai, dilakukan pengujian dengan uji F-hitung terhadap koofisien regresi.
Analisa regresi digunakan untuk mempelajari dan
mengukur hubungan statistik yang terjadi antara dua atau lebih variabel. Dalam
analisis regresi, suatu persamaan regresi yang hendak ditentukan dan digunakan
untuk menggambarkan pola atau fungsi hubungan yang terdapat antar variabel (
Harinaldi, 2005 ).
Anyori ( 2007 ) menyatakan ada beberapa model
regresi yang digunakan untuk mencari model yang paling sesuai sebagai pendugaan
untuk menyatakan hubungan antar variabel, antara lain :
a. Model
regresi linier , bentuk persamaannya : y = a +
x
b. Model
regresi polynomial ( regresi parabola ), bentuk persamaannya : y = a +
x +
c. Model
regresi kuadratik, bentuk persamaannya : y = a +
d. Model
regresi kubik, bentuk persamaannya : y = a +
Pada
penelitian ini model regresi yang digunakan adalah model regresi linear.
2.7 Analysis Of Variance (ANOVA)
Statistika
adalah ilmu atau seni yang berkaitan dengan tata cara (metode) pengumpulan
data, analisis data, dan interpretasi hasil analisis untuk mendapatkan
informasi guna penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan. Metode statistik
yang banyak digunakan untuk menganalisis data dari suatu percobaan yang
terancang adalah teknik analisis ragam atau sering disebut dengan ANOVA.
Analisis ragam adalah sebuah metode untuk memeriksa hubungan antara dua atau
lebih set data. Dengan kata lain ada hubungan antara set data dengan melakukan
analisis varians. Analisis varians
kadang- kadang disebut sebagai F-test. Suatu ciri analisis ragam adalah
model ini terparameterisasikan secara berlebih, artinya model ini mengandung
lebih banyak parameter dari pada yang dibutuhkan untuk mempresentasikan
pengaruh-pengaruh yang diinginkan. Salah satu tipe dari analisis ragam adalah
analisis varians satu jalur atau juga dikenal dengan istilah one-way ANOVA.
Analisis varians satu jalur adalah proses menganalisis data yang diperoleh
dari percobaan dengan berbagai tingkat faktor, biasanya lebih dari dua tingkat
faktor. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengindentifikasi variabel bebas
yang penting dan bagaimana variabel tersebut dapat mempengaruhi respons
(Wackerley, 2008 dalam Fajrin, 2011). Bila hanya salah satu faktor yang
diselidiki, proses ini disebut satu arah atau analisis varians satu jalur.
Model untuk analisis ini dijabarkan sebagai berikut.
yij=μ+τi+ϵij {
}..........................................................................
(2.9)
Dengan :
Yij :
Pengamatan ke j dalam kelompok ke i
Μ : Nilai tengah sering disebut dengan
rerata umum
Τi :
Parameter yang menyatakan rerata
kelompok ke i
ϵij :
Galat pada pengamatan ke (i,j)
Hipotesis
nol dan alternatif untuk analisis statistik ini,
H0
= μ1 = μ2 = ..... = μa atau secara ekuivalen,
H0= τ1 = τ2 = .....=τa = 0
H1=
μi ≠ μj untuk setidaknya satu pasangan (i,j).
Prosedur
berikutnya untuk proses analisis ini adalah untuk menghitung:
SST =
.......................................................................... (2.10)
SST = SStreatments + SSE ..................................................................................... (2.11)
MStreatments =
............................................................................... (2.12)
MSE=
................................................................................................... (2.13)
Kemudian dilakukan uji statistik dengan menggunakan
persamaan berikut ini:
F0 =
................................................... (2.14)
SST : Total dikoreksi dari kuadrat
penjumlahan.
SStreatments :
Kuadrat penjumlahan akibat perlakuan (i.e. antara perlakuan).
SSE : Kuadrat penjumlahan akibat
kesalahan (i.e dalam perlakuan).
MStreatments :
Kuadrat perlakuan.
MSE : Kuadrat dari kesalahan.
F0 : Nilai respon dari pengamatan ij.
Fα,a – 1,N – a : Nilai respon yang didapatkan dari
tabel F distribusion.
