Sabtu, 12 November 2016

SISTEM TRANSPORTASI, Editing Site

SISTEM TRANSPORTASI

DISUSUN OLEH
ZULFAHMI
1503010044

DOSEN PEMBIMBING
KUMITA ST.MT.,

UNIVERSITAS ALMUSIM BIREUEN
FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK SIPIL
2015/2016

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Transportasi merupakan urat nadi Pembangunan Nasional untuk melancarkan arus manusia, barang maupun informasi sebagai penunjang tercapainya pengalokasian sumber-sumber perekonomian secara optimal, untuk itu jasa transportasi harus cukup tersedia secara merata dan terjangkau daya beli masyarakat.
Dalam sejarah perkembangannya, alat transportasi yang awalnya manusia hanya menggunakan alas kaki dan tenaga binatang guna mencapai tempat tujuan, kini sejalan dengan laju perkembangan teknologi, beragam kendaraan diciptakan. Udara, darat, air, semua terjamah. Berawal dari rasa keingintahuan manusia terhadap lingkungannya dan mencari tempat yang dapat dihuni untuk memenuhi segala keinginannya, manusia menciptakan alat transportasi. Bahkan demi hasratnya ini bangsa Barat berlayar ke timur menggunakan transportasi.
Di Indonesia perkembangan transportasi mulai dirasakan setelah bangsa asing berdatangan ke Indonesia. Sebelumnya masyarakat Indonesia hanya menggunakan sarana transportasi hewan seperti kuda, lembu, dan sapi untuk melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain. Setelah datangnya bangsa asing transportasi di Indonesia mulai menggunakan alat gerobak yang beroda. Kemudian perkembangan transportasi Indonesia semakin maju ketika Indonesia mulai dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda. Perkembangan teknologi transportasi di Indonesia terus berlanjut sampai Indonesia merdeka hingga sekarang.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Dasar Transportasi
1.    Transportasi
Transportasi atau perangkutan adalah perpindahandari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan. Kegiatan memindahkan atau mengangkut muatau (barang dan manusia) dari suatu tempat ketempat lainnya. Dari asal (origin) ke tujuan (destination).
Transportasi yang menyangkut pergerakan orang dan barang pada hakekatnya sudahdikenal   secara   alamiah   semenjak   manusia   ada   di   bumi,   meskipun   pergerakan   atauperpindahan itu dilakukan dengan sederhana. Sepanjang sejarah transportasi baik volumemaupun   teknologinya   berkembang   dengan   pesat.   Sebagai   akibat   dari   kebutuhan   akantransportasi,   maka   timbulah   tuntutan   untuk   menyediakan   sarana   dan   prasarana   agarpergerakan tersebut dapat berlangsung dengan aman, nyaman dan lancar serta ekonomis darisegi   waktu   dan   biaya.   Pejalan   kaki   adalah   perpindahan   orang   tanpa   alat   angkut   (alatangkutnya adalah kaki)Dalam penyediaan prasarana transportasi yakni bangunan-bangunan yang diperlukantentunya disesuaikan   dengan   jenis sarana atau  alat   angkut  yang digunakan. Penyediaantersebut dipengaruhi beberapa faktor, a.l. kondisi alam, kehidupan manusia serta teknologibahan dan bangunan

2.    Unsur Transportasi
Ada lima unsur pokok transportasi, yaitu :
a) Manusia, yang membutuhkan transportasi
b) Barang, yang diperlukan manusia
c) Kendaraan, sebagai sarana transportasi
d) Jalan, sebagai prasarana transportasi
e) Organisasi, sebagai pengelola transportasi
Pada dasarnya, ke lima unsur di atas saling terkait untuk terlaksananya transportasi, yaitu terjaminnya penumpang atau barang yang diangkut akan sampai ke tempat tujuan dalam keadaan baik seperti pada saat awal diangkut. Dalam hal ini perlu diketahui terlebih dulu ciri penumpang dan barang, kondisi sarana dan konstruksi prasarana, serta pelaksanaan transportasi. Selain itu ada juga unsur transportasi yang adalah :
(a)    Kenderaan (The Vihicle)
Kendaraan atau angkutan atau wahana adalah alat transportasi, baik yang digerakkan oleh mesin maupun oleh makhluk hidup. Kendaraan ini biasanya buatan manusia (mobil, motor, kereta, perahu, dan pesawat), tetapi ada yang bukan buatan manusia dan masih bisa disebut kendaraan, seperti gunung es dan batang pohon yang mengambang. Kendaraan tidak bermotor dapat juga digerakkan oleh manusia atau ditarik oleh hewan, seperti gerobak.
(b)    Jalan (The Way)
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
(c)    Terminal (The terminal)
Terminal bus adalah sebuah prasarana transportasi jalan untuk keperluan menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum.
(d)    Muatan (The Cargo and Passenger)
Berupa barang-barang/ produk yang dihasilkan yang diantar dari tempat pembuatan atau penyedia ke konsumen secara teratur dan terarah.

3.    Simpul Transportasi
Fungsinya adalah sebagai berikut:
(a)    Kegiatan menaikkan atau menurunkan penumpang
(b)    Membongkar atau memauat barang
(c)    Mengatur perjalanan
(d)    Tempat perpindahan intar moda atau antar moda
Fungsi transportasi (pengangkutan) memegang peranan penting dalam usaha mencapai tujuan pengembangan ekonomi dalam suatu bangsa. Adapun tujuan pengembangan ekonomi yang bisa diperkenankan oleh jasa transportasi adalah:
(a)    Meningkatkan pendapatan nasional, disertai dengan distribusi yang merata antara penduduk, bidang usaha dan daerah.
(b)    Meningkatkan jenis dan jumlah barang jadi dan jasa yang dapat dihasilkan para konsumen, industri dan pemerintah.
(c)    Mengembangkan industrial nasional yang dapat menghasilkan devisa serta mensupply pasaran dalam negeri
Menciptakan dan memelihara tingkatan kesempatan kerja bagi masyarakat. Ada peranan transportasi dalam kegiatan non-ekonomis yaitu sebagai sarana mempertinggi integritas bangsa, transportasi menciptakan dan meningkatkan standar kehidupan masyarakat secara keseluruhan, mempertingi Ketahanan Nasional Bangsa Indonesia (Hankamnas) dan menciptakan pembangunan nasional.
Fungsi lain transportasi adalah untuk mengangkut penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain. Kebutuhan akan angktan penumpang tegantung fungsi bagi kegunaan seseorang (personal place utility). Peranan transportasi tidak hanya untuk melancarkan barang atau mobilitas manusia. Tansportasi juga membantu tercapainya pengalokasian sumber-sumber ekonomi secara optimal. Transportasi berfngsi sebagai sektor penunjang pembangunan (the promotion sector) dan pemberi jasa (the servicing sector) bago perkembangan ekonomi.