N : Banyak sampel
n : Banyak replikasi
a : Bnyak perlakuan/variabel
Hipotesis
nol (H0) harus ditolak dan disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan diantara variabel penelitian jika:
F0>F∝, a‐1, n‐a.....................................................................................................
(2.15)
Adapun
Tabel 5% ANOVA dapat dilihat pada tabel
2.5 berikut :
Tabel 2.5 5% ANOVA.
2.8 Hasil
Penelitian yang Pernah Dilakukan
Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahaditya
(2012) mengenai studi penggunaan serbuk keramik bekas sebagai filler pada perkerasan Hot Roller Sheet-Wearing Coarse (HRS-WC),
menyimpulkan bahwa setiap bertambahnya kadar aspal nilai stabilitas serta
mengalami kenaikan pada kelelehan.
(Flow) kadar aspal 4,5% s/d 6,5% masuk
dalam spesifikasi yang disyaratkan, hal serupa terjadipada nilai stabilitas
pada campuran Filler serbuk keramik bekas dengan kadar aspal 4,5%
s/d 6,5% memenuhi spesifikasi yang disyaratkan. Pada MQ campuran Filler serbuk keramik bekas dengan kadar
aspal 4,5% s/d 5,5% mengalami kenaikan dan pada kadar aspal 6% s/d 6,5% terjadi
penurunan. Tetapi pada semua penurunan tersebut masih memenuhi spesifikasi yang
disyaratkan.
Tanzil, M. C
(2012) menyatakan bahwa campuran
AC-WC yang mengganti filler dengan fly ash sebesar 6,2% dapat meningkatkan
kadar aspal, walaupun nilai tertingginya adalah 100% menggunakan semen sebagai filler. Dalam penelitian ini didapatkan nilai kadar aspal optimum
untuk campuran beraspal dengan menggunakan variasi filler
adalah sebesar 6,2%. Nilai stabilitas tertinggi didapatkan dengan komposisi
100% PC dengan nilai 1222,85 kg. Sedangkan nilai kepadatan untuk berbagai
komposisi filler didapatkan nilai 2,35 gr/cm3.
III. METODE PENELITIAN
Penelitian
ini dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Almuslim sesuai dengan
spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3 (2014). Adapun jenis campuran aspal panas
yang dipilih dalam penelitian ini adalah Asphal
Concrete- Wearing
Course (AC-WC).
3.1 3.1 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan pengujian sesuai dengan spesifikasi Bina
Marga 2010 Revisi 3 (2014).. Pengujian meliputi agregat dan aspal minyak
penetrasi 60/70. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan maka dilakukan beberapa
tahap pemeriksaan yang saling berkaitan. Data yang dibutuhkan meliputi data
primer dan data sekunder.
3.1.1 Data
Primer
Data
primer adalah data yang diperlukan sebagai pendukung utama dalam menganalisa
hasil dari penelitian yang dilaksanakan. Data ini diperoleh dari pengamatan
atau pemeriksaan di laboratorium, pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan
sifat fisik agregat dan sifat fisik
aspal, dimana agregat di peroleh dari PT. Krueng Meuh yang berada di Kecamatan
Peusangan Kabupaten Bireuen, aspal minyak Penetrasi 60/70 diperoleh dari Pertamina
dan serbuk keramik bekas di peroleh dari hasil pecahan bangunan
yang telah roboh/rusak disekitar Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen.
3.1.2 Data
Sekunder
Data
sekunder adalah data pendukung data primer yang diperlukan dalam penelitian
yang berupa daftar spesifikasi campuran, peta tempat pengambilan agregat dan
sebagainya. Data sekunder dapat diperoleh dari sejumlah buku, artikel-artikel
ilmiah sebagai landasan teori dalam menuju kesempurnaan dari penelitian ini.
3.1.3 Metode
Pengambilan Sampel
a. Aspal
minyak penetrasi 60/70 dipeoleh dari pertamina
b. Agregat
( kasar, halus dan filler ) dari PT.
Krueng Meuh
c. Abu
keramik diperoleh dari hasil pecahan bangunan yang telah roboh/rusak disekitar Kecamatan
Peusangan Kabupaten Bireuen.
3.2 3.2 Pemeriksaan
Sifat Bahan
Bahan-bahan
yang digunakan dalam campuran Asphal
Concrete- Wearing
Course (AC-WC)
diuji karakteristik dari masing bahan agregat, aspal Pen 60/70. Metode
pengujian mengacu pada Standar Nasional Indonesia dan pengujian dilakukan di
laboratorium.
3.2.1 Pemeriksaan
bahan agregat
Bahan
agregat yang diteliti berupa agregat kasar, agregat halus dan filler. Jenis dan metode pengujian yang
dilakukan terhadap agregat berdasarkan Tabel 3.1 di bawah ini.
Tabel 3.1 Standar
Pemeriksaan Karakteristik Agregat
No
|
Jenis Pengujian
|
Metode Pengujian
|
I.
Agregat
Kasar
|
||
1
|
Analisa Saringan
|
SNI
03-1968-1990
|
2
|
Berat Jenis
|
SNI
1969 : 2008
|
3
|
Penyerapan Air
|
SNI
1969 : 2008
|
4
|
Indeks Kepipihan dan
Kelonjongan
|
ASTM
D-4791
|
5
|
Kelekatan Agregat
Terhadap Aspal
|
SNI
06-2439-1991
|
II.
Agregat
Halus dan Filler
|
||
1
|
Analisa Saringan
|
SNI
03-1968-1990
|
2
|
Berat Jenis
|
SNI
1970 : 2008
|
3
|
Penyerapan Air
|
SNI
1970 : 2008
|
Sumber :Bina Marga
Revisi 3 (2014)
3.2.2 Pemeriksaan
bahan aspal
Jenis
bahan aspal yang digunakan adalah aspal dengan penetrasi 60/70, jenis dan
metode pengujian berdasarkan Tabel 3.2
Tabel 3.2 Standar
Pemeriksaan Karakteristik Aspal
No
|
Jenis Pengujian
|
Metode Pengujian
|
1
|
Penetrasi
|
SNI
06-2456-1991
|
2
|
Titik Lembek (0C)
|
SNI
06-2434-1991
|
3
|
Berat Jenis
|
SNI
06-2441-1991
|
4
|
Daktalitas
|
SNI
06-2432-1991
|
Sumber :Bina Marga
Revisi 3 (2014)
3.2.3 Pengujian
sifat bahan Abu Keramik
Jenis bahan abu keramik yang
digunakan berupa lump, pengujian abu keramik
hanya berupa pengujian kadar Abu Keramik kering. Metode pengujian ini mengacu
pada SNI 06-2047-2002.
3.3 Peralatan
Penelitian
Peralatan Penelitian ini menggunakan peralatan yang
tersedia di Laboratorium Teknik Sipil Universitas Almuslim. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, antara
lain:
a. Alat
pengujian aspal
Alat yang digunakan untuk pengujian aspal antara lain
alat uji penetrasi, alat uji titik lembek,
alat uji titik nyala dan titik
bakar, alat uji daktilitas dan alat uji berat jenis.
b. Alat
pengujian agregat
Alat yang digunakan untuk pengujian agregat antara lain
mesin Los Ageles (tes abrasi),
saringan standar (penyusunan gradasi agregat), alat pengering (oven), timbangan berat, alat
uji berat
jenis (picnometer, timbangan,
pemanas), bak perendam dan tabung sand
equivalent.
c. Alat
pengujian campuran metode Marshall
Alat pengujian yang digunakan adalah seperangkat alat
untuk metode Marshall, meliputi:
- 1. Alat tekan Marshall
yang terdiri kepala penekan berbentuk lengkung, cincin penguji berkapasitas
3000 kg (6000 lbs) yang dilengkapi dengan arloji pengukur kelelehan plastis (flowmeter).
- 2. Alat cetak benda uji berbentuk silinder diameter 10,2 cm
(4 in) dengan tinggi 7,5 cm (3 in) untuk Marshall
standar dan diameter 15,24 cm (6 in) dengan tinggi 9,52 cm untuk Marshall modifikasi dan dilengkapi
dengan plat dan leher sambung.
- 3. Penumbuk manual yang mempunyai permukaan rata berbentuk
silinder dengan diameter 9,8 cm (3,86 in), berat 4,5 kg (10 lb), dengan tinggi
jatuh bebas 45,7 cm (18 in) untuk Marshall
standar.
- 4. Ejektor untuk mengeluarkan benda uji setelah proses
pemadatan.
- 5. Bak perendam (water
bath) yang dilengkapi dengan pengatur suhu.