B.    Kebijakan Tata Ruang Sangat Erat Kaitannya denganKebijakan Transportasi
1. Tipe Jaringan Rute Pelayanan
Kualitas dan memadainya suatu penyelenggaraan pelayanan sistem angkutan kota adalah dengan tersedianya jaringan rute pelayanan yang ideal untuk suatu wilayah tertentu. Di banyak kota sistem jaringan angkutan kota menggunakan beberapa tipe secara kombinasi yang sesuai dengan karakteristik kota yang bersangkutan. Tipe utama jaringan angkutan umum (Grey dan Hoel, 1979: 126) adalah:
a. Pola Radial
Di kota-kota dengan aktifitas utamanya terkonsentrasi di kawasan pusat kota akan membentul pola jaringan jalan tipe radial, yaitu dari kawasan CBD (Central Bussiness District) ke wilayah pinggiran kota. Pola jalan seperti ini akan berpengaruh pada rute angkutan kota dalam pelayanannya, yaitu melayani perjalanan menuju pusat kota dimana terkonsentrasinya berbagai macam aktifitas utama seperti tempat kerja, fasilitas kesehatan, pendidikan, perbelanjaan, dan hiburan.
Perkembangan dan perubahan guna lahan di kota dengan pola jaringan angkutan kota yang orientasinya bersifat radial akan mengalami kesulitan dalam menyediakan pelayanan yang layak dan memadai dalam mewadahi perkembangan aktifitas penduduk, sehingga diperlukan suatu pendekatan baru untuk mengatasi permasalahan tersebut.
b. Pola Grid
Jaringan angkutan kota yang berpola grid bercirikan jalur utama yang relatif lurus, rute-rute paralel bertemu dengan interval yang tetartur dan bersilangan dengan kelompok rute-rute lainnya yang mempunyai karakteristik serupa. Pola demikian pada umumnya hanya dapat terjadi pada wilayah dengan geografi yang datar atau topografi yang rintangannya sedikit.
Keuntungan dari pola dengan sistem demikian, untuk wilayah dengan aktifitas kegiatan yang tersebar di berbagai tempat, pengendara dapat bergerak dari suatu tempat ke tempat lainnya tanpa harus melalui titik pusat (melewati CBD).  Kerugian dari sistem ini yaitu jika akan bergerak dari suatu tempat ke berbagai tempat lainnya kerap diperlukan perpindahan angkutan. Pelayanan yang baik pada pola grid dipengaruhi oleh headway yang tinggi. Dalam suatu wilayah dengan populasi tinggi, pelayanan angkutan kota yang jarang dengan headway rendah tidak memungkinkan penggunaan pola grid.
c. Pola Radial Criss-Cross
Satu cara untuk mendapatkan karakteristik tertentu dari sistem grid dan tetap mempertahankan keuntungan dari sistem radial adalah dengan menggunakan garis criss-cross dan menyediakan point tambahan untuk mempertemukan garis garis tersebut, seperti pusat perbelanjaan atau pusat pendidikan.
d. Pola Jalur Utama dengan Feeder
Pola jalur utama dengan feeder didasarkan pada jaringan jalan arteri yang melayani perjalanan utama yang sifatnya koridor. Dikarenakan faktor topografi, hambatan geografi, dan pola jaringan jalan, sistem dengan pola ini lebih disukai. Kerugian pola ini adalah penumpang akan memerlukan perpindahan moda, keuntungannya adalah tingkat pelayanan yang lebih tinggi pada jalan-jalan utama.
Jaringan rute angkutan umum ditentukan oleh pola tata guna tanah. Adanya perubahan pada perkembangan kota maka diperlukan penyesuaian terhadap rute untuk menampung demand (permintaan) agar terjangkau oleh pelayanan umum. Untuk angkutan umum, rute ditentukan berdasarkan moda transportasi. Seperti pemilihan moda, pemilihan rute tergantung pada alternatif terpendek, tercepat, dan termurah, dan juga diasumsikan bahwa pemakai jalan mempunyai informasi yang cukup (misalnya tentang kemacetan jalan) sehingga mereka dapat menentukan rute yang terbaik (Tamin, 2000: 45).
Dalam sistem jaringan rute, Setijowarno dan Frazila (2001: 212) menyatakan bahwa aspek yang berkaitan dengan jarak antar rute merupakan aspek yang cukup penting untuk diperhatikan karena jarak antar rute berpengaruh langsung terhadap penumpang dan operator. Terdapat empat faktor yang perlu diperhatikan yaitu lebar koridor daerah pelayanan, frekuensi pelayanan, jarak tempuh penumpang ke lintasan rute, dan waktu tunggu rata-rata di perhentian.