- 6. Alat-alat
penunjang yang dibutuhkan meliputi panci pencampur, kompor pemanas, termometer,
kipas angin, sendok pengaduk, kaos tangan anti
panas, kain lap, kaliper, spatula, timbangan dan tip-ex/cat minyak, untuk menandai benda uji.
3.4 Proses Pembuatan Abu keramik Pada Campuran Aspal
1.
Sumber Bahan
Abu keramik
diperoleh
dari hasil pecahan bangunan yang roboh/rusak yang berada disekitar Kecamatan
Peusangan Kabupaten Bireuen.
Tahap
Pengolahan:
a) Keramik yang telah diambil dari
hasil pecahan bangunan yang roboh/rusak disekitar Kecamatan Peusangan Kabupaten
Bireuen dijemur terlebih dahulu
untuk menghilangkan kadar air, lama penjemuran ± setengah hari.
b) Setelah kering, Keramik
dihancurkan
secara manual dengan batang penumbuk hingga menjadi serbuk sebagai agregat
halus lalu diayak kira lolos ayakan No. 4 (4,75 mm ).
c) Serbuk Keramik
yang
diambil adalah serbuk yang lolos ayakan No. 4 (4,75 mm ).
3.5 Perencanaan
Gradasi
Jenis
campuran beton aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah Asphal Concrete-Wearing Course (AC-WC) dan spesifikasi agregat dengan besar
butir maksimum 19 mm (3/4”). Dalam
menentukan berat agregat pada masing-masing ukuran disesuaikan dengan
spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3 (2014). Agregat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah agregat yang bergradasi halus yaitu agregat yang semua
ukuran butirnya ada dan terdistribusi dengan baik. Hal ini mengacu pada SNI
8198-2015 tentang spesifikasi campuran beraspal panas bergradasi menerus
(laston). Sebagai gambaran batas gradasi untuk Laston AC-WC diperlihatkan pada Tabel 2.4.
3.6
Kadar
Aspal Rencana (Pb)
Untuk menentukan kadar aspal optimum
diperkirakan dengan penentuan kadar aspal optimum secara empiris dengan
menggunakan persamaan 2.8. Nilai Pb
hasil perhitungan dibulatkan mendekati 0,5%. Pada penelitian ini kadar aspal yang digunakan sesuai
dengan perhitungan yang di peroleh dari hasil analisa saringan sesuai dengan
Tabel 2.4 pada agregat halus (AC-WC) yang kemudian disubstitusikan ke persamaan
2.8 yang kemudian di peroleh kadar aspal optimum (KAO).
Banyaknya
benda uji yang dibuat untuk mengetahui sifat-sifat campuran dan penentuan kadar
aspal masing-masing campuram dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut ini :
Tabel 3.3 Benda uji untuk menentukan KAO dengan metode Marshall
Sumber :Bina Marga Revisi 3 (2014). |
Pembuatan jumlah benda uji yang direncanakan untuk lapisan AC-WC adalah 15 benda uji dengan 5 substitusi Abu Keramik yaitu 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% dari total semen yang digunakan pada filler yang mana masing-masing sampel terdiri dari 3 buah. Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.4 di bawah ini.
Tabel 3.4 jumlah benda uji untuk substitusi filler dengan Keramik
No.
|
Subtitusi Pada filler
|
Jumlah Benda
Uji
|
1
|
100% semen – 0% Keramik
|
3 Buah
|
2
|
75% semen – 25% Keramik
|
3 Buah
|
3
|
50% semen – 50% Keramik
|
3 Buah
|
4
|
25% semen – 75% Keramik
|
3 Buah
|
5
|
0% semen – 100% Keramik
|
3 Buah
|
Total Benda Uji
|
15 Buah
|
Sumber :Bina Marga
Revisi 3 (2014)
Tabel 3.4 jumlah benda uji
No.
|
Benda Uji
|
Jumlah
|
1.
|
Benda uji
untuk menentukan KAO dengan metode Marshall
|
15 buah
|
2.