Pengoperasian angkutan kota sedapat mungkin menghindari kemacetan. Penyusunan rute harus lebih mempertimbangkan kemampuan dan kapasitas tiap ruas jalan karena volume lalu lintas dalam kota umumnya padat. Beberapa literatur menurut Tamin (1993: 7) memberikan gambaran, bahwa angkutan umum jenis fixed-route dengan pola pergerakan yang memusat (radial) akan berakumulasi di kawasan pusat kota dan jika tidak dibarengi dengan sistem jaringan yang baik, maka akan merupakan penyebab kemacetan yang sangat kronis. Studi penelitian lain mengungkapkan bahwa pengurangan jumlah kendaraan di kawasan CBD menunjukkan pengurangan kemacetan lalu lintas di kawasan bersangkutan.
Lebih lanjut oleh Direktorat BSLLAK Dirjen Perhubungan Darat (1998: 29), disarankan agar trayek yang melalui pusat kota tidak berhenti dan mangkal di pusat kota tetapi jalan terus, karena hal ini akan berdampak kepada kemacetan lalu lintas disekitar disekitar terminal pusat kota.
2. Daerah Pelayanan Rute Angkutan Umum
Daerah pelayanan rute angkutan umum adalah daerah dimana seluruh warga dapat menggunakan atau memanfaatkan rute tersebut untuk kebutuhan perjalanannya. Daerah tersebut dapat dikatakan sebagai daerah dimana orang masih cukup nyaman untuk berjalan ke rute angkutan umum untuk selanjutnya menggunakan jasa pelayanan angkutan tersebut untuk maksud perjalanannya. Besarnya daerah pelayanan suatu rute sangat tergantung pada seberapa jauh berjalan kaki itu masih nyaman. Jika batasan jarak berjalan kaki yang masih nyaman untuk penumpang adalah sekitar 400 meter atau 5 menit berjalan kaki, maka daerah pelayanan adalah koridor kiri kanan rute dengan lebar sekitar 800 meter.
3. Route Directness
Route directness berkaitan dengan daerah pelayanan rute angkutan umum. Route direcness adalah nilai perbandingan antara jarak yang ditempuh oleh rute dari titik asal ke titik tujuan terhadap jarak terdekat kedua titik tersebut jika berupa garis lurus. Nilai route direcness suatu rute angkutan umum yang besar menunjukkan berbelok-beloknya rute tersebut dan kondisi ini menunjukkan semakin jauh dan lama perjalanan yang harus ditempuh sesorang.
Nilai route directness selalu diusahakan sekecil mungkin agar penumpang nagkutan umum dapat melakukan perjalanan dari asal ke tujuannya seefisien mungkin. Biasanya nilai route directness yang kecil sangat sulit dicapai yang disebabkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan seperti kondisi struktur jaringan jalan dan kondisi geografis yang tidak menguntungkan.
4. Aksesibilitas
Black (1981) dalam Tamin (2000 ; 32) mengatakan bahwa aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi.
Menurut Tamin (2000 ; 39), aksesibilitas merupakan alat untuk mengukur potensial dalam melakukan perjalanan dengan menggabungkan sebaran geografis tata guna lahan dengan kualitas sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Konsep ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu daerah di dalam suatu wilayah perkotaan atau sekelompok manusia yang mempunyai masalah aksesibilitas atau mobilitas terhadap aktivitas tertentu.

C.    Jaringan Transportasi
1. Transportasi Jalan    
a. Jaringan Pelayanan
Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dikelompokkan menurut wilayah pelayanan, operasi pelayanan, dan perannya. Menurut wilayah pelayanannya, angkutan penumpang dengan kendaraan umum, terdiri dari angkutan lintas batas negara, angkutan antarkota antarprovinsi, angkutan antarkota, angkutan pedesaan, angkutan perbatasan, angkutan khusus, angkutan taksi, angkutan sewa, angkutan pariwisata dan angkutan lingkungan. Pelayanan angkutan barang dengan kendaran umum tidak dibatasi wilayah pelayanannya. Demi keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan dapat ditetapkan jaringan lintas untuk mobil barang tertentu, baik kendaraan umum maupun bukan kendaraan umum.
Dengan ditetapkan jaringan lintas untuk mobil barang yang bersangkutan, maka mobil barang dimaksud hanya diijinkan melalui lintasannya, misalnya mobil barang pengangkut peti kemas, mobil barang pengangkut bahan berbahaya dan beracun, dan mobil pengangkut alat berat.
b.     Jaringan Prasarana
Jaringan prasarana transportasi jalan terdiri dari simpul yang berwujud terminal penumpang dan terminal barang, dan ruang lalu lintas. Terminal penumpang menurut wilayah pelayanannya dikelompokkan menjadi:
1)    Terminal penumpang tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan lintas batas negara, angkutan antarkota, antarprovinsi, antarkota dalam provinsi, angkutan kota, dan angkutan pedesaan,
2)    Terminal penumpang tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antarkota dalam provinsi, angkutan kota, dan angkutan pedesaan,
3)    Terminal penumpang tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan pedesaan.
Terminal barang dapat dikelompokkan menurut fungsi pelayanan/penyebaran/distribusi menjadi:
1)    Terminal utama, berfungsi melayani penyebaran antar pusat kegiatan nasional, dari pusat kegiatan wilayah kepusat kegiatan nasional, serta perpindahan antarmoda,
2)    Terminal penumpang berfungsi melayani penyebaran antarpusat kegiatan wilayah, dan pusat kegiatan lokal ke pusat kegiatan wilayah,
3)    Terminal lokal, berfungsi melayani penyebaran antar pusat kegiatan lokal.
Jaringan jalan terdiri atas jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder.Jaringan jalan primer, merupakan jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Sedangkan jaringan jalan sekunder, merupakan jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk maysrakat didalam kawasan perkotaan.
Berdasarkan sifat dan pergerakan lalu lintas dan angkutan jalan dibedakan atas fungsi jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan. Jalan arteri merupakan jalan umum berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
Pembagian setiap ruas jalan pada jaringan jalan primer terdiri dari:
1)    Jalan arteri primer, menghubungkan secara berdaya guna antar pusat kegiatan nasional, antar pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah,’
2)    Jalan kolektor primer, menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan atau pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan atau pusat kegiatan lokal dengan pusta kegiatan lingkungan dan antar pusat kegiatan lingkungan,
3)    Jalan lokal primer, menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan atau pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lokal, pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, dan antar pusat kegiatan lingkungan,
4)    Jalan lingkungan primer, mengubungkan antar pusat kegiatan didalam kawasan perdesaan dan jalan didalam lingkungan kawasan perdesaan.
Jalan dibagi dalam beberapa kelas didasarkan pada kebutuhantransportasi, pemilihan moda transportasi yang sesuai karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan muatan sumbu terbesar kendaraan bermotor, serta konstruksi jalan. Pembagian kelas jalan dimaksud, meliputi kelas I, kelas II, kelas III A, kelas III B dan kelas III C.
2. Transportasi Laut
a.     Jaringan Pelayanan
Pelayanan transportasi sungai dan danau untuk angkutan penumpang dan barang dilakukan dalam trayek tetap teratur, dan trayek tidak tetap dan tidak teratur.
b.     Jaringan Prasarana
Jaringanprasarana transportasi sungai dan danau terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan sungai dan danau, dan ruang lalu lintas yang berwujud alur pelayaran.
Pelabuhan sungai dan danau menurut peran dan fungsinya terdiri dari pelabuhan sungai dan danau yang melayani angkutan antar provinsi, pelabuhan sungau dan danau yang melayani angkutan antar kabupaten/kota dalam provinsi, serta pelabuhan sungai dan danau yang melayani angkutan dalam kabupaten/kota.