|
jumlah benda uji untuk substitusi filler
dengan Keramik
|
15 buah
|
Total
|
30 buah
|
Sumber :Bina Marga
Revisi 3 (2014)
3.7 Diameter Metode Marshall
Beton
aspal dibentuk dari agregat, aspal dan atau bahan tambahan yang dicampur secara
merata pada suhu tertentu. Campuran kemudian dihamparkan dan dipadatkan
sehingga berbentuk beton aspal padat. Sifat-sifat campuran beton aspal dapat
dilihat dari parameter pengujian Marshall
antara lain: Stabilitas, Kelelehan (flow),
Kerapatan (density), Kadar aspal optimum
(KAO), rongga dalam
mineral agregat (Voids In the Mineral Agregate/VMA), rongga udara dalam campuran (Voids in the Mix/VIM), rongga terisi aspal (Voids
Filled with Asphalt/VFA),
dan Marshall Quotient (MQ).
3.8
Uji one way –
Anova
Untuk uji anova guna mengetahui adanya pengaruh yang
signifikan akibat perubahan persentase Abu keramik dengan cara kering dan tanpa
substitusi terhadap parameter marshall, dilakukan
dengan mengikuti langkah-langkah pada bab II. untuk memudahkan perhitungan,
maka proses perhitungannya menggunakan pogram microsoft excel.
3.9 Bagan Alir
Penelitian
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian |
IV. RENCANA HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dikemukakan cara
pengelolahan data didasarkan pada hasil penelitian dengan metode yang digunakan
pada bab sebelumnya, pengolahan data dan pembahasan yang dikemukakan adalah
hasil pengujian sifat fisis yang meliputi : Pemeriksaan berat jenis, penyerapan,
berat jenis, keausan, kekerasan, indeks kepipihan, indeks kelonjongan,
pemeriksaan tumbukan dan kelekatan agregat terhadap aspal. Data awal untuk
memperoleh dan mengetahui nilai karakteristik marshall asphalt
concrete-wearing course (AC-WC) dengan komposisi aspal pen 60/70 dengan abu
keramik sebagai filler.
V.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil pengujian yang telah dilakukan, serta hasil dari pembahasan nantinya
dapat diambil kesimpulan bahwa pengaruh
penggunaan abu keramik sebagai filler pada campuran asphalt concrete-wearing course (AC-WC) adalah
semakin tinggi nilai kadar filler,
maka semakin tinggi pula nilai stabilitas dan semakin rendah nilai kelelehan.
VI. DAFTAR
PUSTAKA
Anyori,
2007, “Karakteristik Campuran Laston Lapisan Aus (AC-WC) Dengan Penambahan
AbuLow Density Polyethylene (LDPE) Menggunakan Cara Kering”. Fakultas
Teknik Sipil, Universitas Almuslim, Bireuen.
Asphalt
institute, 1985, “Mix Design Methods For Asphalt Concrete And Other Hot-Mix Types”,
Manual Series No. 2, Sixth Edition, Asphalt Institute.
Bukhari
dan saleh, 2007, “Rekayasa Bahan Dan Tebal Perkerasan”, Fakultas Teknik
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Kurnia,
2009, “Karakteristik Campuran Laston Lapisan Aus (AC-Wc) Dengan Penambahan
AbuLow Density Polyethylene (LDPE) Menggunakan Cara Kering”. Fakultas
Teknik Sipil, Universitas Almuslim, Bireuen.
Rahaditya,
D.R., 2012, Studi Penggunaan Serbuk keramik Sebagai Filler Pada Perkerasan Hot
Rolled Sheet- Wearing Course (HRS-WC). Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Jember.
Saodang,
Hamirhan. 2005. “Kontruksi Jalan Raya”. Bandung: Nova 2005.
Sukirman, S.,
2003, “Campuran Beraspal Panas”, Penerbit Granit, Bandung.
Tanzil,
M. C., 2017, “Analisa Perbandingan Penggunaan Semen Portland Dan Fly Ash Sebagai
Filler Pada Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC)”, Junal, Binus
University, Jakarta.
buat kawan y butuh proposal disini saya pos mungkin bisa membantu kawan y baru paham soal tugas akhir, semoga bermanfaat... ok
BalasHapusCasinos near DC | CDC
BalasHapusMGM 토토사이트 National Harbor has the most recently opened, 부천 출장안마 with its newest guest rooms, a 군산 출장안마 newly renovated spa, and a variety of dining options. In terms 김해 출장샵 of Do I have to live nearby at the airport to visit casinos near DC?What is the closest airport 고양 출장샵 to DC?