Transportasi Laut
a.     Jaringan Pelayanan
Jaringan pelayanan transportasi laut berupa trayek dibedakan menurut kegiatan dan sifat pelayanannya. Jaringan trayek transportasi laut dalam negeri terdiri dari:
1)    Jaringan trayek transportasi laut utama yang menghubungkan antar pelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi,
2)    Jaringan trayek transportasi laut pengumpan yaitu yang menghubungkan pelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi dengan pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi.
b.     Jaringan Prasarana
Jaringan prasarana transportasi laut terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan laut dan ruang lalu lintas yang berwujud alur pelayaran. Pelabuhan laut dibedakan berdasarkan peran, fungsi, dan klasifikasi serta jenis. Berdasarkan jenisnya pelabuhan dibedakan atas:
1)    Pelabuhan umum yang digunakan untuk melayani kepentingan umum perdagangan luar negeri dan dalam negeri sesuai ketetapan pemerintah dan mempunyai fasilitas karantina, imigrasi, bea cukai, penjagaan dan penyelamatan,
2)    Pelabuhan khusus digunakan untuk melayani kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.
Hirarki berdasarkan peran dan fungsi pelabuhan laut terdiri dari:
1)    Pelabuhan internasional hub (utama primer) adalah pelabuhan utama yang meiliki peran dan fungsi melayani kegiatan dan alih muat penumpang dan barang internasional dalam volume besar karena kedekatan dengan pasar dan jalur pelayanan internasional serta berdekatan dengan jalur laut kepulauan Indonesia,
2)    Pelabuhan nasional (utama sekunder) adalah pelabuhan utama yang memiliki peran dan fungsi melayani kegiatan dan alih muat penumpang dan barang ansional dalam volume yang relative besar karena kedekatan dengan pelayaran nasional dan internasional serta mempunyai jarak tertentu dengan pelabuhan internasional lainnya,
3)    Pelabuhan nasional (utama tersier) adalah pelabuhan utama memiliki peran dan fungsi melayani kegiatan alih dan muat penumpang dan barang dan bisa menangani semi kontainer dengan volume bongkar muat sedang dengan memperhatikan kebijakan pemerintah dalam pemerataan pembangunan nasional dan meningkatkan pertumbuhan wilayah, mempunyai jarak tertentu dengan jalur/rute pelayaran nasional dan antar pulau serta dekat dengan pusat pertumbuhan wilayah ibukota kabupaten/kota dan kawasan pertumbuhan nasional,
4)    Pelabuhan regional adalah pelabuhan pengumpan primer yang berfungsi khususnya untuk melayani kegiatan alih muat angkutan laut dalam jumlah kecil dan jangkauan pelayanan antar kabupaten/kota serta merupakan pengumpan terhadap pelabuhan utama,
Pelabuhan lokal adalah pelabuhan pengumpan sekunder yang berfungsi khususnya melayani kegiatan angkutan laut dalam jumlah kecil dan jangkauan pelayanannya nadar distrik dalam kabupaten/kota serta merupakan pengumpan kepada pelabuhan utama dan pelabuhan regional.
3. Transportasi Udara
Transportasi udara sebagai salah satu moda transportasi memiliki karakteristik yang dapat melayani angkutan penumpang dan barang relatif terbatas khususnya barang bernilai tinggi dan membutuhkan waktu cepat, dan dapat melakukan penetrasi sampai keseluruh wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh moda transportasi lain.
a. Jaringan Prasarana   
Jaringan prasarana transportasi udara yang bersifat nasional terdiri dari simpul yang berwujud Bandar Udara dan ruang lalu lintas yang berwujud ruang lalu lintas udara.Bandar udara dibedakan berdasarkan fungsi, penggunaan, klasifikasi, status dan penyelenggaraannya dan kegiatannya.Berdasarkan hirarki fungsinya Bandar udara dikelompokkan menjadi Bandar udara pusat penyeberangan yang terdiri atas Bandar Udara Pusat penyeberangan primer, sekunder, dan tersier serta Bandar udara bukan penyeberangan.
(a)    Pusat penyeberangan primer berperan melayani penumpang dalam jumlah besar dengan lingkup pelayanan atau daerah cakupan besar;
(b)    Pusat penyeberangan sekunder berperan melayani penumpang dalam jumlah sedang dengan lingkungan pelayanan atau daerah cakupan sedang;
(c)    Pusat penyeberangan tersier berperan melayani penumpang dalam jumlah kecil dengan lingkup pelayanan atau daerah cakupan kecil;
(d)    Bukan pusat penyeberangan melayani penumpang dalam jumlah kecil dan tidak mempunyai daerah cakupan atau layanan.
Berdasarkan penggunaannya, Bandar udara dikelompokkan menjadi:
(a)    Bandar udara yang terbuka untuk melayani angkutan udara ke/ dari luar negeri;
(b)    Bandar udara yang tidak terbuka untuk melayani angkutan udara ke/ dari luar negeri.
Berdasarkan statusnya, Bandar udara dikelompokkan menjadi:
(a)    Bandar udara umum khusus yang digunakan untuk melayani kepentingan umum;
(b)    Bandar udara khusus yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.
Berdasarkan penyelenggaraannya Bandar udara dibedakan atas:
(a)    Bandar udara umum yang diselenggarakan oleh pemerintah, Pemerintah Provinsi, pemerintah Kabupaten/ Kota atau Badan usaha Kebandarudaraan. Badan Usaha Kebandarudaraan dapat mengikutsertakan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan badan hukum Indonesia melalui kerjasama dengan Pemerintah Provinsi dan atau Kabupaten/ Kota.
(b)    Bandar udara khusus yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan badan hukum Indonesia.
Ruang lalu lintas udara (airways) adalah bagian dari ruang udara yang ditetapkan untuk menampung pesawat udara yang terbang dari satu lokasi/bandara (point of departure) menuju lokasi/ Bandara lain (point of intended landing) menuju arah (track), titik-titik laporan (reporting point/way point) dan kepentingan tertentu.
Berdasarkan fungsinya ruang lalu lintas udara dikelompokkan atas:
(a)    Controlled airspace yaitu ruang udara dimana diberikan instruktur secara positif dari pemandu (air traffic controller) kepada penerbang (contoh: control area, approach control area, aerodrome control area);
(b)    Uncontrolled airspace yaitu ruang lalu lintas yangdi dalamnya hanya diberikan informasi tentang lalu lintas yang diperlukan (essensial traffic information).
    Ruang lalu lintas udara disusun dengan menggunakan prinsip jarak terpendek untuk memperoleh biaya terendah dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan penerbangan.

b. Jaringan Pelayanan   
    Berdasarkan wilayah pelayanannya, rute penerbangan dibagi menjadi rute penerbangan dalam negeri dan rute penerbangan luar negeri. Jaringan penerbangan dalam negeri dan luar negeri merupakan satu kesatuan dan terintegrasi dengan jaringan transportasi darat dan laut. Jaringan pelayanan transportasi udara dengan jadwal frekuensi yang sudah tertentu.
    Berdasarkan hirarki pelayanannya, rute penerbangan dibagi atas:
(a)    Rute utama , yang menghubungkan antar Bandar udara yang berfungsi sebagai pusat penyebaran;
(b)    Rute pengumpan yang merupakan penunjang rute utama, yang menghubungkan antara Bandar udara yang berfungsi sebagai pusat penyebaran dengan Bandar udara yang berfungsi sebagai pusat penyebaran atau hubungkan antar Bandar udara bukan sebagai pusat penyebaran;
(c)    Rute perintis yang menghubungkan daerah atau lokasi yang terpencil, perbatasan atau daerah yang belum berkembang dan sukar terhubungi oleh moda transportasi lain. Dalam pelaksanaannya penerbangan pada rute penerbangan perintis memperoleh subsidi.
Kegiatan transportasi udara terdiri atas: angkutan udara niaga yaitu angkutan udara untuk umum dengan menarik bayaran dan angkutan udara bukan niaga yaitu kegiatan angkutan udara untuk memenuhi kebutuhan sendiri kegiatan pokoknya bukan di bidang angkutan udara. Sebagai tulang punggung transportasi udara adalah angkutan udara niaga berjadwal, sebagai penunjang adalah angkutan udara niaga tidak berjadwal sedang pelengkap adalah angkutan udara bukan niaga.
Kegiatan angkutan udara niaga berjadwal melayani rute penerbangan dalam negeri dan / atau penerbangan luar negeri secara tetap dan teratur, sedangkan kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal tidak terikat pada rute penerbangan yang tetap dan teratur.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kemajuan suatu Negara dapat dilihat dari transportasi yang ada di Negara tersebut baik itu dari saran dan prasarananya ataupun pengelola dan pihak-pihak yang terkait. Awal mula transportasi dikenal oleh masyarakat Indonesia itu yang pertama adalah transportasi angkutan air. Karena Indonesia adalah Negara bahari maka perahu dan kapal adalah sarana yang paling penting sejak awal peradaban nusantara. Kemudian berkembang lagi yaitu adanya transportasi darat yang berkembang di pulau jawa sejak abad ke-4 diamana pulau jawa sebagi pusat perdaban awal nusantara. Setelah itu berkembang lagi adanya transportasi udara yang ketika itu populer karena mantan presiden soekarno yang membeli dua tipe pesawat dari singapura.
Pada era saat ini kemajuan transportasi sangatlah pesat seiring dengan kemajuan-kemajuan teknologi yang dapat digunakan  dalam transportasi tersebut. akan tetapi kemajuan transportasi hanya berlaku pada sebagian moda transportasi saja. Masih banyak moda transportasi yang masih jauh dari kata layak untuk beroperasi sebagi moda transportasi umum. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masalah dalam transportasi. Selain masalah itu ada diantaranya yaitu fasilitas yang kurang memadai, kuragnya factor keamanan, tarif yang terjangkau. Sarana dan prasaran yang kurang baik dan yang terpenting disini adalah kurangnya pengawasan pemerintah. Untuk meminimalisir dari kurangnya pengawasan tersebut, pemerintah dari masing-masing ditjen baik itu ditjen perhubungan darat, laut, maupun ditjen perhubungan udara sudah merancang kebijakan-kebijakan dan strategi yang nantinya dapat digunakan agar transportasi di inidonesia bisa lebih baik lagi seperti yang diharapkan oleh kebnanyakan masyarakat. 

DAFTAR PUSTAKA

B. G. Hutchinson (1974) Principles of Urban Trandport System Planning. Washington D. C: Scripta Book Company.
Black, J.A., (1981) Urban Transport Planning: Theory and Practise. London: Cromm Helm.
Boris S. Pushkarev (1977) Public Transportation and Land Use Policy. Bloomington: Indiana University Press.
Bruton, M.J., (1985) Introduction to Transport Planning. Third Edition. London: Anchor Brendon Ltd.
Chapin, F. Stuart Jr., and (1979) Urban Land Use Planning, Third Edition. Chicago: University of Illinois Press.
Effendi dan Manning (1989) “Prinsip-prinsip Analisisi Data”. Dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. Metode Penelitian Survai. Edisis Revisi. Jakarta: LP3ES, hal. 263-298.
Hadi Sabari Yunus (2000) Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Idwan Santoso (1996). Perencanaan Prasarana Angkutan Umum. Pusat Studi Transportasi & Komunikasi, Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Levinson, Hebert S. (1982) Urban Transportasion. New York.
Morlok, Edward K. (1978) Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Alih Bahasa Johan Kelanaputra Hainim. Editor Yani Sianipar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nazir, Mohamad (1988) Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nobert Oppenheim (1975) Urban Travel Demand Modeling. John Wiley & Sons, Inc.
Peter R. Stopher, Arnim H. Meyburg (1975) Urban Transportation Modeling and Planning. Forth edition. D. C. Health and Company.
Perencanaan Transportasi (1996). Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Teknologi Bandung. Bandung
Perencanaan Sistem Angkutan Umum (1997). Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Setjowarno, D. dan Frazila, R.B (2001) Pengantar Sistem Transportasi. Edisi pertama. Semarang: Penerbit Universitas Katolik Soegijapranata.


SEMOGA BERMANFAAT BAGI ANDA DAN BAGI SAYA JUGA....
TERIMAKASIH................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments System

Disqus Shortname